• Login
  • Register
Jumat, 16 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Sentuhan Fisik dan Bahasa Cinta Pasutri

Zahra Amin Zahra Amin
01/09/2020
in Keluarga, Personal, Rekomendasi
0
perkosaan dalam perkawinan

perkosaan dalam perkawinan

231
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Suatu hari saya dicurhatin seorang kawan baik. Dia bertanya, dosakah istri yang menolak huseks suami? Saya jawab dengan tegas dan lugas, tidak. Selama ada alasan yang logis. Karena keputusan perempuan berangkat dari kesadaran, pengalaman dan pengetahuannya sendiri.

Ternyata apa yang dialami kawan itu tak hanya dia sendiri. Hampir semua kawan perempuan yang saya kenal baik, dan punya jadwal manggung padat, dalam artian perempuan yang punya banyak kesibukan, dan meniti karier cemerlang, punya problem sama. Mari kita cek alasannya satu-satu.

Pertama, seks sudah tidak lagi dianggap prioritas, sehingga hanya dijadikan sebagai sekedarnya saja. Sekedar menjalani kewajiban. Padahal dalam huseks ada hak istri juga lho. Hak untuk mendapatkan kenikmatan seksual, bukan hanya memuaskan suami. Tetapi bagaimana suami istri saling terpuaskan. Hei, setelah setiap hari bergumul dengan konsep huseks pasutri dalam mubadalah, pandangan saya juga jadi berubah lho.

Dulu itu sebelum kenal mubadalah, saya mengira kepuasan seks hanya untuk suami, dan tugas istri hanya melayani. Ternyata tidak sesederhana itu. Sebab, istri juga punya hak atas tubuhnya sendiri, agar sama-sama mendapatkan kepuasan lahir batin dari pasangannya. Jadi ada baiknya memang soal ini harus dikomunikasikan dengan pasangan.

Kedua, secara ekonomi pendapatan dan karier istri lebih baik. Istri menjadi tulang punggung keluarga. Mirisnya, suami nggak pengertian banget. Sudah tahu kondisinya begitu, eh tidak mau membantu kerjaan domestik, dan masih menganggap ruang privat adalah urusan perempuan. Nah yang model begini harus dimubadalahkan.

Baca Juga:

Menggugat Poligami, Menegakkan Monogami

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Bersama Ulama dan Guru Perempuan, Bangkitlah Bangsa!

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

Adagium bahwa lelaki adalah kepala keluarga, kadung mengakar kuat dalam benak kita semua. Tentu itu tak lepas dari budaya patriarki. Sehingga, meski dianggap tak mampu memenuhi nafkah keluarga, hingga kerap soal pemenuhan ekonomi dibebankan pada perempuan, namun tetap saja ego lelaki yang ingin selalu dilayani sering kali muncul dan mengabaikan hak kesalingan dalam pelayanan diantara keduanya.

Untuk menjawab kondisi di atas, bagi lelaki tak perlu gengsi untuk mengakui jika ia belum mampu penuhi nafkah keluarga. Tak perlu malu menjadi bapak rumah tangga, dan mengurus segala hal terkait rumah seisinya. Termasuk kebutuhan anak-anak jika sudah dikaruniai keturunan.

Pun perempuan yang memilih karier di luar rumah. Tetap saling menghormati satu sama lain, dengan melihat sisi manusia yang memiliki nilai intelektualitas dan spiritualitas. Tidak hanya sekedar objek fisik, layaknya daging yang bergerak-gerak dan mengundang binatang peliharaan untuk datang mendekat, lalu memakannya dengan lahap. Lelaki dan perempuan, suami dan istri adalah subjek penuh atas kehidupan, yang sudah semestinya saling menghormati dan menghargai perannya masing-masing.

Ketiga, ketika usia semakin merambat senja dan menua, apalagi yang mau dicari. Nikah sudah. Punya anak juga sudah. Lama juga aku termenung memikirkan alasan di atas. Mengapa seks masih identik dikaitkan dengan pasangan muda, apalagi yang baru menikah, atau istilah lain penganten baru.

Apakah memang pasangan yang sudah lama menikah dianggap sudah tidak membutuhkan seks? Apakah dianggap sudah tak bergairah lagi di atas ranjang? Apakah soal seks melulu hanya agar bisa produksi anak? Apakah bahasa cinta harus selalu dikaitkan dengan seks?

Tentu tidak demikian juga. Meski porsi dan kebutuhan seksualitas masing-masing orang itu berbeda, namun soal huseks ini tetap saja menarik untuk dibicarakan. Yuk, kita lihat dalam perspektif kesalingan yang sudah saya ringkas dari buku Qiraah Mubadalah karya Dr. Faqih Abdul Kodir.

Sentuhan Fisik dan Bahasa Cinta untuk Pasangan

Sentuhan fisik yaitu segala ekspresi kasih sayang yang berbentuk fisik. Semisal, bergandengan tangan, dibelai, didekap, dicium, dan sebagainya. Termasuk didalamnya hubungan seksual. Seseorang yang menganggap keintiman fisik sebagai ekspresi kasih sayang tidak cukup hanya ngobrol, duduk bareng atau makan bersama. Harus ada sentuhan-sentuhan fisik ketika kebersamaan terjadi.

Orang-orang yang selalu merasa perlu bergandengan tangan ketika berjalan, atau selalu berpelukan ketika akan berpisah, atau selalu berdekapan di momen-momen tertentu, adalah mereka yang ekspresi bahasa kasih yang diperlukannya adalah sentuhan fisik.

Sentuhan fisik penting untuk membangun cinta antara suami dan istri, dengan layanan yang tulus dan sepenuh hati. Layanan ini yang harus ditegaskan adalah , bersifat timbal balik dari istri kepada suami, juga sebaliknya dari suami terhadap istri.

Layanan yang dimaksud tidak hanya satu arah semata, tetapi dua arah. Dengan demikian, untuk menjaga cinta dan membangun pondasi kasih sayang, suami istri bisa melakukan apa saja yang dihalalkan, selama mereka senang dan bahagia secara timbal balik, serta tidak merasa terpaksa.

Jika kita ingin relasi ini dapat bergerak memberikan kenyamanan dan kebahagiaan, maka suami istri harus memupuknya secara terus menerus dengan bahasa kasih yang tepat dan sesuai dengan yang diperlukan oleh pasangan kita. Bahkan kita pun secara mubadalah harus menyampaikan sesuatu yang kita inginkan dari pasangan kita.

Masing-masing suami dan istri perlu mengenali dan memahami bahasa kasih sentuhan fisik yang diperlukan oleh diri dan pasangannya, lalu berupaya bagaimana untuk bisa memenuhinya. Lebih luas dari itu, dalam konteks menguatkan hubungan suami-istri, sentuhan fisik hanyalah salah satu dari ekspresi untuk menguatkan relasi marital dan mengisinya dengan hal-hal yang menyenangkan.

Sebab, kehidupan perkawinan tidak melulu berisi aktivitas seksual. Ada banyak hal yang dapat memperkuat ikatan kasih sayang di dalam relasi pasutri. Sehingga, yang lebih prinsip dalam perspektif mubadalah adalah bagaimana relasi pasutri itu terus diperkuat satu sama lain antara suami dan istri, dengan berbagai bahasa cinta dan ekspresi kasih sayang.

Sehingga ikatan pernikahan semakin kokoh, menyenangkan dan membahagiakan. Sedangkan nafkah, seks dan sentuhan fisik, sekalipun yang utama, hanyalah salah satu bagian dari ekspresi kasih sayang untuk penguatan relasi perkawinan pasangan suami-istri.

Maka jika pasangan suami istri hidup saling berjauhan, atau menjalani hubungan long distance relationship karena suatu alasan, seperti bekerja atau sedang menempuh pendidikan di luar kota atau di luar negeri, perlu mengkomunikasikan kebutuhan tersebut dengan bijaksana.

Artinya menjaga kualitas hubungan bukan dengan berapa lamanya menghabiskan waktu bersama, dan bisa saling bersentuhan secara fisik. Tetapi bagaimana menjaga komitmen pernikahan, dan tetap berbagi energi cinta melalui sarana teknologi komunikasi yang telah tersedia. []

Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Perempuan Fitnah

Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nakba Day; Kiamat di Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menggugat Poligami, Menegakkan Monogami
  • Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan
  • Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Bersama Ulama dan Guru Perempuan, Bangkitlah Bangsa!
  • Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban
  • 5 Kewajiban Suami untuk Istri yang sedang Menyusui

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version