• Login
  • Register
Rabu, 1 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Q & A: Bekerja dari Rumah, Apa Harus Seizin Pasangan, Min?

Sepanjang sejarah praktik kehidupan di zaman Nabi Saw, banyak riwayat yang menyebutkan bahwa beberapa sahabat perempuan juga bekerja baik di dalam maupun di luar rumah

Vevi Alfi Maghfiroh Vevi Alfi Maghfiroh
03/01/2022
in Hukum Syariat, Rekomendasi
0
Istri tidak Masak untuk Suami

Pekerja Rumah Tangga

55
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – ‘Ditunggu jawabannya ya, Kak! Saya tidak tahu lagi harus bertanya pada siapa’ Kalimat ini seringkali muncul di paragraf akhir dari pertanyaan yang masuk ke Direct Message Instagram Mubadalah.Id. Tentu saja kami yang bekerja sebagai admin dan pengelola Media Mubadalah.Id merasa bahagia dengan kepercayaan yang diberikan teman-teman followers kepada kami.

Namun karena berbagai keterbatasan, terkadang kami hanya menjawab singkat. Tentu saja karena setiap pertanyaan yang masuk tidak bisa dijawab sederhana, bahkan jika dituliskan akan panjang. Oleh karenanya kami berikhtiar menjawab setiap pertanyaan yang masuk melalui tulisan Q & A yang akan diunggah di laman website Mubadalah.Id. Salah satu pertanyaan tentang perempuan bekerja yang masuk dari akun Um********na:

Assalamualaikum, Kak. Saya adalah salah satu penyuka konten mubadalah dan senang dengan kajian akun kakak. Kak izin bertanya, “Jika seorang istri ingin berbisnis tapi dia memulai bisnis dari rumah tanpa harus keluar, apakah dia tetap harus izin suami? Mohon jawabannya kak”

Sebagaimana yang kita ketahui dalam surat al-Nahl ayat 97 disebutkan secara tegas bahwa laki-laki dan perempuan diharuskan untuk melakukan aktivitas positif, sebagai bagian dari amanah menjadi khalifah di muka bumi untuk memakmurkan kehidupan.

Sepanjang sejarah praktik kehidupan di zaman Nabi Saw, banyak riwayat yang menyebutkan bahwa beberapa sahabat perempuan juga bekerja baik di dalam maupun di luar rumah. Pekerjaan yang mereka lakukan beragam, baik untuk kepentingan sosial maupun hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bahkan istri Rasul pun ada yang bekerja.

Dari riwayat tersebut dan dari berbagai literarur fikih sekalipun tidak ditemukan larangan perempuan bekerja. Maka sudah jelas sekali perempuan diperbolehkan bekerja baik sebelum maupun sesudah menikah. Namun apakah harus atas izin suami?

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Kewajiban Nafkah Keluarga dalam Perspektif Mubadalah
  • Benarkah Nafkah Menjadi Tanggungjawab Suami?
  • Melihat Perempuan Dalam Gelap
  • Dilema Perempuan Karier

Baca Juga:

Kewajiban Nafkah Keluarga dalam Perspektif Mubadalah

Benarkah Nafkah Menjadi Tanggungjawab Suami?

Melihat Perempuan Dalam Gelap

Dilema Perempuan Karier

Dalam pernikahan, ada bebera hal yang harus diperhatikan agar tercipta keluarga bahagia dan penuh kemasalahatan. Pertama, harus memiliki pondasi bangunan keluarga yang kuat. Pondasi tersebut yakni prinsip keadilan (mu’adalah), kesalingan (mubadalah), dan keseimbangan (muwazanah) dalam membina rumah tangga.

Kedua, harus memiliki pilar-pilar yang mendorong bangunan keluarga itu kokoh. Ada lima pilar yang harus diperhatikan, yakni pemahaman perspektif zawaj (pasangan), yang bermakna bahwa segala sesuatunya tidak bisa diputuskan secara sepihak. Pilar yang kedua, memahami bahwa pernikahan itu adalah mitsaqan ghalidha (ikatan yang suci).

Pilar yang ketiga yakni mu’asyarah bi al-ma’ruf, yang mengharuskan keduanya saling berbuat baik. Pilar yang keempat yakni musyawarah dan mufakat di setiap keputusan, dan yang kelima taradin, yang mengharuskan keduanya saling ridho dalam segala hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban dalam berumah tangga.

