• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Seberapa Pentingkah Pendidikan Seks?

Mahmudah Mahmudah
18/09/2020
in Keluarga, Kolom
0
seksualitas perempuan
314
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Pendidikan seks bukanlah mengajarkan tentang bagaimana tata cara melakukan hubungan seks. Akan tetapi, tentang bagaimana mengajarkan dan menyadarkan pentingnya pengetahuan kesehatan reproduksi yang dapat mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya pergaulan berresiko, pelecehan seksual, kekerasan seksual maupun penyakit infeksi seksual menular (IMS).

International Conference Population and Development (ICPD) menyebutkan, setiap remaja mempunyai hak untuk mendapatkan akses dan informasi tentang kesehatan reproduksi tentang pendidikan seks. Sebagaimana yang dikatakan KH. Husein Muhammad dalam buku “Fiqih Perempuan” bahwa agama islam memberikan perhatian yang sangat serius terhadap masalah kesehatan reproduksi. Bahkan, dapat dikatakan bahwa seluruh ajaran islam diarahkan dalam rangka mewujudkan kehidupan manusia, baik laki-laki maupun perempuan secara personal maupun sosial, yang sehat secara jasmani dan rohani.

Pendidikan seks idealnya ditanamkan sedini mungkin sejak anak bisa berkomunikasi dan mulai bertanya terkait organ reproduksinya. Menurut Koentjoro, dosen psikologi Universitas Gajah Mada (UGM), menyebutkan pendidikan seksualitas harus diberikan kepada anak sejak usia 2 tahun atau sejak sudah mengetahui jenis kelaminnya. Misalnya, saat mengajak anak mandi. Si anak melihat alat kelamin miliknya sendiri. Di sini orangtua mulai menjelaskan bahwa laki-laki mempunyai penis dan perempuan mempunyai vagina.

Cory Silverberg, seorang konsultan pendidikan seks dan penulis buku “Sexs Is a Fanny Word: A Book about Bodies, Feeling, and You” juga menjelaskan, beberapa cara berkomunikasi terkait seksualitas dengan anak berdasarkan usianya, antara lain sebagai berikut.

Pertama, sejak usia 2 hingga 5 tahun. Anak diajarkan tentang istilah-istilah terkait organ reproduksi, seperti klitoris, vagina, rahim, sel telur (ovum), kelenjar mamae, sperma, penis, testis, skrotum dan sebagainya. Juga diajarkan tentang batas-batas dan apa saja yang boleh untuk disentuh, kapan telanjang dan siapa saja yang diperbolehkan untuk menyentuh pantat, payudara, vagina atau penis. Hanya diri sendiri, ibu dan dokterlah yang boleh menyentuh.

Baca Juga:

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak

Jangan Membedakan Perlakuan antara Anak Laki-laki dan Perempuan

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

Selain itu juga, saat menjelaskan alat kelamin, orangtua sebaikanya jangan berbohong. Contohnya, dengan tidak menggunakan istilah “serabi” untuk menyebutkan vagina dan “burung/titit” untuk menyebutkan penis. Ini penting untuk dicermati oleh para orangtua. Sebaiknya langsung menyebutkan nama organ reproduksinya. Karena dapat membantu si anak dalam menjawab kemungkinan-kemungkinan yang terjadi saat mengalami kekerasan seksual dan secara langsung si anak akan menyebutkan nama organ reproduksi apa yang terjadi saat mengalami kekerasan seksual.

Kedua, usia 6 hingga 10 tahun. Anak diajarkan untuk memperkenalkan terkait masalah menstruasi. Juga memberikan pemahaman bahwa menstruasi adalah sesuatu yang tidak perlu ditakuti dan hal normal yang dialami oleh perempuan.

Ketiga, usia 11 tahun keatas atau yang sudah mengalami menstruasi. Orangtua mengajak diskusi dengan memberikan pengetahuan terkait hubungan seksual yang berpotensi terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, dan penyakit infeksi menular seksual (IMS), begitupun menjelaskan sebab daripada hamil di usia remaja sangat rentan, baik secara kesehatan, kematangan organ reproduksi maupun psikologis.

Maka ini penting sekali dan menjadi kewajiban semua pihak, baik keluarga, para orang tua maupun guru untuk memberikan pengetahuan secara benar bahwa pendidikan seks akan mencegah dari perilaku-perilaku yang tidak diinginkan, seperti kehamilan tidak diinginkan (KTD), seks bebas, perkosaan, perzinaan, aborsi atau bahkan sampai penyakit infeksi menular seksual.

Juga penting menyadari tujuan utama pendidikan seks adalah bukan berbicara tentang fisik saja, melainkan psikis. Sehingga kita semua akan lebih sadar, respek dan bertanggung jawab terhadap dirinya sebagaimana menjadi manusia yang sehat secara seksual, baik tubuh maupun pikiran. []

Tags: anakkesehatankesehatan reproduksiremajaseks
Mahmudah

Mahmudah

Mahmudah adalah Alumni Pondok Pesantren Buntet, Cirebon.

Terkait Posts

Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Ahmad Dhani

Ahmad Dhani dan Microaggression Verbal pada Mantan Pasangan

5 Juli 2025
Pemimpin Keluarga

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

4 Juli 2025
Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ulama Perempuan

    Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID