• Login
  • Register
Rabu, 29 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

RUU P-KS dalam Pandangan KUPI

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
04/09/2020
in Aktual, Ayat Quran, Publik
0
288
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Acara ini merupakan acara launching buku saku Tanya Jawab Seputar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari Pandangan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang diadakan oleh Alimat, KUPI, dan bekerjasama dengan KOMNAS Perempuan. Acara dibuka dengan sambutan dari Andy Yentriyani (Ketua Komnas Perempuan) dan Nyai Badriyah Fayumi (Ketua Alimat) dengan menyampaikan pentingnya kehadiran buku ini dalam mengijtihadkan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual oleh pihak-pihat terkait.

Acara kemudian dilanjutkan dengan pemaparan-pemaparan yang disampaikan oleh para narasumber, yakni:
KH. Husein Muhammad, yang menjelaskan tentang bagaiamana Islam memandang kekerasan, khususnya perempuan. Mengutip sebuah kaidah yang artinya: “Semua agama hadir untuk membimbing manusia ke jalan hidup yang mulia, menciptakan kehidupan sosial yang baik, persaudaraan, saling sayang, dan keadilan, bukan untuk pembodohan, kerusakan, saling membenci dan kerusakan, ini adalah tujuan semua agama. Segala yang tidak bertujuan dengan tujuan agama dalam kaidah ini, maka akan batal dengan sendirinya. Di dalam Alquran disebutkan bahwa setiap manusia Bani Adam itu terhormat, oleh karena itu jangan merendahkan siapapun dan apapun, karena Tuhan tidak merendahkan siapapun dan apapun ketika menciptakannya.”

Selanjutnya Kyai Husein mengatakan bahwa kondisi RUU yang dipermasalahkan ini sejatinya dikarenakan tiga faktor: faktor kepentingan elit; faktor ketidakpahaman atas masalah: perbedaan pandangan keagamaan. KH. Husein berfokus pada faktor ketiga, untuk perbedaan pandangan keagamaan, khususnya gender, sangat sulit sekali untuk mendapatkan titik temu. Karena dalam pemahaman Fiqih, ada pihak-pihak yang mensakralkannya, padahal Fiqih bukanlah agama, Fiqih sendiri adalah pandangan kaum agamawan sebagai respon terhadap isu dalam suatu ruang dan masa, yang tentunya bisa berubah (seperti pemahaman tentang kondisi istri yang dilaknat sampai pagi karena tidak melayani sang suami, atau juga kewajiban istri melayani suami walaupun sedang di dapur).

Dalam konteks kekerasan seksual, terlebih dahulu yang terpenting adalah dalam lingkungan keluarga, khususnya dalam relasi suami istri. Jika suami tidak melakukan kekerasan terhadap istrinya, dan sebaliknya, secara tidak langsung mereka melindungi hak hidup, hak kehormatan, hak keyakinan, hak kesejahteraan reproduksi, hak milik, hak ekonomi, dan hak terhadap lingkungan hidup yang dapat diterapkan dalam relasi manusia khusus dan secara umum. Manusia harus dilindungi hak-hak mendasarnya oleh siapapun dan dimanapun. Inilah prisnsip-prinsip universal dalam Islam yang dapat diterapkan dalam mencegah segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan seksual.

Kemudian Pembicara berikutnya ialah Siti Ruhaini Dzuhayatin yang merupakan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI. Mengutip ayat populer yang berkaitan dengan relasi perempuan dan laki-laki, yakni Al-Nisa ayat 34, Nyai Ruha menegaskan bahwa pada hakikatnya, ayat ini adalah ayat tentang perlindungan, bukan tentang kepemimpinan. Sehingga konteksnya adalah pendampingan dan perlindungan untuk perempuan. Adapun dalam Al-Nisa ayat 35 juga dijelaskan, jika ada masalah dalam perlindungan ini, maka terdapat konsep hakam atau hakim sebagai mediator. Konsep ini dapat secara lebih luas lagi dimaknai sebagai perlindungan yang dapat dilakukan oleh Negara melalui Undang-Undang dan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh wakil wakyat dalam konteks bangsa Indonesia.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Islam Pada Awalnya Asing
  • Jalan Tengah Pengasuhan Anak
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?

Baca Juga:

Islam Pada Awalnya Asing

Jalan Tengah Pengasuhan Anak

Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal

Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?

Termasuk dalam urusan mahram, Bagi Nyai Ruha, mahramnya adalah Negara, karena baik dirinya maupun pasangannya memberikan mandat kepada Negara untuk dapat melindungi dirinya. Contohnya ialah ketika ia bepergian ke luar negeri, yang menjadi mahramnya adalah paspor dan kartu kredit yang dapat menjamin keamanannya. Pemerintah memiliki peran sentral dalam perlindungan warga, dan merupakan mandat konstitusi.

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan segala kendalanya harus segera disahkan, tentunya dengan melakukan penyempurnaan-penyempurnaan terhadap konten dan subjek of law yang dianggap belum terlalu kuat. Baginya, buku ini akan melengkapi culture of law yang dapat dibaca oleh siapapun (baik masyarakat umum maupun anggota pemerintah) yang kita butuhkan untuk mem-backup aspek-aspek yang belum kuat dan menimbulkan berbagai kontroversi tadi.

