• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Relasi Kesalingan untuk Ketahanan Keluarga

Winarno Winarno
25/01/2019
in Kolom
0
Keluarga dua anak

Ilustrasi: pixabay[dot]com

63
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Ketika seorang pria dan perempuan ingin membangun mahligai rumah tangga, maka pasangan itu akan melakukan prosesi sakral pernikahan dengan ijab dan qobul terlebih dahulu. Proses ini sebagai pijakan awal membangun keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah (Samara).

Sayangnya hal itu tidak dibarengi dengan pengetahuan relasi kesalingan yang adil, seimbang, dan setara dalam berumah tangga. Sehingga salah satu pihak mendapatkan perlakuan tak adil. Karena tugas domestik dan mengurus anak sepenuhnya diserahkan kepada istri.

Apalagi istri memiliki peran reproduksi. Dari mulai hamil, melahirkan hingga menyusui anak-anaknya. Terutama proses melahirkan, perempuan harus mempunyai tenaga ekstra, baik fisik dan juga mental untuk mengeluarkan jabang bayi. Bahkan istri harus mempertaruhkan nyawanya.

Di samping itu, meskipun kita ketahui bahwa partisipasi perempuan di ranah publik, dari mulai pendidikan, karier dan pengembangan life skill semakin meningkat. Namun perempuan masih terbebani dengan pekerjaan domestik dan anak, sehingga double burden masih terjadi di masyarakat.

Sudah bekerja di luar, tapi ketika di rumah perempuan harus dibebani dengan urusan domestik. Kalau menurut Bang Rhoma sih, terlalu. Katanya sayang istri, kok tidak mau berbagi peran di rumah? Padahal perempuan juga telah berbagi peran dalam menopang ekonomi keluarga.

Baca Juga:

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Tafsir Sakinah

Saya kira pekerjaan domestik bukanlah kodrat perempuan melainkan menjadi tanggung jawab bersama antara laki-laki dan perempuan. Tinggal disepakati bersama dan pekerjaan rumah dibagi, seperti mencuci pakaian, perabotan, menyapu, mengepel, menyetrika hingga mengurus anak.

Sebab istri bukanlah pelayan yang dapat disuruh seenaknya suami. Istri bukan robot, tapi manusia yang diciptakan Allah Swt, yang derajatnya sama seperti laki-laki. Keduanya merupakan manusia yang mulia dan bermartabat.

Mengapa begitu penting memiliki pengetahuan relasi kesalingan yang adil gender dalam mewujudkan keluarga samara sesuai inti surat Al-Quran Ar-Rum ayat 21?

Pasalnya, apabila keluarga tidak dibangun berdasarkan relasi kesalingan. Maka hal itu dapat mengancam bahtera rumah tangga (perceraian). Sebab tak ada kerjasama dan tanggung jawab dari kedua belah pihak, sehingga tujuan pernikahan tuk meraih kebahagiaan bersama tidak tercapai.

Mengutip data Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) tahun 2010-2014 yang diperoleh dari Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI menyebutkan penyebab tingginya angka perceraian ternyata didominasi kurangnya pengetahuan relasi kesalingan.

Masih menurut data Badilag MA bahwa perceraian diakibatkan 5 faktor, yaitu tidak ada keharmonisan, tidak ada tanggung jawab, faktor ekonomi, gangguan pihak ketiga dan cemburu. 5 faktor penyebab perceraian itu bisa kita cegah dengan fondasi relasi kesalingan.

Jika suami ingin dilayani, maka istri pun berhak dilayani suami dan jika suami meminta sesuatu, maka istri pun punya hak minta sesuatu. Dan jika ingin menambah keuangan keluarga, maka berilah kebebasan pada istri untuk bekerja dan berkarya.

Terakhir, jika cintanya tak ingin dikhianati, maka jangan mengkhianati cinta yang sudah dibangun lama. Janganlah menuruti nafsu, karena itu hanya sesaat. Yang bertahan lama adalah saling mencintai, menyayangi dan melengkapi satu sama lain.

Untuk mencapai pulau kebahagiaan satu ke pulau kebahagiaan lain, maka bahtera harus didayung bersama. Kalau ada ombak besar sekalipun tentu bisa dilalui bersama. Kalau mendayung sendiri, maka hal itu dapat mengancam terbaliknya bahtera (ketahanan keluarga).

Saya kira sangat penting membangun keluarga samara dengan relasi kesalingan yang adil gender. Dibangun berdasarkan kerjasama dan kemitraaan dari keduanya untuk mewujudkan ketahanan keluarga yang bahagia.

Membangun ketahanan keluarga memang tidak mudah. Jika tidak dibekali dengan pengetahuan relasi kesalingan dua belah pihak. Kesalingan bukan hanya masalah pendidikan, karier atau pengembangan diri, tetapi pekerjaan domestik dan mengurus juga harus dilandasi kesalingan. Saling bekerja urusan domestik dan mengurus anak.

Bagi generasi milenial yang ingin membangun keluarga melalui ikatan pernikahan sudah semestinya membekali diri dengan pengetahuan relasi kesalingan. Saling mencintai, menyayangi, dan berbagi segala jenis pekerjaan, termasuk kerja domestik seperti mengurus anak. Dari situlah akan tercipta keluarga yang harmonis dan bahagia. Wallahu a’lam bishawab.[]

Tags: bahagiaberbagikasihkeluargaKesalinganmawadahmengasuhMubadalahpekerjaanrahmahrumah tanggasakinahsayang
Winarno

Winarno

Winarno, Alumni Pondok An-Nasucha, dan ISIF Cirebon Fakultas Usuluddin

Terkait Posts

Konten Kesedihan

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

3 Juli 2025
Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
SAK

Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

2 Juli 2025
Wahabi Lingkungan

Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela

2 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Menstruasi

Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Boys Don’t Cry

    Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu
  • Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID