• Login
  • Register
Sabtu, 10 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Salah Kaprah Kita Perihal “Banyak Anak Banyak Rezeki”

Memiliki banyak anak artinya juga memiliki tanggung jawab yang besar sebagai orang tua

Nela Salamah Nela Salamah
16/11/2024
in Personal
0
Banyak Anak Banyak Rezeki

Banyak Anak Banyak Rezeki

757
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – “konsep banyak anak banyak rezeki mohon dihilangkan”, begitu kira-kira komentar salah satu netizen di platform media sosial X. Bukan tanpa alasan, cuitan/komentar tersebut  merupakan tanggapan atas flowcart (bagan alur) sederhana yang menjelaskan bagaimana kemiskinan itu secara struktural terjadi.

Secara garis besar, kemiskinan struktural berkaitan dengan banyak anak karena akses pendidikan dan akses kesehatan yang rendah. Kelompok ini juga cenderung menggunakan kegiatan seks (tanpa KB) sebagai rekreasi. Seperti yang bisa kita tebak alurnya, kelompok ini cenderung melahirkan banyak anak dengan keadaan yang tidak memiliki persiapan khusus dari segi finansial.

Komentar di atas juga mengingatkan pada perkataan salah satu teman orang tua saya. “Arane rezekie setitik ya anake mung siji mah”, (berarti rizkinya sedikit nanti kalua cuma punya satu anak). Begitu kira-kira ucapan beliau ketika mengetahui orang tua saya hanya memiliki satu anak.

Lalu bagaimana sebenarnya konsep “banyak anak banyak rezeki” ini? Apakah selama ini kita sudah benar memahami konsep tersebut? Atau justru kita salah kaprah?

Banyak Anak Banyak Rezeki dan Propaganda Zaman Kolonial

Jika membaca kembali sejarah, slogan banyak anak banyak rezeki pertama kali muncul pada masyarakat Jawa masa cultuurstelsel. Kemunculan slogan ini merupakan akibat dari krisis ekonomi yang melanda Belanda dan kemunculan solusi radikal yakni sistem tanam paksa.

Baca Juga:

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

Vasektomi untuk Bansos: Syariat, HAM, Gender hingga Relasi Kuasa

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

Separuh Mahar untuk Istri? Ini Bukan Soal Diskon, Tapi Fikih

Akibatnya pemerintah Kolonial membentuk  masyarakat Jawa agar memiliki banyak anak guna memenuhi besarnya kebutuhan tenaga kerja mereka. Melalui slogan banyak anak banyak rezeki, belanda melakukan propaganda untuk mencapai tujuan mereka.

Belanda membutuhkan banyak tenaga kerja untuk menjaga kestabilan ekonomi mereka melalui sistem tanam paksa. Hal tersebut yang kemudian melatarbelakangi pertumbuhan penduduk yang signifikan juga langgengnya slogan banyak anak banyak rezeki hingga sekarang.

Banyak Anak Banyak Rezeki Konsep Islami?

Seringkali juga orang-orang menganggap slogan banyak anak banyak rezeki merupakan konsep islami. Namun, benarkah demikian?

Melansir dari situs website NU Online, terdapat dua hadis yang membahas perihal anak/keturunan. Dua hadis ini dari Sunan Abi Dawud dan Sunan An-Nasai yang bermuatan anjuran memiliki keturunan baik banyak atau sedikit yang terpenting adalah keberlangsungan hidup mereka dicukupi dan masa depan mereka diperhatikan.

Redaksi dari hadis An-Nasai menjelaskan bahwasannya memiliki anak dan istri bertanggung jawab untuk menafkahi, mendidik dan juga memperhatikan dari sisi finansial. Rasululllah menasehati Sa’ad bin Abi Waqos untuk mendahulukan kesejahteraan anak agar nanti tidak meninggalkannya dalam keadaan serba kekurangan.

Jadi dapat kita simpulkan bahwasaanya islam tidak mempermasalahkan pilihan untuk mempunyai banyak anak atau sedikit. Poin pentingnya adalah banyak atau sedikitnya anak, orang tua tetap bisa memperhatikan pendidikan dan kesejahterannya.

Hak Anak dan Kewajiban Sebagai Orang Tua

Memiliki banyak anak artinya juga memiliki tanggung jawab yang besar sebagai orang tua. Al-quran dan hadis bahkan sudah mengatur sedemikian rupa hak anak yang sudah seharusnya orang tua berikan kepada mereka.

Seorang anak memiliki hak untuk dilahirkan dari kedua orang tua yang salih salihah. Hak perlindungan kehidupan saat ia masih menjadi janin, hak menyambunya dengan gembira saat lahir, dan hak menerima secara rida kepada Allah Swt apapun jenin kelamin mereka tanpa membedakan laki-laki dan perempuan.

Hak yang tidak kalah penting yakni hak nafkah dari rizki yang halal hingga usia dewasa, dan juga hak mendapatkan pendidikan baik agama maupun secara umum.

Kiai Faqihudin Abdu Qadir dalam buknya yang berjudul Perempuan (Bukan) Makhluk Domestik menjelaskan bagaimana relasi seorang anak dan orang tuanya. Keduanya memiliki hak dan kewajiban.

Kewajiban orang tua adalah memberikan kasih sayang kepada anaknya dan akan mendapatkan haknya berupa penghormatan dari seorang anak. Begitu juga dengan anak yang memiliki kewajiban untuk menghormati dan memuliakan orang tua, mereka akan memperoleh haknya yakni mendapatkan kasih sayang.

Oleh karena itu ketika kita memiliki banyak anak, maka tanggung jawab yang kita pikul sebagai orang tua juga semakin besar. Akan lebih tepat jika konsep “banyak anak banyak rezeki” dimaknai ketika kita memiliki banyak anak, maka banyak rezeki yang harus kita cari. []

Tags: Banyak Anak Banyak RezekiHak anakkeluarganafkahRelasi
Nela Salamah

Nela Salamah

Perempuan yang ingin namanya abadi melalui tulisan.

Terkait Posts

Membaca Kartini

Merebut Tafsir: Membaca Kartini dalam Konteks Politik Etis

10 Mei 2025
Kisah Luna Maya

Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

9 Mei 2025
Waktu Berlalu Cepat

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

9 Mei 2025
Memilih Pasangan

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

8 Mei 2025
Keheningan

Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

8 Mei 2025
Separuh Mahar

Separuh Mahar untuk Istri? Ini Bukan Soal Diskon, Tapi Fikih

7 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • PRT

    Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bekerja adalah Ibadah
  • Merebut Tafsir: Membaca Kartini dalam Konteks Politik Etis
  • Perempuan Bekerja, Mengapa Tidak?
  • Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah
  • Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version