• Login
  • Register
Sabtu, 5 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Pesta Pernikahan: Maslahah Atau Masalah?

Dalam pengadaan walimah, Islam tidak mengatur sesulit itu. Pesta pernikahan boleh dilakukan semampunya, tidak perlu harus memenuhi standar kemauan masyarakat sekitar kita

Sulma Samkhaty Maghfiroh Sulma Samkhaty Maghfiroh
20/08/2022
in Keluarga, Rekomendasi
0
Pesta Pernikahan

Pesta Pernikahan

390
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pesta pernikahan seperti apa yang kamu inginkan? Pertanyaan khas dalam novel romance yang mampu membuat pembacanya lantas bermimpi akan pesta penikahan impiannya. Standar pernikahan impianpun perlahan terbangun, tanpa sempat memikirkan akankah pesta itu mendatangkan maslahah (kebaikan), atau justu menjadi masalah.

Saat sebuah tasyakuran pernikahan terhelat, ada banyak pihak yang akan terlibat di sana. Dari mulai tukang rias pengantin, tukang foto, jasa dekorasi, jasa catering, wedding organizer, persewaan gaun, gedung, hingga persewaan kursi dan gelas di tingkat RT semuanya merasakan maslahah dari sebuah pesta pernikahan. Roda perekonomian yang berputar dan melibatkan banyak orang, jelas mendatangkan maslahah bagi mereka.

Selain itu, pesta perkawinan tidak jarang menjadi ajang reuni kawan lama maupun handai taulan. Gelak tawa, senda gurau sembari sesekali menggoda pasangan pengantin baru menjadi pemandangan lumrah dalam pesta pernikahan.

Riuh rendah kegembiraan yang terpancar saat itu, jelas merupakan maslahah bagi keluarga mempelai sang pemilik hajat. Namun tak jarang, di balik hingar bingar perta, ada masalah yang tidak terelakkan bagi mereka yang terlibat, baik penyelenggara pesta, maupun tamu undangannya.

Haruskah Ada Pesta Pernikahan?

Program tadarus subuh yang diampu oleh Kiai Faqihuddin Abdul Kodir, pekan ini mengusung tema “Haruskah ada pesta penikahan?” sukses menjadi ruang berbagi rasa terkait fenomena walimah di berbagai daerah. Dan beberapa dari itu, benar-benar sesuai dengan apa yang sering aku temui di daerahku. Pesta perkawinan seakan-akan berada di tengah-tengah antara maslahah dan masalah bagi masyarakat di daerah.

Baca Juga:

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

Ada sebuah daerah, di mana untuk mengundang tetangga ke pesta perkawinan harus dengan kardus atau rantang berisi makanan. Sepucuk undangan tidak cukup untuk membuat mereka mau datang di pesta penikahan yang tetangganya adakan.

Ada juga daerah di mana saat mengantarkan undangan disertai dengan rokok, sabun, atau sembako, yang terhitung sebagai piutang kepada pemilik hajat. Hal ini pun diabadikan dalam sebuah kuitansi. Di mana jika yang diundang tidak dapat mengembalikan dalam bilangan yang sama, maka hal ini akan menjadi hutang yang diwariskan kepada anak turunnya. Bukankah ini sudah menjadi awal masalah dalam sebuah pesta pernikahan?

Di tempat lain, demi menghelat pesta yang memenuhi standar kemauan masyarakat, tidak jarang pemilik hajat akan berhutang dengan jumlah yang tidak sedikit. Lantas, setelah acara usai dihelat, salah satu dari anggota keluarganya harus pergi ke luar negeri untuk bekerja sebagai TKI atau TKW demi melunasi hutangnya. Acara walimah seperti ini sudah pasti menjadi masalah bagi keluarga mempelai.

Pesta Pernikahan dan Sekian Hal yang Menyertai

Pesta pernikahan dan masalah tidak hanya terjadi pada sang pemilik hajat. Di beberapa daerah, momentum ini menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat. Istilah kondangan bergeser menjadi “nyumbang”, karena seperti ada sebuah peraturan tidak tertulis saat mereka menghadiri pesta perkawinan, yakni dengan membawa hadiah atau amplop berisi uang.

Demi menghadiri pesta ini, tidak jarang mereka harus pontang-panting mencari pinjaman dan mengabaikan kebutuhan primernya. Sepertinya merekalah yang lebih layak menerima sumbangan, ketimbang “nyumbang” di pesta pernikahan orang. Ini juga menjadi masalah yang timbul dari sebuah acara pernikahan.

Lantas, bagaimana Islam mengatur walimah (pesta pernikahan), apakah memang sesulit itu? Ternyata, Rasulullah Saw pernah berkata kepada Abdurrahman bin Auf ketika dia menikahi perempuan Ansor. “Adakanlah pesta penikahan (walimatu-l-urs) walaupun dengan menyembelih walaupun seekor kambing, maka jika tidak mampu menyembelih seekor kambing, buatlah pesta dengan dua mud (sekitar 6 kg) gandum.”

Bukankah ini berarti Islam tidak mempersulit perayaan pernikahan. Dari hadits ini, dapat kita pastikan jika acara pernikahan seperti ini tidak akan membawa masalah, melainkan maslahah bagi pemilik hajat maupun undangannya.

Walimah adalah Tasyakuran

Kiai Faqih dalam tadarus subuhnya juga menyatakan bahwa walimah dapat kita artikan sebagai ma’dubah (makan-makan) setelah akad nikah. Jika pesta pernikahan kita dekati dengan hal ini, maka aku merasa tidak ada masalah bagi pemilik hajat.

Dan karena bentuknya yang mirip tasyakuran, maka mereka yang datang juga tidak perlu merasa tertekan dengan tradisi “nyumbang”. Bukankah tidak ada “kotak amplop uang” dalam tasyakuran? Ini jelas menjadi maslahah bagi kedua belah pihak.

Dalam pengadaan walimah, Islam tidak mengatur sesulit itu. Pesta pernikahan boleh kita lakukan semampunya, tidak perlu harus memenuhi standar kemauan masyarakat sekitar kita. Meminjam statement Ibu Nur Rofiah pada tadarus pagi tadi “Kita tidak dapat mengendalikan kemauan orang lain (dalam hal ini adalah pesta pernikahan), namun kita mampu mengendalikan diri kita untuk tidak menuruti semua kemauan orang lain.”

Memang seyogyanya yang namanya pesta adalah momen berbagi maslahah dan kebahagiaan dengan banyak orang, bukan malah menjadi masalah bagi diri sendiri dan mendatangkan masalah bagi orang lain. []

 

Tags: keluargaMafsadatmaslahahPerempuan Bukan Sumber FitnahperkawinanPesta PernikahanWalimah
Sulma Samkhaty Maghfiroh

Sulma Samkhaty Maghfiroh

Penulis Merupakan Anggota Komunitas Puan Menulis, dan berasal dari Ungaran Jawa Tengah

Terkait Posts

Pemimpin Keluarga

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

4 Juli 2025
Gerakan KUPI

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

4 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Ahmad Dhani dan Microaggression Verbal pada Mantan Pasangan
  • Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID