• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Merah-Putih dalam Genggaman Perempuan Bolaang Mongondow: Her-story Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan

“Merdeka atau mati,” menjadi lantunan zikir yang senantiasi menghiasi nafas para anggota Kelaskaran Banteng dalam Pawai Akbar Merah-Putih kala itu

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
26/10/2021
in Pernak-pernik
1
Merah-Putih

Merah-Putih

216
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada 19 Desember 1945, sepanjang jalan Tanoyan, Tungoi, Mopait, Kopandakan, Poyowa Kecil, Motoboi Kecil, hingga Molinow (sebagian Kab. Bolaang Mongondow dan Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara saat ini) dihiasi bendera Merah-Putih yang berkibar menandakan udara kemerdekaan Indonesia terus berembus di tanah Bogani.

“Merdeka atau mati,” menjadi lantunan zikir yang senantiasi menghiasi nafas para anggota Kelaskaran Banteng dalam Pawai Akbar Merah-Putih kala itu. Mengibarkan Merah-Putih pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 tidak lah semudah sekarang. Bukan hanya di Bolaang Mongondow, namun seluruh Indonesia. Apalagi yang dilakukan oleh Kelaskaran Banteng Bolaang Mongondow adalah “Pawai Akbar” Merah-Putih. Ah, sungguh nekat.

Kenekatan yang bersumber dari keinginan kuat untuk merdeka dari penjajah. Pokoknya, pilihannya hanya dua: kita merdeka atau mati. Itulah nafas perjuangan Kelaskaran Banteng Bolaang Mongondow.

Kelaskaran Banteng merupakan barisan yang mempertahankan kedaulatan kemerdekaan Indonesia di Bolaang Mongondow pasca proklamasi kemerdekaan. Laskar tersebut secara resmi didirikan pada 14 Oktober 1945, dengan pimpinannya adalah Yohan Faisal Kasad Damopolii yang merupakan Fuko Gunco Lolayan.

Satu hal yang menarik dari kelaskaran tersebut adalah tidak hanya terdiri dari pasukan laki-laki, namun juga terdapat barisan pasukan perempuan. Laskar perempuan dipimpin oleh Ny. Nurtina Gonibala Manggo (yang adalah istri Y.F.K. Damopolii).

Baca Juga:

Ki Hajar Dewantara: Antara Pendidikan dan Perjuangan Kelas Pekerja

Bukan Sekadar Pigura di Istana: Sejarah Kesaktian Para Prameswari (Ratu) Kesultanan Yogyakarta

Arumpone (Raja) Perempuan dalam Sejarah Kerajaan Bone, Sulawesi Selatan

Kemerdekaan Manusia, Tak Terpisahkan Dengan Prinsip Kesetaraan

Nurtina Gonibala Manggo, Perempuan Pemimpin Kelaskaran Banteng

Dalam buku Sejarah Perjuangan Kelaskaran Banteng RI Bolaang Mongondow yang ditulis langsung Nurtina Gonibala Manggo sebagai pelaku sejarah, dijelaskan bahwa pada 23 Oktober 1945, Y.F.K. Damopolii, Abdul Rahman Mokobombang (pemimpin barisan pria) dan Nurtina Gonibala Manggo sedang melakukan diskusi perihal strategi gerakan Kelaskaran Banteng. Tiba-tiba, Belanda mengepung rumah Y.F.K. Damopolii yang menjadi tempat pertemuan tersebut. Dan, Y.F.K. Damopolii pun ditangkap.

Dalam kekalutan, Nurtina bertanya: “Terus, bagaimana?”

Y.F.K. Damopolii menjawab (sambil teriak): “Pomolat, akuoi moiko, moiko akuoi (bahasa Bolaang Mongondow, artinya: lanjutkan, saya adalah kamu, dan kamu adalah saya).”

Di tengah hunusan senjata penjajah, Y.F.K. Damopolii–yang entah akan dibawa ke mana–berteriak: “Merdeka atau mati.” Masyarakat yang mendengarnya serempak menjawab: “Sekali merdeka tetap merdeka.”

Esoknya, pada 24 Oktober 1945, diadakan rapat mendadak Kelaskaran Banteng. Salah satu pembahasannya adalah Y.F.K. Damopolii yang telah ditangkap sementara perjuangan harus terus dilanjutkan. Maka, dibentuklah majelis pemimpin untuk mengisi kekosongan kepemimpinan. Majelis pemimpin tersebut adalah Laan Masie, Abdul Rahman Mokobombang, dan Nurtina Gonibala Manggo.

