• Login
  • Register
Senin, 20 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Welas Asih, Kiat Lewati Midlife Crisis bersama Pasangan

Dalam prinsip mubadalah, mengkomunikasikan apa yang menjadi keinginan atau ketidakinginan pasutri adalah prinsip dasar terwujudnya harmoni kesalingan.

Yulinar Aini Rahmah Yulinar Aini Rahmah
07/02/2021
in Personal, Rekomendasi
0
Welas Asih

Welas Asih

100
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Jika sudah demikian, yang berbicara bukan lagi cinta namun welas asihnya. Begitulah caption status WhatsApp yang dituliskan salah satu teman. Dia memposting sebuah cuplikan video tentang pasutri paruh baya. Adegan dalam video menunjukkan sang istri menuntun mengaji suaminya yang hanya bisa terbaring lemah di atas kasur.

Melihat video dan caption tersebut saya termangu. Membayangkan bagaimana perjuangan dalam sebuah rumah tangga. Di awal bahagia, di tengah (bisa jadi) biasa-biasa saja, di akhir siapa yang bisa menerka?

Saya perempuan yang masih single. Berbicara rumah tangga bisa jadi dianggap tidak credible. Namun saya menyaksikan beberapa potongan fase naik turun welas asih rumah tangga orang tua saya yang barangkali membentuk pola pikir dalam tulisan saya ini.

Mungkin benar kata sebagian orang, “Berumah tangga tidak hanya modal cinta”. Oleh sebagian yang lainnya, kalimat ini diteruskan dengan versi masing-masing. Alih-alih diteruskan dengan nada bijaksana, ada saja orang yang melanjutkannya dengan nada ketus (tapi realistis), “Tidak hanya modal cinta tapi juga modal uang (atau tampang, misalnya).”

Uang, tampang atau kedudukan boleh saja (dan sepertinya tidak bisa dipungkiri) menjadi beberapa pertimbangan seseorang untuk memilih pasangan hidup. Bahkan dalam istilah agama-pun sangat familiar, li maaliha (sebab uangnya), hasabiha (sebab kedudukannya), jamaaliha (sebab tampangnya) dan dilanjutkan dengan fadzfar bidzati ad-diin (lebih dari semuanya, yang terpenting adalah sebab agamanya).

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?
  • Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an
  • Polemik Pembahasan Childfree Hingga Hari Ini
  • Mati Mencari Nafkah untuk Keluarga, Lebih Baik daripada Mati Berjihad

Baca Juga:

Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?

Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an

Polemik Pembahasan Childfree Hingga Hari Ini

Mati Mencari Nafkah untuk Keluarga, Lebih Baik daripada Mati Berjihad

Sebab agamanya inilah yang menentukan kelanjutan babak-babak baru dalam setiap episode rumah tangga. Tentu Ad-diin disini tidak dalam makna sempit. Jika dimaknai sempit maka akan muncul pertanyaan, pasangan dari sesorang bernama X shalatnya rajin, tapi kenapa menceraikan Si X?. Inilah akibat Ad-diin dalam mencari pasangan dimaknai sempit, agama sama dengan ibadah.

Memang benar, salah satu indikator sesorang memegang teguh agamanya adalah ibadah yang rajin. Namun dalam berelasi dengan manusia (dalam hal ini pasangan), agama bisa berupa banyak kebaikan lainnya. Sebab ajaran agama itu luas. Salah satu wujudnya adalah welas asih terhadap pasangan.

Welas asih atau belas kasih (keduanya masuk dalam KBBI) merupakan sebuah perasaan iba atau sedih melihat orang lain menderita. Lalu apa kaitannya dengan berumah tangga? Dalam proses panjang kehidupan, seseorang dihadapkan pada perasaan atau kejadian-kejadian yang tidak mengenakkan atau bisa disebut dengan penderitaan.

Dalam berumah tangga, satu sama lain akan berada pada posisi mengalami dan menyaksikan “penderitaan” tersebut. Ada kalanya, istri menderita, suami yang menyaksikan atau sebaliknya. Atau bahkan keduanya sama-sama menderita atau sama-sama menyaksikan anggota keluarganya yang lain (anaknya) menderita.

Menyaksikan di sini bukan dalam rangka bersorak-sorai melihat kondisi tertentu. Menyaksikan di sini adalah kondisi ketika salah seorang pasutri sedang tidak dalam keadaan penderitaan. Namun, salah satu diantara mereka harus ikut berjuang bersama pasangannya melewati fase penderitaan tersebut. Hal ini tentu membutuhkan seni kesalingan yang cukup tinggi.

Pengalaman tentang mengarungi penderitaan bersama pasangan, saya saksikan langsung dari kedua orang tua saya. Bagaimana ibu saya menyaksikan bapak dalam menjalani hari-harinya sebagai penderita  penyakit berat. Ibu saya yang seorang pekerja dengan segala beban rumah tangga tetap merawat dengan baik bapak. “Kabeh wis dadi bagianku, mugi-mugi dadi amalanku (Semua sudah menjadi bagian (takdir) saya, semoga menjadi pahala)”, begitu bentuk welas asih ibu kepada bapak.

Sebagai timbal baliknya, bapak selalu menyelipkan kalimat sabar dan permohonan maaf kepada ibu di banyak kesempatan. “Sing sabar ngadepi aku (yang sabar menghadapi saya)”, begitu ungkapan welas asih bapak kepada ibu. Dari sini, saya menangkap bahwa bapak tahu beratnya beban ibu dan dengan keterbatasan, bapak mencoba memberikan semangat. Timbal balik aksi-reaksi dalam menghadapi penderitaan inilah cara bapak dan ibu mempertahankan keharmonisan relasi dalam rumah tangga mereka berdua.

Perjalanan panjang, keras, berliku dan membosankan pernah atau akan dialami setiap rumah tangga. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah ketika pasutri dihadapkan pada fase midlife crisis atau “puber kedua”.

Mengutip situs Aladokter, puber kedua merupakan istilah untuk menyebut orang dewasa yang berperilaku selayaknya remaja yang memasuki masa pubertas. Sebenarnya, pubertas kedua tidak dikenal dalam istilah medis. Namun pubertas kedua berkaitan erat dengan perubahan fisik dan psikis seseorang pada masa-masa tuanya.

Istilah puber kedua biasanya ditujukan pada laki-laki dewasa yang mengalami perubahan bersifat fisik berupa pelepasan hormon testosteron. Perubahan ini berdampak pada perubahan psikis berupa sikap yang cenderung agresif. Namun ternyata, puber kedua juga dialamatkan pada wanita. Masa perimenopause (masa menjelang menopause) dikaitkan erat dengan puber kedua. Perubahan fisik yang terjadi adalah penurunan hormon estrogen yang berdampak pada gejolak psikis yang tidak menentu.

Di tengah ketidaktentuan kondisi psikis dan fisik masa “puber kedua” ini, hubungan dalam rumah tangga rentan terkena imbasnya. Cara pintas yang bisa dilakukan adalah masing-masing pasutri menyadari bahwa dirinya sedang berada pada masa “puber kedua”. Kesadaran ini diharapkan mampu menekan laju ego masing-masing sehingga bisa secara bersama-sama mencari jalan ternyaman bagi kedua belah pihak.

Ketika masing-masing pasutri menyadari mereka berada pada kondisi tidak enak “penderitaan” pada masa fase puber kedua, alarm “welas” memandang pasangan harus dideringkan. Dalam prinsip mubadalah, mengkomunikasikan apa yang menjadi keinginan atau ketidakinginan pasutri adalah prinsip dasar terwujudnya harmoni kesalingan. Disinilah “asih” (kasih), yang didefinisikan KBBI sebagai perasaan sayang atau cinta, diharapkan akan kembali tumbuh. []

Tags: Hubungan suami isterikeluargaKesalinganperkawinanPuber Keduarumah tangga
Yulinar Aini Rahmah

Yulinar Aini Rahmah

Terkait Posts

Rethink Sampah

Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

20 Maret 2023
Travel Haji dan Umroh

Bagaimana Menghindari Penipuan Biro Travel Umroh dan Haji?

20 Maret 2023
Perempuan Harus Berpolitik

Ini Alasan, Mengapa Perempuan Harus Berpolitik

19 Maret 2023
Perempuan Bukan Sumber Fitnah

Ingat Bestie, Perempuan Bukan Sumber Fitnah

18 Maret 2023
Pembuktian Perempuan

Cerita tentang Raisa; Mimpi, Ambisi, dan Pembuktian Perempuan

18 Maret 2023
Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga: Benarkah Pengangguran?

17 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rethink Sampah

    Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meminang Siti Khadijah Bint Khwailid

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bagaimana Menghindari Penipuan Biro Travel Umroh dan Haji?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam
  • Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?
  • Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an
  • Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu
  • Meminang Siti Khadijah Bint Khwailid

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist