Mubadalah.id – Pandemi Covid-19 masih menyelimuti Indonesia, beragam aktivitas masih dilaksanakan secara daring. akibatnya hampir semua orang mengalami banyak kekhawatiran. Salah satunya khawatir tidak menjadi individu yang produktif yang dapat mempengaruhi kondisi financial keluarga.
Dengan kekhawatiran dan perubahan sosial tersebut banyak perempuan berlomba-lomba mengerjakan banyak aktivitas, agar setiap harinya dinilai produktif. Misalnya untuk perempuan yang telah menikah yang juga berkarier di luar rumah mereka mengerjakan pekerjaan domestik tanpa bantuan orang lain, mengurus anak bahkan mencari nafkah demi ekonomi keluarga stabil.
Melihat fenomena tersebut mungkin bagi sebagian orang dinilai sebagai perempuan serba bisa atau istilah lainnya supermom, karena selain bisa mengerjakan pekerjaan domestik juga bisa menghasilkan uang dengan berpikir akulah perempuan mandiri. Namun perlu kita sadari bahwa serba bisa bukanlah sebuah keharusan atau kewajiban karena setiap manusia diberi kapasitas yang berbeda.
Kemampuan serba bisa yang dianggap sebagai wujud perempuan tangguh adalah kamuflase dari multiple burden. Ibu rumah tangga yang mengerjakan pekerjaan rumah tanpa bantuan suami atau orang lain adalah bentuk beban kerja berlebih yang menimpa perempuan, karena idealnya pekerjaan rumah tangga dikerjakan oleh kedua belah pihak antara suami dan istri termasuk dalam merawat anak.
Pada kenyataannya banyak orang yang mengerjakan pekerjaan rumah serta berkarier di luar rumah tanpa bantuan orang lain tidak menyadari akan multiple burden yang menimpa dirinya. Misalnya seorang ibu setiap pagi harus menyiapkan sarapan keluarga, mencuci pakaian keluarga, membereskan rumah, menyiapkan keperluan anak dan suami, mendampingi anak belajar online, termasuk mengerjakan pekerjaan kantor namun mengapa dirinya tidak mendapatkan apa yang suami dapatkan, bukankah hal tersebut termasuk suatu hal yang toxic?
Berbicara mengenai multiple burden tentunya ada dua faktor yang memengaruhinya, pertama, multiple burden masih tumbuh subur karena adanya anggapan bahwa sejatinya perempuan hidup untuk melayani suami dan mengurus rumah dan apabila terpaksa harus bekerja di luar rumah maka tidak boleh melupakan kewajibannya yaitu melayani suami dan mengerjakan pekerjaan domestik.
Kedua, adanya anggapan bahwa untuk mencapai kesetaraan dengan laki-laki maka perempuan juga harus serba bisa. Ketika perempuan bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga maka perempuan juga harus pandai mencari pundi-pundi rupiah termasuk mengerjakan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh laki-laki, dengan serba bisa tersebut maka perempuan akan dianggap sebagai supermom (Ibu serba bisa).
Selain adanya anggapan bahwa perempuan masa kini harus serba bisa, perempuan juga dituntut untuk pandai merawat diri dengan penampilan yang cantik, glowing dan harum. Ketika perempuan hanya bisa berdandan tanpa bisa mengerjakan pekerjaan domestik dianggap bukan calon istri dan Ibu yang baik, begitupun ketika perempuan yang pandai mengerjakan pekerjaan domestik namun tidak pandai berdandan maka akan dianggap juga perempuan yang tidak pandai merawat diri dan tidak bisa memanjakan suami.
Disadari atau tidak bahwa setiap tuntutan yang menimpa kaum perempuan tersebut termasuk dalam toxic feminity. Dilansir dari kanal media fimela.com toxic femininity merupakan suatu standar yang dianggap normal oleh masyarakat terkait apa yang wajib dimiliki dan dilakukan oleh seorang perempuan. Stigma-stigma yang menjatuhkan perempuan dan seringkali membuat masyarakat menghakimi sosok yang tidak bisa memenuhi ekspektasi feminin seseorang.
Dengan adanya toxic feminity tersebut membuat banyak perempuan menjalani hidup dengan minim kebahagiaan, karena perempuan tidak diberi kebebasan dalam memilih jalan sesuai keinginan, dan kemampuannya. Idealnya seorang Ibu yang senang bekerja di luar rumah tidak dibebani dengan pekerjaan rumah, begitupun sebaliknya Ibu yang bahagia menjadi Ibu rumah tangga tidak dibebani dengan stigma negatif hanya menghabisakan uang suami.
Selain masyarakat yang harus memandang perempuan sebagai manusia yang mempunyai pilihan, perempuan juga harus sadar dan mau melakukan perubahan. Sadar jika perempuan juga punya pilihan mau memilih pekerjaan domestik atau publik, sadar bahwa supermom adalah multiple burden dan termasuk hal yang toxic artinya tidak membuat kita sehat secara mental dan spiritual.
Perempuan harus berani memilih posisi yang diinginkan yang membuat bahagia namun tentunya bahagia bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga keluarga. Agar antara Ibu dan Ayah sama-sama bahagia dan tidak ada yang merasa dirugikan. []