Kehadiran Nurtina Gonibala Manggo sebagai sosok (perempuan) pemimpin dalam Kelaskaran Banteng sangat penting. Dia menjadi penggerak laskar tersebut. Menghimpun kekuatan hingga ke Minahasa (Tomohon, Tondano, dan Manado) yang jaraknya ratusan kilo dengan melalui jalur hutan. Selain itu, berkat Nurtina Gonibala Manggo, Kelaskaran Banteng dapat mengambil senjata milik tentara Jepang yang disimpan di hutan Mopusi.

Setelah mendapatkan senjata, kelaskaran mulai berlatih. Tidak hanya barisan laki-laki, barisan perempuan juga ikut dalam pelatihan dengan senjata. Pasukan perempuan tidak hanya disibukkan dengan urusan garis belakang (memasak), melainkan juga ikut berlatih perang untuk persiapan maju ke garis depan membela kemerdekaan Indonesia.

Merah-Putih dalam Genggaman Perempuan Bolaang Mongondow

Pada 18 November 1945, Kelaskaran Banteng mengadakan rapat pimpinan. Salah satu kesepakatan dalam rapat tersebut adalah akan melakukan Pawai Akbar Merah-Putih pada 17 Desember 1945. Kirab itu direncanakan melewati rute Tanoyan, Tungoi, Mopait, Kopandakan, Poyowa Kecil, Motoboi Kecil, hingga Molinow. Sebab, gejolak perjuangan yang makin membara di Bolaang Mongondow, sehingga Pawai Akbar Merah-Putih pun diundur pelaksanaannya pada 19 Desember 1945.

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pukul 06.00 WITA, peserta Pawai Akbar Merah-Putih telah memenuhi jalan. Gerak langkah mereka diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya. Beberapa orang berteriak: “Merdeka atau mati.” Rombongan pawai terus bergerak maju sambil menancapkan Merah-Putih di sepanjang rute yang dilewati. Merah-Putih memenuhi jalan-jalan.

Paling depan tampak empat perempuan berseragam putih dengan ikat kepala merah-putih: Djamila Ansik, Hasina Mokobombang, Hamsia Moji, dan Nurbaya Ansik. Keempat perempuan itu telah disumpah bahwa apa pun yang terjadi mereka tidak boleh mundur. Mereka adalah poros utama jalannya Pawai Akbar Merah-Putih.

Sampai di Molinow, rombongan pawai beristirahat sejenak, dan kemudian akan melanjutkan perjalanan ke Kotamobagu. Barisan kembali ditata dengan barisan depan adalah 17 orang dari pasukan perempuan, bersaf-saf empat orang yang dipimpin langsung oleh Nurtina Gonibala Manggo. Mereka menggenggam erat bendera Merah-Putih.

Barisan kedua terdiri dari 8 orang yang merupakan para komandan pelatih Kelaskaran Banteng. Mereka membawa bendera Merah-Putih dan dilengkapi dengan senjata. Juga terdapat 4 perempuan yang bertugas mengganti bendera Belanda dengan Merah-Putih di kantor Controleur yang telah ditempati oleh KNIL/NICA. Dan, barisan keempat terdiri 45 pasukan pria bersenjata lengkap.

Saat rombongan akan berangkat, tiba-tiba pasukan NICA dan polisi kerajaan mengepung mereka. Sehingga, terjadi baku tembak, hingga NICA dan polisi kerajaan pun mundur dan pawai terpaksa tidak dilanjutkan ke Kotamobagu.

Para pejuang Kelaskaran Banteng paham bahwa melakukan Pawai Akbar Merah-Putih (kala itu) sangat beresiko. Moncong senjata penjajah siap menunggu rombongan mereka. Namun, dengan semangat merdeka atau mati kirab tetap dilakukan.

Dan meski memahami besarnya resiko melakukan Pawai Akbar Merah-Putih, perempuan-perempuan Bolaang Mongondow tanpa rasa takut mengambil barisan paling depan. Tekad kuat untuk merdeka membuat tangan mereka berani menggenggam erat Merah-Putih. []

Tags: Bendera IndonesiakemerdekaanMerah Putihperjuangan perempuanSejarah Perempuan
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Peluang Ulama Perempuan

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

16 Mei 2025
Nusyuz

Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

16 Mei 2025
Poligami dalam

Menggugat Poligami, Menegakkan Monogami

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version