• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Rohingya dan Refleksi Hijrah Nabi

Kita hanya perlu menggunakan kacamata kemanusiaan dalam melihat tertindasnya para pengungsi Rohingya

Aaz Haz Aaz Haz
22/11/2023
in Publik, Rekomendasi
0
Rohingya

Rohingya

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id– Sebuah kapal kayu berisi 249 orang pencari suaka Rohingya bersandar di Bireun, Aceh. Namun sayangnya, warga setempat tidak memberi izin kapal tersebut bersandar. Fenomena “manusia perahu” pencari suaka ini terus berulang akibat krisis kemanusiaan di Rakhine Myanmar.

Ada yang terlewat dari cara kita merespon tragedi kemanusiaan terbesar di wilayah Asia Tenggara ini. Sederhananya, mungkin Rohingnya adalah penindasan yang terlupakan oleh dunia. Saya akan mengajak salingers untuk melihat Rohingya dari kacamata refleksi hijrah nabi. Keduanya berangkat dari diskriminasi dan eksploitasi yang diterima di tanah asalnya.

Siapakah Rohingya?

Eskalasi kekerasan terhadap etnis ini terus menerus terjadi dari tahun 2016. Kekerasan justru datang dari pemerintah Myanmar yang enggan mengakui etnis ini sebagai warga negara mereka. Menurut pemerintah Myanmar, Rohingya adalah etnis pendatang yang menurut konstitusi mereka tidak berhak menerima kewarganegaraan.

Melansir dari BBC News, PBB mendefinisikan Rohingya sebagai minoritas agama dan etnis yang hidup di negara bagian termiskin di Myanmar. Bahkan sejarawan berpendapat etnis ini sudah menempati Rakhine sejak ratusan tahun yang lalu.

Hidup di daerah miskin dengan sumber daya yang tidak banyak, menjadikan perebutan sumber daya terjadi tidak sehat. Etnis selain Rohingya yang menempati wilayah tersebut mendiskriminasi dan menumbuhkan sentimen agama. Mereka beranggapan bahwa Rohingya adalah pendatang dan tidak berhak atas sumber daya yang ada.

Baca Juga:

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Kemanusiaan sebelum Aksesibilitas: Kita—Difabel

Gesekan semacam inilah yang menimbulkan konflik bersenjata antar etnis dan kemudian meluas menjadi konflik etnis dan militer. Konflik sejak beberapa tahun terakhir ini, menjadikan Rohingya pada kondisi sosiologis yang betul-betul merugikan. Hak hidup mereka terampas oleh serentetan operasi militer yang lebih pantas disebut genosida.

Melihat Rohingnya Dengan Kemanusiaan

Berada pada kondisi sosiologis yang tidak menguntungkan, banyak warga Rohingya memutuskan untuk meninggalkan Myanmar dengan menggunakan perahu kayu. Mereka berusaha mencari suaka dan penghidupan di negara-negara sekitar yang tidak jauh dari Myanmar.

Indonesia merupakan salah satu negara yang menerima pengungsi Rohingya dan menampungnya. Namun belakangan, warga Aceh yang wilayahnya sering disinggahi pengungsi tidak mau lagi menerima ratusan “manusia perahu” tersebut.

Saya betul-betul mengapresiasi tindakan warga Aceh. Meskipun mereka menolak pengungsi, mereka masih memberikan bahan-bahan makanan kepada para pengungsi. Kalau bukan rasa kemanusiaan yang bekerja, tolong-menolong ini tidak mungkin terjadi.

Rasanya kita tidak perlu melihat fenomena ini dengan menggunakan jubah agama atau identitas etnis. Kita hanya perlu menggunakan kacamata kemanusiaan dalam melihat tertindasnya para pengungsi Rohingya.

Saya sungguh tidak bisa membayangkan sebuah perahu kayu kecil penuh sesak manusia terombang-ambing di lautan. Agustus lalu, perahu yang membawa pengungsi terbalik di Teluk Benggala, sedikitnya 17 orang meninggal dalam peristiwa tersebut. Belum lagi ada dua kelompok rentan yaitu perempuan dan anak-anak yang ikut dalam perahu tersebut.

Sudah pasti perempuan dan anak-anak paling merasakan dampak terberatnya. Pengalaman reproduksi perempuan (haid) akan terasa sangat berat di tengah situasi yang tidak menentu. Seringkali terlupakan, bantuan kemanusiaan hanya berupa makanan instan dan pakaian, sedangkan pembalut dan kebutuhan perempuan lainnya terlewatkan.

Indonesia tentu tak bisa dituntut menjadi satu-satunya yang memecahkan masalah ini. Perlu andil seluruh pihak termasuk PBB dan ASEAN dalam memecahkan masalah kemanusiaan terberat di Asia Tenggara ini.

Hijrah Yang Tolong Menolong

Kondisi sosiologis yang tidak menguntungkan juga mendorong hijrah umat Islam dari Makkah ke Madinah 1445 tahun lalu. Islam di awal kemunculannya menjadi sebuah identitas yang asing dan menjadi minoritas. Karena menjadi minoritas, muslim pada saat itu mengalami diskriminasi luar biasa dari kaum kafir Makkah.

Hijrah ke Habasyah (Ethiopia) dan ke Madinah bukan langkah keputusasaan dari umat Islam. Hijrah adalah upaya untuk mencari kehidupan sosial yang layak dan terlindungi.

Sementara itu, setelah di tujuan hijrah umat Islam tidak berdiam diri menunggu bantuan. Nabi mempersaudarakan muhajirin dan anshor. Melalui strategi ini, terjadilah kerjasama dan pembagian sumber daya yang adil dan merata. Beberapa sahabat nabi yang menjadi saudara kaum Anshor adalah Abu Bakar dengan Kharijah bin Zubair dan Umar bin Khattab dengan Itban bin Malik.

Kita dapat mengambil semangat tolong menolong dalam hijrah ini dalam melihat Rohingya. Bagaimanapun mereka hanyalah manusia yang sedang dihadapkan dengan konflik kekerasan di tanah kelahirannya. Para pengungsi tidak mungkin datang jika di negara mereka sendiri dalam keadaan aman, bukankah begitu salingers?.

Yang kuat menolong yang lemah, itu adalah semangat hijrah nabi yang harus kita pegang hari ini. Dalam konteks Rohingya, negara penerima suaka cukup dengan memberikan penampungan yang layak bagi pengungsi dan menjamin keamanannya. Jangan sampai di pengungsian mereka mendapat kekerasan dan diskriminasi lagi seperti di negara asalnya. []

Tags: AcehDonasiHijrah NabikemanusiaanRohingya
Aaz Haz

Aaz Haz

Silih Asah Silih Asih Silih Asuh

Terkait Posts

Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!
  • KB dalam Pandangan Islam
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version