KH. Wawan Gunawan Abdul Hamid juga memaparkan pendapat yang sejalan dengan dua narasumber sebelumnya. Baginya, adanya sangkaan perihal RUU ini sebagai hal yang dapat merusak hubungan keluarga dan sendi-sendi yang terdapat dalam masyarakat, merupakan sangkaan yang didasarkan pada ketidaktahuan saja. Sejatinya, semua manusia harus dimuliakan, dan segala bentuk yang menciderainya merupakan bentuk kemunkaran.

Ekspresi yang dapat menciderai kemuliaan manusia ini salah satunya adalah pelecehan seksual dengan segala bentuknya. Dalam bahasa agama, pencideraan ini bagian dari menyakiti pihak lain, dalam konteks apapun, maka sesungguhnya hal tersebut merupakan bagian dari ketidakimanan, ketidakislaman, karena Islam sangat tidak menganjurkan segala bentuk hal yang menyakiti, tidak hanya dalam perkataan, namun juga perbuatan.

Mengutip Al-Quran surah Al-Nahl ayat 90, Kiai Wawan mengatakan bahwa kemuliaan manusia dapat dijaga dengan membangun relasi yang adil. Upaya-upaya yang menciderai relasi-relasi yang ada itu sudah menjadi bagian dari upaya melenyapkan potensi-potensi dari kemuliaan yang dimiliki manusia. Pernyataannya ini kemudian ditegaskan kembali dengan mengutip Alquran surah Al-Maidah ayat 32 yang artinya: “membuat kerusakan di muka bumi sama saja merusak kehidupan manusia seluruhnya. Siapa yang menjaga relasi yang adil dan beradab, dan kemuliaannya terjaga, sama saja dengan menghidupkan potensi kemuliaan manusia secara seluruhnya.”

Guna menjaga kemuliaan relasi sesama manusia, maka relasi yang adil adalah sebuah keniscayaan dan juga merupakan sebuah kewajiban. Oleh karena itu, segala upaya yang mengarah kesana, hukumnya juga wajib, sebagiamana bunyi kaidah yang artinya: “seusatu yang dihukumi wajib, dan ada aspek-aspek lain yang mendukung perkara wajib itu, maka hukumnya wajib pula.”

Dalam konteks bangsa Indonesia, peran Negara harus hadir untuk mewujudkan keadilan dalam semua relasi. Karena ciri Negara yang adil adalah Negara yang mampu mengejawantahkan segala bentuk keadilan di tengah rakyatnya. Jika ada perintah terhadap sesuatu, berarti ada larangan terhadap sebaliknya. Dalam pernyataan penutupnya, Kiai Wawan menegaskan bahwa jika keadilan harus dilakukan, maka perlawanan terhadap itu adalah sebuah kemungkaran.

Lalu sebagai pembicara keempat, Kalis Mardiasih sebagai influencer millenial menjelaskan bagaimana RUU Penghapusan Kekerasan Seksual direspon baik oleh kalangan muda saat ini. Menurutnya, hal ini dapat dikategorikan menjadi dua golongan: Pertama, lahirnya komunitas-komunitas kaum muda yang progresif dan perduli terhadap keberadaan RUU ini. Golongan ini termasuk kumpulan anak-anak muda yang terbuka dan optimis. Dan tentunya golongan kedua adalah golongan para milenial yang pesimis. Kendati demikian, peran para milenial optimis sangat diperlukan untuk mengkampanyekan RUU ini di berbagai lini dimana mereka dapat berperan.

KH. Imam Naha’i, selaku Komisioner Komnas Perempuan, menganggap buku ini berikut RUU Penghapausan Kekerasan Seksual sebagai sesuatu yang penting sebagaimana yang dipaparkan oleh narasumber-narasumber sebelumnya. Mengambil contoh perkawinan anak, dalam kitab Fiqih terdapat pendapat yang mengatakan bahwa orang tua bisa di-ta’zir atau dihukum jika memaksa anaknya menikah. Dengan kata lain, pemaksaan oleh siapapun, terhadap siapapun, atas dasar apapun, dan dalam kondisi apapun, itu dilarang, termasuk pemaksaan dalam perkawinan.

Oleh karena itu, pemaksaan-pemaksaan yang ada tidaklah sejalan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran Islam, sehingga RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini dapat dikatakan sebagai hal yang justru sejalan dengan nilai-nilai dasar dalam agama. Ringkasnya, menurut Sri Wiyanti Eddyono selaku moderator, keberadaan RUU ini adalah untuk menjaga kemaslahatan umat, sehingga secara logis seharusnya tidak ada alasan untuk menolak pengesahannya. []

Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

28 Maret 2023
Tradisi di Bulan Ramadan

Menggali Nilai-nilai Tradisi di Bulan Ramadan yang Mulia

28 Maret 2023
Puasa Dalam Perspektif Psikologi

Puasa Dalam Perspektif Psikologi dan Pentingnya Pengendalian Diri

28 Maret 2023
Perempuan Ngaji

Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan

27 Maret 2023
Propaganda Intoleransi

Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik

27 Maret 2023
Akhlak dan perilaku yang baik

Pentingnya Memiliki Akhlak dan Perilaku yang Baik Kepada Semua Umat Manusia

26 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sittin al-‘Adliyah

    Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggali Nilai-nilai Tradisi di Bulan Ramadan yang Mulia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Pada Awalnya Asing

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Pada Awalnya Asing
  • Jalan Tengah Pengasuhan Anak
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist