• Login
  • Register
Rabu, 9 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Sampah Pesantren: Imajinasi Mengelola Eco-Green

Saya yakindan percaya bahwa santri memiliki imajinasi lain dalam menyikapi persoalan sampah di setiap pesantrennya

M. Baha Uddin M. Baha Uddin
07/03/2024
in Publik, Rekomendasi
0
sampah pesantren

sampah pesantren

659
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Isu lingkungan menjadi sentimentil manakala kita menatap kondisi Indonesia mutakhir. Sampah, satu di antaranya bisa menyebabkan banjir. Setiap individu, keluarga, dan lembaga, setiap detiknya tak luput dari menghasilkan sampah. Tak terhitung jumlahnya, apalagi dalam sebuah lembaga besar, sampah pesantren misalnya.

Manusia selain mencari penghidupan, pun sejatinya terbebani untuk menjadi penyeimbang alam. Barangkali beban tersebut tidak menjadi cambuk tetapi malah memberi untung baginya. Tak heran sekian manusia gemagah memperlakukan alam dengan semena-mena.

Di sana-sini pengerukan isi perut bumi tak kunjung berhenti. Pembabatan pohon-pohon penyangga ekosistem. Pencemaran air dan udara menjadi lumrah di mata manusia. Manakala perbuatan manusia dilakukan terus-menerus secara sadar maupun tidak, lalu masa depan apa yang diharapkan dari bumi kita?

Dampak dari adanya sampah menjadi pemicu kita untuk bijak menguranginya. Kegawatan akibat sampah dapat kita jumpai di pelbagai penjuru. Kesehatan bumi kita terganggu akibat hadirnya sampah. Perubahan iklim menjadi alasan tercecernya sampah-sampah di lingkungan kita.

Kesadaran manusia akan sadar lingkungan perlu dipupuk sejak belia. Menjadi penting manakala di bangku pendidikan pengajaran tersebut berlangsung. Di sebuah pondok pesantren misalnya. Pesantren sebagai lembaga pendidikan selain memang terfokus pada pengembangan ilmu agama Islam, perlu juga menerapkan ilmu sosial lainnya; peduli lingkungan.

Baca Juga:

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Wahabi Lingkungan, Kontroversi yang Mengubah Wajah Perlindungan Alam di Indonesia?

Apa Kepentingan Kita Menjaga Ekosistem?

Tak dipungkiri, setiap pesantren—seperti lembaga pendidikan lainnya—setiap harinya pasti menyumbang sekian tumpukan sampah. Jumlah itu masih kita taksir lebih banyak lagi dengan rumus semakin banyak santri dalam sebuah pesantren, semakin banyak pula sampah yang mereka hasilkan.

Isu lingkungan diafirmasi dalam perhelatan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri pada 24-26 November 2022. Dalam salah satu fatwanya menyebutkan bahwa hukum pembiaran kerusakan lingkungan hidup akibat polusi sampah adalah haram bagi pelakunya langsung dan makruh tahrim (mendekati haram) bagi orang yang tidak mempunyai wewenang.

Eco-Enzyme

Jumat-Minggu (14-16 Oktober 2022), saya berkesempatan mengikuti Temu Nasional (Tunas) Gusdurian di Surabaya. Dalam Tunas tersebut, pada segmen Kelas Berbagi Inspirasi saya memilih kelas Pengelolaan Sampah dan Eco-Enzyme.

Ada dua narasumber yang, dengan lugas, menjelaskan masing-masing keahliannya. Wahyudi Anggoro Hadi, sebagai kepala desa Panggungharjo yang mengelola sampah desa menjadi tabungan emas. Sementara Eco-Enzyme (EE) dipaparkan oleh Nelly Suciady, pegiat lingkungan sekaligus ketua Internasional Loving Association (INLA) Sulawesi Selatan.

Nelly menerangkan bahwa EE merupakan cairan hasil fermentasi yang diolah dari bahan organik kulit buah dan sayuran. Dalam pembuatannya, EE menghasilkan senyawa-senyawa yang sangat bermanfaat untuk membasmi kuman, virus, fungi, dan bakteri. Cairan EE dapat dimanfaatkan untuk luka tubuh, membersihkan udara, menghilangkan bau, pembersih kerak, perawatan tubuh, pupuk, dan lain sebagainya.

Kita bisa membayangkan setiap pesantren mesti memproduksi sampah organik sangat banyak. Sayang bila sampah organik itu terbuang sia-sia. Maka dari itu, cara pembuatan Eco-Enzyme kiranya cocok sebagai pemanfaatan sampah organik di pesantren. Lalu bagaimana cara memanfaatkan sampah organik menjadi cairan Eco-Enzyme? Inilah yang harus dikuasai oleh semua pesantren agar bisa memanfaatkan setiap sampah organiknya.

Dari pemanfaatan sampah organik menjadi EE, setidaknya pesantren telah menyudahi sumbangan sampah organik yang menyebar begitu saja di tempat pembuangan akhir atau di sungai. Dengan begitu, salah satu maqashid syariah kontemporer gagasan Jaser Auda yaitu hifzul bi’ah atau menjaga lingkungan bisa tertunaikan oleh setiap pondok pesantren di Indonesia.