Tak cukup hanya dengan pondasi dan pilar saja, ada hal lain juga yang harus diperhatikan dalam berumah tangga, yakni: Ketiga, bangunan keluarga yang bahagia harus memiliki atap berupa perspektif kemaslahatan. Maka segala sesuatu yang dijalani dan diputuskan harus mengandung kemaslahatan semua anggota keluarga untuk mencapai suasana jiwa sakinah, penuh cinta kasih, dan penuh rahmah.

Jika melihat dari kerangka bangunan ini, maka sudah jelas bahwa apapun yang dilakukan suami istri harus atas sepengetahuan dan seizin pasangannya. Namun pertanyaannya apakah kemudian jika istri bekerja tanpa restu suami dianggap melanggar peraturan agama?

Mengutip dari tulisan Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku ‘Umat Bertanya, Ulama Menjawab’ (hlm 40). Dalam Fatwa Ibn Hajar, Juz IV h. 205 dan al-Mughni li ibn Qudamah, Juz VII, h. 573 dijelaskan bahwa dalam pandangan banyak ulama fikih, suami juga tidak berhak sama sekali untuk melarang istri bekerja mencari nafkah, apalagi jika nyatanya dia tidak bekerja mencari nafkah, baik karena sakit, miskin atau karena yang lain.

Begitupun dalam fikih Hanbali, seorang lelaki yang pada awalnya sudah mengetahui dan menerima calon istrinya sebagai pekerja (perempuan karir) yang sudah pasti setelah perkawinan juga akan terus bekerja, maka kemudian suami tidak boleh melarang istrinya bekerja atas alasan apapun. (Wahbah az-Zuhaili: al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Juz VII, h. 795).

Bahkan fikih juga membenarkan suami dan istri yang keduanya sama-sama bekerja, yang tentu saja dengan syarat-syarat dan ketentuan yang disepakati. Dalam hal ini bermakna bahwa fikih tidak memandang kewajiban seorang suami untuk mencari nafkah menjadi penghalang bagi perempuan untuk bekerja, sehingga ia sama sekali tidak bisa dijadikan alasan bagi pelarangan agama terhadap perempuan bekerja.

Dari referensi-refensi di atas, kami kira sudah cukup menjawab pertanyaan bahwa tidak ada pelarangan atas perempuan pekerja. Namun tentu saja apapun yang terjadi di dalam rumah tangga harus atas sepengetahuan dan musyawarah bersama, agar keduanya saling ridho dan saling mendukung satu sama lain. []

Tags: Fiqih Keluarganafkahperempuan bekerja
Vevi Alfi Maghfiroh

Vevi Alfi Maghfiroh

Mahasiswa Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Akhlak Manusia

Akhlak Manusia Sebagai Ruh Fikih

1 Februari 2023
Aborsi Korban Perkosaan

Ulama Bolehkan Aborsi Korban Perkosaan

31 Januari 2023
Tradisi Tedhak Siten

Menggali Makna Tradisi Tedhak Siten, Benarkah Tidak Islami?

29 Januari 2023
Fatwa KUPI

Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis

28 Januari 2023
Kampus Cantik

Akun Instagram Kampus Cantik, Sebuah Bentuk Glorifikasi Seksisme Bagi Perempuan

27 Januari 2023
Toxic Parents

Toxic Parents dan Akibatnya pada Pengasuhan Anak

26 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • keluarga

    7 Prinsip Dalam Berkeluarga Ala Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Relasi Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melihat Keterlibatan Perempuan dalam Tradisi Nyadran Perdamaian di Temanggung Jawa Tengah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Saat Nabi Saw Tertawa Karena Mendengar Cerita Kentut dari Salma

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Akhlak Manusia Sebagai Ruh Fikih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pandangan Abu Syuqqah Tentang Isu Kesetaraan Gender
  • Mematri Wasiat Buya Husein Muhammad
  • Kisah Saat Nabi Saw Apresiasi Kepada Para Perempuan Pekerja
  • Pertemuan Mitologi, Ekologi, dan Phallotechnology dalam Film Troll
  • Kisah Saat Nabi Saw Tertawa Karena Mendengar Cerita Kentut dari Salma

Komentar Terbaru

  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama pada Relasi Mubadalah: Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part I
  • Urgensi Pencegahan Ekstrimisme Budaya Momshaming - Mubadalah pada RAN PE dan Penanggulangan Ekstrimisme di Masa Pandemi
  • Antara Ungkapan Perancis La Femme Fatale dan Mubadalah - Mubadalah pada Dialog Filsafat: Al-Makmun dan Aristoteles
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist