• Login
  • Register
Minggu, 11 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

“We Listen, and We Don’t Judge”: Kita Hanya Perlu Ruang Aman Untuk Didengar

Seperti yang kita tahu, semakin ke sini rasanya semakin sedikit ruang aman untuk berbagi banyak hal

Belva Rosidea Belva Rosidea
06/01/2025
in Personal
0
we listen and we don’t judge

we listen and we don’t judge

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tren “we listen, and we don’t judge’, semakin popular belakangan ini. Berbagai video pendek yang mengikuti tren tersebut berseliweran kita temui di berbagai media sosial. Mulai dari pasangan, antar teman, bahkan orang tua dan anak, mencoba membuat video “we listen and we don’t judge”.

Pengakuan-pengakuan yang mereka ungkapkan ada yang terdengar lucu, ada pula yang mengagetkan. Nyaanya, setiap orang menyimpan rahasia yang mereka pendam sendiri. Bagi saya, tren “we listen and we don’t judge” ini barangkali membawa hal positif, salah satunya memberi kesempatan seseorang untuk lebih terbuka terhadap seseorang terdekatnya.

Frasa “we listen, and we don’t judge”, jika dibahasa Indonesia kan, kurang lebih akan bermakna “kami mendengarkan, dan kami tidak menghakimi”. Tren ini menjadi popular belakangan ini dan ramai diikuti pengguna media sosial.

Sederhananya, konsep “we listen, and we don’t judge” ini mendorong partisipannya untuk saling mendengarkan tanpa harus berkomentar dan menghakimi, sehingga kita harapkan sang partisipan dapat berbagi cerita dengan jujur tentang hal-hal yang selama ini dia pendam diam-diam. Entah itu keluh kesahnya terhadap seseorang, kesulitannya, pengalaman unik, ataupun hal-hal kecil yang akhirnya ia syukuri.

Ruang Aman

Seperti yang kita tahu, semakin ke sini rasanya semakin sedikit ruang aman untuk berbagi banyak hal. Muncul berbagai ketakutan dalam diri untuk menyampaikan sesuatu. Jangan-jangan akan dinilai begini, jangan-jangan akan dikomentari begitu.

Seringkali ternyata seseorang hanya perlu kita dengar cerita-cerita hidupnya. Tanpa perlu kita komentari, apalagi disalah-salahkan atas keputusan yang telah mereka buat. Beberapa mengikuti tren ini hanya untuk hiburan dan bersenang senang. Namun beberapa lagi memaknai dengan lebih dalam.

Baca Juga:

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

Separuh Mahar untuk Istri? Ini Bukan Soal Diskon, Tapi Fikih

Semua Adalah Buruh dan Hamba: Refleksi Hari Buruh dalam Perspektif Mubadalah

Awet Muda di Era Media Sosial: Perspektif dan Strategi Perempuan

Belakangan ini semakin banyak kita jumpai keretakan hubungan sebab kurangnya keterbukaan dalam berkomunikasi. Padahal rasa saling percaya akan semakin erat ikatannya melalui komunikasi yang berlangsung hangat dan terbuka. Dengan adanya tren “we listen, and we don’ judge”, bisa menjadi kesempatan untuk lebih terbuka. Melepaskan beban emosional dan menghilangkan stigma terkait berbagi masalah pribadi.

Pada hakikatnya, kebutuhan akan rasa aman dan kebebasan bersuara merupakan hak asasi manusia yang menuntut untuk terpenuhi. Menurut hierarki kebutuhan Maslow, kebutuhan akan rasa aman masuk ke dalam tingkatan 5 kebutuhan dasar manusia yang perlu kita penuhi untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.

Demikian pula dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menjadi hukum dasar di Indonesia, menjamin pula tentang hak atas rasa aman. Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 berbunyi, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”

Sisi Positif dan Negatif

Meskipun tren “we listen, and we don’t judge’’ ini membawa sisi positif, namun perlu kita ingat pula untuk tetap melakukannya dalam konteks yang aman dan penuh rasa hormat. Jangan sampai tren ini menjadi bumerang untuk diri sendiri maupun merugikan orang lain.

Setiap kebebasan yang kita miliki, tentu terbatasi oleh kebebasan milik orang lain. Sebagaimana HAM seseorang terbatasi oleh HAM orang lain, supaya manusia tidak serta merta melakukan segala sesuatu seenaknya. Jangan sampai tren ini kemudian menjadi sebab terbukanya aib diri sendiri atau tersebarnya aib dan keburukan orang lain. Di mana hal ini berujung mencemari nama baik pihak tertentu.

Jika sudah terlanjur demikian, maka tidak menutup kemungkinan kejadian tersebut menjadi awal mula berurusan dengan hukum. Karena pihak yang kita terlibat tidak terima dan menuntut. Jika kita menengok lebih jauh ke belakang, sebenarnya sudah ada tren lain yang bisa kita bilang seupa dengan tren “we listen, and we don’t judge”.

Pernah ada sebelumnya tren “Mbak Taylor, ………”, yang diikuti curhatan-curhatan pengakuan netizen, karena seringnya Taylor Swift, penyanyi asal Amerika Serikat ini dalam membuat lagu yang relate dengan kehidupan mereka. Demikian pula tren, “Gak bisa Yura,…….”

Kemudian berlanjut dengan curahan-curahan hati partisipan, karena Yura Yunita, penyanyi solo asal Indonesia ini pernah menyanyikan lagu Risalah Hati milik Dewa19. Jika kita renungkan, tren-tren tersebut sama-sama bisa menjadi kampanye keterbukaan dan kesempatan seseorang untuk melampiaskan perasaannya yang sudah lama terpendam. []

 

Tags: komunikasikontenmedia sosialRelasiRuang Amanviralwe listen and we don’t judge
Belva Rosidea

Belva Rosidea

General Dentist

Terkait Posts

Membaca Kartini

Merebut Tafsir: Membaca Kartini dalam Konteks Politik Etis

10 Mei 2025
Kisah Luna Maya

Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

9 Mei 2025
Waktu Berlalu Cepat

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

9 Mei 2025
Memilih Pasangan

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

8 Mei 2025
Keheningan

Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

8 Mei 2025
Separuh Mahar

Separuh Mahar untuk Istri? Ini Bukan Soal Diskon, Tapi Fikih

7 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bekerja adalah

    Bekerja adalah Ibadah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menyusui adalah Pekerjaan Mulia
  • Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak
  • Bekerja adalah Ibadah
  • Merebut Tafsir: Membaca Kartini dalam Konteks Politik Etis
  • Perempuan Bekerja, Mengapa Tidak?

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version