Bersih Sampah Ala Desa

Wahyudi, seorang kepala desa yang berkecimpung dalam aktivisme lingkungan memberi definisi berbedap terhadap kata “sampah”. Sesuatu disebut “sampah” menurutnya ialah yang masih tercampur antara barang satu dengan lainnya. Sementara bila sudah terpilah—organik terpisah dengan non-organik, misalnya—itu sudah menjadi komoditas yang bisa dijual.

Wahyudi seolah memberi paradigma baru dalam dunia lingkungan terkait interpretasi sampah. Tugas sampah seharusnya sudah menjadi kewajiban masyarakat sendiri. Bahkan Pemerintah Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah pernah memberi instruksi kepasa seluruh kepala desa di daerahnya bahwa urusan sampah harus selesai di desa.

Pandangan itu memberi isyarat bahwa persoalan sampah santri pun harus selesai pula di lingkungan pesantren sendiri. Pemetaan soal sampah ibarat hulu dan hilir. Hulu artinya komiditi produksi sampah setiap orang. Sedang hilir artinya penanggulan akhir sampah, pembiaran begitu saja.

Di Desa Panggungharjo, Yogykarta, Wahyudi sebagai kepala desa mewajibkan seluruh warganya memilah sampah sebelum akhirnya menyetor ke bank sampah desa. Sampah terpilah itu terdiri dari organik, non-organik, dan sebagainya. Penukaran sampah daur ulang dengan uang sesuai massa beratnya.

Namun hasil dari penjualan sampah tersebut seluruh warga menempatkannya di tabungan emas milik masing-masing. Justru saat ada warga tidak memilah sampahnya sesuai golongan, ia bakal menerima denda.

Kesadaran Santri

Pesantren bisa meniru cara Wahyudi terhadap warganya di Desa Panggungharjo. Lewat pelatihan memilah sampah dari rumah, warga terbiasa sadar akan menjaga lingkungan. Dengan begitu, setiap santri pun bisa mengikuti kerja-kerja warga di Desa Panggungharjo. Dengan menyetorkan pilahan sampahnya, ia akan mendapatkan keuntungan dari pihak bank sampah pondok pesantren tersebut misalnya.

Hal ini cukup efektik mengingat sejauh ini masih sedikit pondok pesantren yang serius melakukan kerja-kerja peduli lingkungan di Indonesia. Sejauh ini ada beberapa pesantren yang memiliki wawasan lingkungan di antaranya ialah pesantren Ath-Thaariq di Garut, Pesantren Annuqoyah di Sumenep, Pesantren Nurul Haramian di Lombok Barat, dan baru-baru ini Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy. Empat pesantren tersebut sudah melakukan cara menanggulangi sampah seperti yang saya tawarkan di atas.

Intinya, kesadaran mengelola sampah di lingkungan merupakan suatu kesadaran fakultas diri sendiri. Walau progam pesantren berbasis Eco-Green menggenjotkan kewajiban itu pada seluruh santrinya, namun apa daya bila santri tak memiliki kesadaran penuh menyoal sampah. Eco-Green hanya akan tinggal nama dan program saja. Perlu ada kerja sama antara santri, kiai atau pengasuh, pengurus, dan jajaran pesantren lainnya untuk mewujdukan pesantren yang berasas peduli lingkungan.

Contoh kecil dalam penggunaan sedotan plastik misalnya. Dengan tak menggunakan sedotan plasik kita bisa setidaknya tak menyumbang satu sampah. Sebagai ganti, kita bisa memakai sedotan alumunium; pemakaiannnya bisa berkali-kali. Denok Marty Astuti dalam bukunya berjudul Izinkan Aku Mengolah Sampah (2021) mengatakan masalah sampah menjadi momok bersama, sampah dipandang sebelah mata akan menjadi sumber bencana bagi manusia.

Maka dari itu, saya yakin bahwa santri memiliki imajinasi lain dalam menyikapi persoalan sampah di setiap pesantrennya. Imajinasi itu terpancar dari kerja-kerja peduli akan lingkungan dengan sederhana mengurangi atau mengelola sampah dengan baik. Mari dukung seluruh pondok pesantren di Indonesia agar menerapkan sistem Eco-Green demi menjaga bumi kita ini. Lestari bumiku. Amin. []

Tags: Eco GreenFatwa KUPI IIIsu LingkunganIsu Lingkungan HidupPengelolaan SampahSampah Pesantren
M. Baha Uddin

M. Baha Uddin

Bergiat di Komunitas Serambi Kata

Terkait Posts

Melawan Perundungan

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

9 Juli 2025
Perempuan Lebih Religius

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

9 Juli 2025
Nikah Massal

Menimbang Kebijakan Nikah Massal

8 Juli 2025
Intoleransi di Sukabumi

Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?

7 Juli 2025
Retret di sukabumi

Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak

7 Juli 2025
Sejarah Ulama Perempuan

Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

7 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pernikahan Tradisional

    Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemanusiaan sebagai Fondasi dalam Relasi Sosial Antar Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengebiri Tubuh Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan
  • Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah
  • Mengebiri Tubuh Perempuan
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID