• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina Berikan Ruang untuk Belajar dengan Mereka yang Berbeda Agama

Ruang perjumpaan ini dapat memperluas pemahaman saya tentang dunia dan kehidupan. Saya merasa lebih toleran dan mampu melihat segala sesuatu dengan perspektif yang beragam

Fuji Ainnayah Fuji Ainnayah
27/10/2023
in Personal
0
Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina

Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina

803
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina menjadi salah satu pesantren yang menurut saya sangat unik. Karena dalam sistem pembelajaran di pesantren ini, selain mengaji kitab kuning, kerap kali melibatkan para santrinya untuk ikut terlibat dalam berbagai kegiatan, salah satunya adalah kegiatan lintas iman.

Saya sebagai salah satu santri di Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina sering dilibatkan oleh pengasuh kami, Abi Marzuki Wahid dan Bunda Nurul Bahrul Ulum untuk mengikuti berbagai kegiatan lintas iman.

Namun sebelum kami dilibatkan dalam berbagai kegiatan lintas iman, terlebih dahulu Abi Marzuki Wahid dan Bunda Nurul Bahrul Ulum membekali kami untuk belajar soal toleransi, pluralisme dan kebangsaan.

Dengan belajar soal toleransi, pluralisme dan kebangsaan tersebut, membuat saya memiliki pondasi dan pandangan bahwa mereka yang berbeda agama adalah sama sebagai manusia. Bahkan kita sebagai orang Islam wajib untuk menghormati, dan menghargai mereka yang berbeda dengan kita.

Terlebih, perbedaan ini, kata Abi Marzuki adalah sebuah keniscayaan. Sehingga kita tidak boleh menolak keniscyaan yang telah Allah Swt ciptakan. Yang perlu kita lakukan menurut Abi Marzuki, kita harus merawat, dan menjaga perbedaan ini dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Baca Juga:

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

Belajar dari Khansa binti Khidam Ra: Perempuan yang Dipaksa Menikah Berhak untuk Membatalkannya

Dokumen Abu Dhabi: Warisan Mulia Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Tayyeb Bagi Dunia

Belajar dari Kehidupan Rumah Tangga Nabi: Menyelesaikan Konflik Tanpa Kekerasan

Forum 17an Gusdurian

Sebagai santrinya, Abi marzuki sering mengajak kami untuk terlibat dalam berbagai kegiatan lintas iman. Dengan mengikuti kegiatan tersebut, harapanya adalah ilmu yang telah didapat itu bisa kita praktikkan langsung di lapangan.

Artinya, di pesantren ini, kita tidak hanya diajarkan soal teori saja, melainkan kita juga harus terjun langsung, bagaimana kita berinteraksi dengan mereka yang berbeda dengan kita.

Dalam hal ini, misalnya saya pernah mengikuti forum 17an Gusdurian yang bertempat di Aula Gereja Bunda Maria. Dalam forum 17an ini, saya bersama teman-teman SUPI belajar langsung bagaimana kami semua berinteraksi dengan mereka yang berbeda dengan kita. Kami bertemu dengan beberapa teman-teman dari Kristen, Hindu dan Budha.

Bahkan forum 17an yang bertema “Beda Setara, Kita Saudara” itu menghadirkan langsung beberapa narasumber di antaranya: Abi Marzuki Wahid, Romo Antonius Haryanto dan Ibu Roziqoh.

Perayaan Natal

Selain forum 17an, saya juga pernah terlibat dalam perayaan Natal. Tepat pada tanggal 25 Desember 2022, kami dari SUPI bersama teman-teman dari Gusdurian Cirebon menghadiri perayaan Natal.

Waktu itu kami mendatangi dua gereja yang ada di Cirebon. Pada pukul 09.00 pagi, kami datang ke Gereja Pantekosta. Setelah selesai di Gereja Pantekosta, sekitar jam 12.00 kami melanjutkan ke Gereja Bunda Maria untuk mengikuti perayaan Natal.

Setelah itu, kami diajak makan. Pada saat makan inilah kami berbincang bersama Romo Hary, dan teman-teman Gusdurian.

Pengalaman berinteraksi langsung dengan yang teman-teman, bahkan para romo ini lah yang membuat saya menjadi menjadi terbuka dan nyaman. Ternyata mereka yang berbeda itu orangnya ramah dan baik-baik. Bahkan dengan ruang perjumpaan ini, membuat stigma negatif dengan mereka yang berbeda itu sirna.

Kemah Titik Temu

Setelah mengikuti perayaan Natal, saya juga pernah ikut dalam kegiatan Kemah Titik Temu. Dalam kegiatan ini, menjadi ruang kolaboratif yang beragam dan seru bagi masyarakat sipil, organisasi masyarakat, pelajar, mahasiswa, jurnalis, buruh, komunitas, pekerja seni, dan aktivis lintas isu dari berbagai kalangan, untuk berjumpa, berbagi gagasan, berjejaring dan bersolidaritas bersama.

Selain itu, Kemah Titik Temu juga menghadirkan ruang-ruang penting seperti sharing dan diskusi, workshop, dan FGD yang meliputi berbagai topik seputar kebebasan beragama dan berkeyakinan, kekerasan berbasis ekstremisme, keragaman gender seksualitas, klinik hukum, kampanye non-violence direct action, serta ruang ekspresi yang meliputi mural, pertunjukan seni dan budaya, lapak warga dan kuliner rakyat.

Kemah ini juga akan bermuara pada lahirnya deklarasi bersama para pemuka agama, masyarakat, organisasi masyarakat sipil, pekerja seni, dan komunitas rakyat yang berkomitmen pada pemenuhan Hak Asasi Manusia.

Maka dengan berbagai kegiatan yang pernah saya ikuti, ternyata membuat pandangan saya lebih terbuka kepada mereka yang berbeda. Saya sangat merasakan kebahagiaan, kesenangan dan kenyamanan.

Memperluas Pengetahuan

Bahkan tidak hanya itu, ruang perjumpaan ini dapat memperluas pemahaman saya tentang dunia dan kehidupan. Saya merasa lebih toleran dan mampu melihat segala sesuatu dengan perspektif yang beragam. Saya juga merasa lebih menghargai perbedaan dan lebih mampu menjalin hubungan yang baik dengan mereka yang berbeda agama.

Selain itu, saya juga merasa senang dan terinspirasi karena dapat belajar dari cerita, pengalaman, dan pemikiran mereka. Bahkan saya juga dapat mengetahui bagaimana nilai-nilai agama yang mereka ajarkan.

Hal ini lah yang membantu saya untuk memahami dan menghargai perbedaan, serta membuka pikiran saya terhadap sudut pandang yang beragam.

Oleh sebab itu, melalui ruang-ruang perjumpaan yang Abi Marzuki dan Bunda Nurul berikan ini memperkuat pondasi saya untuk lebih mencintai dan menyayangi mereka yang berbeda dengan kita.

Bahkan dengan modal tersebut, saya sebagai santri memiliki peran penting untuk selalu menyebarkan pesan perdamaian, toleransi, kerukunan, dan keberagaman.

Bahkan, KH. Husein Muhammad selalu berpesan kepada kami, bahwa pesan toleransi dan kedamaian ini untuk selalu kita sebarkan. Karena pesan ini, akan menjadi sendi-sendi dalam kehidupan seluruh umat manusia.

Dengan begitu, kita akan menjadi jembatan penghubung untuk memperkuat persaudaraan dan kebersamaan dalam masyarakat yang multikultural. Sehingga akan terciptanya ruang-ruang yang membangun masyarakat untuk saling menghargai dan menghormati segala perbedaan. []

Tags: agamabelajarberbedaPesantren Luhur Manhajiy Fahminaumat
Fuji Ainnayah

Fuji Ainnayah

Saya adalah mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Poligami atas

    Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID