Mubadalah.id – Salah satu dewan penasehat ulama perempuan (KUPI), KH. Husein Muhammad menjelaskan bahwa shalih secara literal bermakna baik, sehat, patut, kokoh, bermanfaat, damai, selaras, dan sejenisnya.
Buya Husein mengutip pendapat Muqatil bin Sulaiman, seorang mufassir klasik, dalam salah bukunya yang terkenal Al-Asybah wa al-Nazhair fi al-Quran al-Karim, menyebutkan bahwa kata shalah, akar kata dari shalih, dalam al-Quran memiliki paling tidak enam makna.
Pertama, berarti iman. Ini antara lain disebut dalam surat ar-Ra’d ayat 23.
جَنّٰتُ عَدْنٍ يَّدْخُلُوْنَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ اٰبَاۤىِٕهِمْ وَاَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيّٰتِهِمْ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ يَدْخُلُوْنَ عَلَيْهِمْ مِّنْ كُلِّ بَابٍۚ
Artinya : (yaitu) surga-surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang saleh dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya, dan anak cucunya, sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu.
Kedua, judah al-Manzilah (sikap/posisi yang baik di hadapan orang lain). Ini disebutkan dalam Surat Yusuf ayat 9 dan Al-Baqarah ayat 130.
ۨاقْتُلُوْا يُوْسُفَ اَوِ اطْرَحُوْهُ اَرْضًا يَّخْلُ لَكُمْ وَجْهُ اَبِيْكُمْ وَتَكُوْنُوْا مِنْۢ بَعْدِهٖ قَوْمًا صٰلِحِيْنَ
Artinya : Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian ayah tertumpah kepadamu, dan setelah itu kamu menjadi orang yang baik.
وَمَنْ يَّرْغَبُ عَنْ مِّلَّةِ اِبْرٰهٖمَ اِلَّا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهٗ ۗوَلَقَدِ اصْطَفَيْنٰهُ فِى الدُّنْيَا ۚوَاِنَّهٗ فِى الْاٰخِرَةِ لَمِنَ الصّٰلِحِيْنَ
Artinya : Dan orang yang membenci agama Ibrahim, hanyalah orang yang memperbodoh dirinya sendiri. Dan sungguh, Kami telah memilihnya (Ibrahim) di dunia ini. Dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang-orang saleh.
Ketiga, al-Rifq, bersikap lembut, bersahabat. Ini disebutkan dalam surat al-Qashash ayat 27.
سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ
Artinya : Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang baik.
Keempat, sawa al-khalq, ciptaan yang bagus. Ini disebutkan dalam surat al-A’raf ayat 189.
فَلَمَّآ اَثْقَلَتْ دَّعَوَا اللّٰهَ رَبَّهُمَا لَىِٕنْ اٰتَيْتَنَا صَالِحًا لَّنَكُوْنَنَّ مِنَ الشّٰكِرِيْنَ
Artinya : Kemudian ketika dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Tuhan Mereka (seraya berkata), Jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami akan selalu bersyukur.
Kelima, al-Ihsan, berbuat baik, indah. Ini disebutkan dalam surat al-Hud ayat 88.
قَالَ يٰقَوْمِ اَرَءَيْتُمْ اِنْ كُنْتُ عَلٰى بَيِّنَةٍ مِّنْ رَّبِّيْ وَرَزَقَنِيْ مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ اُخَالِفَكُمْ اِلٰى مَآ اَنْهٰىكُمْ عَنْهُ ۗاِنْ اُرِيْدُ اِلَّا الْاِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُۗ وَمَا تَوْفِيْقِيْٓ اِلَّا بِاللّٰهِ ۗعَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَاِلَيْهِ اُنِيْبُ
Artinya : Dia (Syuaib) berkata, “Wahai kaumku! Terangkan padaku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan aku dianugerahi-Nya rezeki yang baik (pantaskah aku menyalahi perintah-Nya)? Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya. Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup. Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya (pula) aku kembali.
Keenam, al-thaah, ketaatan. Yakni ketaatan kepada Allah dalam menjalani kehidupannya di dunia. Di sini kata al-Thaah selalu dimaknai sebagai ketaatan kepada Allah.
Ini disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 11.
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِۙ قَالُوْٓا اِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُوْنَ
Artinya : Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi!” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.”
Dengan memahami arti shalih ini, Buya Husein menegaskan, dapat menggambarkan betapa kata shalih dapat diterjemahkan dalam banyak hal dan dapat dimaknai secara berbeda-beda sesuai dengan konteksnya yang berbeda-beda dan berubah-ubah, baik konteks tema pembicaraan, audiens, ruang maupun waktu.
Apa yang dinyatakan saleh di satu tempat dan di suatu masa tidak selalu saleh pada tempat dan zaman yang lain. (Rul)