• Login
  • Register
Selasa, 3 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Untuk Apa Sih Perempuan Disunat?

Dari riuhnya praktik sunat perempuan yang tidak pernah selesai ini, yang paling esensi segera kita lakukan adalah mendengar suara perempuan

Sari Narulita Sari Narulita
06/02/2025
in Publik, Rekomendasi
0
Perempuan Disunat

Perempuan Disunat

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pernah lihat remaja perempuan disunat? Atau minimal, bisa bayangin nggak, perempuan yang sudah akil-baligh, dan mungkin ada yang badannya bongsor seperti orang dewasa, itu disunat? Jujur saja, ngeri membayangkannya. Pertama, harus berani tahan malu karena area paling privat di tubuhnya harus terlihat orang lain.

Kedua, harus berani menahan sakit luar biasa, karena dilakukan saat usianya sudah remaja. Tapi rasa ngeri yang saya rasakan itu, nyatanya bukan bayangan. Karena ada sebuah flyer khitan massal perempuan, baru saja beredar beberapa hari ini. Flyer ini bersumber dari panitia pelaksana peringatan 1 Abad sebuah pesantren serta haul ke-81 sang pendirinya, di daerah Tuban, Jawa Timur.

Panitia membuka kuota 250 orang untuk perempuan, sedangkan untuk laki-laki jumlahnya hanya 10. Jumlah yang tidak imbang itu, semakin bikin tanda tanya. Bukankah yang disunnahkan untuk dikhitan itu laki-laki? Tapi kenapa untuk laki-laki slotnya hanya sedikit? Kenapa praktik tersebut kita lakukan secara massal? Dan, berapa rata-rata usia perempuan yang akan kita sunat?

Sebuah skripsi yang diterbitkan UIN Walisongo Semarang berjudul Tradisi Khitan Perempuan Massal di Pondok Pesantren Manbail Futuh Tuban: Kajian Living Hadis, yang Durrotun Isnaini An Nabilat tulis di tahun 2019, menjawab rasa penasaran saya kenapa flyer tersebut beradar.

An-Nabila secara gamblang mengungkapkan, bahwa tradisi di balik khitanan massal perempuan di pesantren tersebut sudah berlaku sejak puluhan tahun lalu, yakni sejak pertama kali Haul mereka gelar. Khitanan massal mereka gagas sebagai bentuk tasyakur para pihak yang ingin mengisi peringatan dengan hal-hal baik dan bermanfaat, yang salah satunya dengan khitan.

Baca Juga:

Sunat Perempuan dalam Perspektif Moral Islam

Korban KS Difabel dan Hak Akses Kesehatan: Perspektif KUPI

Mubadalah sebagai Pendekatan dalam Perumusan Fatwa KUPI

Kebangkitan Kawan Difabel di Abad Kedua Puluh Satu

Sebagaimana pihak pesantren tersebut yakini, khitan perempuan mereka lakukan karena alasan syariat. Yakni mendasari pandangannya pada Mazhab Syafi’i yang mewajibkan perempuan dikhitan. Melengkapi hadis yang mengisahkan sahabat Ummu Athiyah, yakni seorang dukun sunat di zaman Rasul yang beliau minta untuk tidak melakukannya pada perempuan secara berlebihan.

Praktik yang Masih Berlanjut

Alasan lainnya, pihak pesantren meyakini bahwa manfaat kesehatan juga akan perempuan dapatkan jika dikhitan. Seperti syahwat yang terkontrol sehingga tidak mudah terjerumus dalam zina. Wajah jadi berseri-seri, menambah kenikmatan hubungan seksual yang berdampak pada keharmonisan rumahtangga.

Bahkan mereka percaya akan memudahkan proses pembersihan area vagina. Walhasil, praktik yang sudah mereka lakukan sejak puluhan tahun lalu di pesantren tersebut, terus berlanjut hingga saat ini, yang dieksekusi oleh dukun sunat.

Namun, bagaimana nasib para perempuan yang mereka sunat tersebut? Apakah keputusan berkhitan itu murni mereka sadari? Jika membaca utuh riset An Nabila dalam skripnya, motivasi para santri putri untuk mereka khitan tidak semuanya murni dari keinginan pribadi. Melainkan bentuk ta’zhim atau rasa hormat pada para pembimbing dan pengasuh pesantren. Merasa tidak enak jika melanggar aturan pondok, atau bahkan ada yang hanya sekadar ikut-ikutan teman.

Secara rinci An Nabila menulis, para santri mereka beri pemahaman mengenai praktik ini. Di mana mereka lakukan sebagai wujud mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW dan juga anjuran Nabi Ibrahim as. Mereka juga menganggap khitan perempuan mempunyai banyak manfaat kesehatan.

Selain motif lain seperti ingin mengikuti peraturan pesantren, melaksanakan arahan dari pengasuh pesantren, atau ada juga yang melakukannya karena ikut-ikutan temannya sendiri. Selain itu ingin menjadikan kenangan bahwa dia pernah mengikuti khitan perempuan massal di pesantren tersebut.

Menurut An Nabila, para santri putri umumnya mengetahui sunat perempuan mereka lakukan saat usianya masih kecil atau mungkin masih bayi. Sedangkan praktik khitan perempuan mereka lakukan di usia sudah remaja bahkan dewasa. Mereka baru mengetahuinya saat mereka sudah menjadi santri di sana.

Fatwa Darul Ifta Mesir

Apa yang kita sebut sebagai pandangan syariat oleh para pihak yang setuju pada praktik khitan perempuan, nyatanya juga harus kita hentikan dengan alasan syariat. Darul Ifta Mesir tahun 2007 mengeluarkan fatwa melarang khitan perempuan.

Tindakan ini bahkan masuk kategori haram dan bisa terpidana karena ada bahaya secara medis dan psikis. Demikian pula hasil keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah yang menyatakan bahwa khitan perempuan tidak ada manfaatnya dan sebaiknya kita tinggalkan.

Tahun 2022 Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) mengeluarkan pandangannya, dengan menyatakan bahwa melindungi perempuan dari pemotongan dan pelukaan genitalia perempuan (P2GP) yang membahayakan tanpa alasan medis, adalah wajib hukumnya.

Dalam konteks khitan perempuan, mendudukkan persoalan organ tubuh perempuan, dalam hal ini adalah vagina, tentu saja sangat kita perlukan merujuk pada pendekatan medis. Bila para pihak yang meyakini khitan perempuan itu kita lakukan dengan alasan membuang sedikit atau melukai sedikit sesuatu berbentuk tudung klitoris, maka pihak medis menampik tegas hal ini.

Sebab vagina perempuan bersifat terbuka dan tidak ada satupun kulit yang menutupi area alat kelamin perempuan. Hal ini memudahkan perempuan saat membersihkan vaginanya. Tidak seperti laki-laki yang dianugerahi kulit/kulup yang menutupi area penis, sehingga sangat perlu untuk kita potong/sunat/khitan.

Pentingnya Mediasi

Lantas bagaimana menyikapi fakta flyer di atas? Karena dari uraian An Nabila dalam skripsnya, sejatinya praktik khitanan massal tersebut hendak memunculkan makna sosial, makna budaya, dan makna religius.

Melakukan napak tilas sebuah peringatan dengan kegiatan positif, sangatlah kita anjurkan dari sudut pandang manapun. Terlebih hal baik tersebut bukan hanya baik untuk kalangan internal, melainkan maksudnya bisa bermanfaat bagi banyak orang.

Namun jangan lupa bahwa jangan sampai tindakan yang kita lakukan sejatinya malah berdampak negatif karena kurangnya informasi, minimnya kedewasaan dan kebijaksanaan dalam menerima berbagai pandangan.  Tentu saja mediasi menjadi hal yang sangat penting untuk kita lakukan. Praktik yang sangat tidak tubuh perempuan perlukan bahkan melukai ini, mestinya harus kita hentikan.

Tetapi, menghilangkan niat baik memelihara tradisi juga bukanlah hal yang bijaksana. Sehingga, pihak penyelenggara bisa saja tetap mempertahankan tradisi ini dengan betul-betul mempertimbangkan khitan perempuan untuk tidak lagi mereka adakan.

Mungkin bisa mereka ganti dengan banyak kegiatan lain yang jauh lebih bermanfaat dan benar-benar kita butuhkan. Minimal untuk para santri putri, dan secara lebih luas lagi, untuk masyarakat luas di sekitarnya.

Dari riuhnya hiruk-pikuk praktik sunat perempuan yang tidak pernah selesai ini, tentu yang paling esensi segera kita lakukan adalah mendengar suara perempuan itu sendiri. Utamanya mereka yang menjadi ‘obyek’ sunat: Apakah perempuan sebagai pemilik tubuhnya sendiri menangguk manfaat besar?

Apakah perempuan sebagai pemegang otoritas atas tubuhnya, yang akan menjalankan fungsi sosial dengan alat reproduksinya itu sepanjang hayat, benar-benar kita dengar keinginannya?  Di sinilah tugas kita semua berada. []

 

 

Tags: Darul Ifta MesirFatwa KUPIFatwa KUPI 2P2GPPemotongan Pelukaan Alat Genetalia PerempuanPerempuan Disunat
Sari Narulita

Sari Narulita

Staff Program Alimat Jakarta

Terkait Posts

Perbedaan Feminisme

Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

2 Juni 2025
Teknologi Asistif

Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar

2 Juni 2025
Akhlak Karimah

Bagaimana Akhlak Karimah dalam Memilih dan Melamar Pasangan Pernikahan?

2 Juni 2025
Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Perempuan Penguasa

Sejarah Para Perempuan Penguasa Kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan

31 Mei 2025
Disabilitas dan Seni

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

31 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Teknologi Asistif

    Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bagaimana Akhlak Karimah dalam Memilih dan Melamar Pasangan Pernikahan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyoal Jilbab dan Hijab: Antara Etika Sosial dan Simbol Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Hijab Menurut Pandangan Ahli Fiqh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menyoal Jilbab dan Hijab: Antara Etika Sosial dan Simbol Kesalehan
  • Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis
  • Mengapa dan Untuk Apa Perempuan Memakai Jilbab?
  • Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar
  • Jilbab Menurut Ahli Tafsir

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID