Sabtu, 25 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

    Resolusi Jihad

    Resolusi Jihad Santri: Dari Angkat Senjata hingga Media Sosial

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: KUPI Tegaskan Semua Manusia Adalah Subjek Kehidupan, Termasuk Disabilitas

    Ulama Perempuan Disabilitas

    Nyai Hj. Badriyah Fayumi: Ulama Perempuan Harus Menjadi Pelopor Keulamaan Inklusif dan Ramah Disabilitas

    Hak-hak Disabilitas

    UIN SSC Gelar Konferensi Nasional KUPI untuk Memperkuat Peran Keulamaan bagi Hak-hak Disabilitas

    Disabilitas

    PSGAD UIN SSC Dorong Kolaborasi Akademisi, Komunitas, dan Pesantren untuk Advokasi Disabilitas melalui Tulisan

    Isu Disabilitas

    Zahra Amin: Mari Menulis dan Membumikan Isu Disabilitas

    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Krisis Iklim

    Krisis Iklim dan Krisis Iman Sebagai Keprihatinan Laudate Deum

    Praktik P2GP

    Refleksi Kegiatan Monev Alimat dalam Membumikan Fatwa KUPI tentang Penghapusan Praktik P2GP

    Hari Santri Nasional

    Refleksi Hari Santri Nasional: Kemerdekaan Santri Belum Utuh Sepenuhnya

    Perundungan

    Kita, Perempuan, Membentengi Generasi dari Perundungan

    Konferensi Nasional KUPI 2025

    Disabilitas di Konferensi Nasional KUPI 2025: Sebuah Refleksi

    Perempuan Disabilitas

    Refleksi Perempuan Disabilitas di Hari Santri Nasional

    Fiqh al-Murūnah

    KUPI Mengenalkan Fiqh al-Murūnah bagi Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

    Hak Politik Penyandang Disabilitas

    Hak Politik Penyandang Disabilitas: Antara Jaminan Konstitusi dan Prinsip Keadilan Islam

    Moral Solidarity

    Makna Relasi Afektif di Pesantren: Collective Pride dan Moral Solidarity Santri

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

    Resolusi Jihad

    Resolusi Jihad Santri: Dari Angkat Senjata hingga Media Sosial

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: KUPI Tegaskan Semua Manusia Adalah Subjek Kehidupan, Termasuk Disabilitas

    Ulama Perempuan Disabilitas

    Nyai Hj. Badriyah Fayumi: Ulama Perempuan Harus Menjadi Pelopor Keulamaan Inklusif dan Ramah Disabilitas

    Hak-hak Disabilitas

    UIN SSC Gelar Konferensi Nasional KUPI untuk Memperkuat Peran Keulamaan bagi Hak-hak Disabilitas

    Disabilitas

    PSGAD UIN SSC Dorong Kolaborasi Akademisi, Komunitas, dan Pesantren untuk Advokasi Disabilitas melalui Tulisan

    Isu Disabilitas

    Zahra Amin: Mari Menulis dan Membumikan Isu Disabilitas

    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Krisis Iklim

    Krisis Iklim dan Krisis Iman Sebagai Keprihatinan Laudate Deum

    Praktik P2GP

    Refleksi Kegiatan Monev Alimat dalam Membumikan Fatwa KUPI tentang Penghapusan Praktik P2GP

    Hari Santri Nasional

    Refleksi Hari Santri Nasional: Kemerdekaan Santri Belum Utuh Sepenuhnya

    Perundungan

    Kita, Perempuan, Membentengi Generasi dari Perundungan

    Konferensi Nasional KUPI 2025

    Disabilitas di Konferensi Nasional KUPI 2025: Sebuah Refleksi

    Perempuan Disabilitas

    Refleksi Perempuan Disabilitas di Hari Santri Nasional

    Fiqh al-Murūnah

    KUPI Mengenalkan Fiqh al-Murūnah bagi Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

    Hak Politik Penyandang Disabilitas

    Hak Politik Penyandang Disabilitas: Antara Jaminan Konstitusi dan Prinsip Keadilan Islam

    Moral Solidarity

    Makna Relasi Afektif di Pesantren: Collective Pride dan Moral Solidarity Santri

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Pentingkah Gagasan Feminisme Nusantara?

Upaya mempribumikan feminisme bukan hanya melahirkan gagasan feminisme ala Nusantara, namun juga membuat feminisme menjadi terasa tidak asing dalam masyarakat Indonesia

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
3 Agustus 2022
in Publik
0
Feminisme Nusantara

Feminisme Nusantara

483
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada esai sebelumnya tentang “Membincang Feminisme Nusantara, Mungkinkah?”, kita telah mendiskusikan feminisme Nusantara. Bahwa upaya mempribumikan feminisme, dan melahirkan pemikiran kesetaraan gender yang tidak mengabaikan karakter budaya Nusantara adalah satu hal yang sangat mungkin dilakukan.

Namun, pertanyaan kemudian adalah, apa hal itu penting untuk dilakukan? Memangnya, untuk apa ada konsep feminisme Nusantara? Pertanyaan ini penting untuk dijawab dalam mendiskusikan urgensi feminisme Nusantara.

Menurut saya setidaknya ada dua hal yang membuat kenapa feminisme Nusantara menjadi penting. Pertama, feminisme Nusantara menjadikan gerakan kesetaraan gender sesuai dengan konteks ke-Nusantara-an. Dan kedua, feminisme Nusantara dapat menjadi upaya menghapus stigma negatif feminisme dalam masyarakat Indonesia.

Kesetaraan gender yang sesuai konteks ke-Nusantara-an

Wacana kesetaraan gender di Indonesia umumnya dilingkupi dengan paradigma atau pemikiran feminisme Barat. Padahal, tidak bisa dipungkiri bahwa terdapat perbedaan konteks kehidupan (perempuan) di Barat dan Nusantara. Hal ini karena tiap masyarakat memiliki kekhasan masing-masing.

Sebagaimana Syamsurijal dalam “Menuju Feminisme Nusantara: Menata Ulang Gerakan Perempuan di Indonesia,” menjelaskan bahwa, “…sejatinya sejarah, narasi, masalah dan pengalaman perempuan di dunia ini berbeda satu sama lain. Karenanya tidak cukup baik jika melulu hanya menuliskan universalisme gerakan perempuan di dunia. Perlu muncul tulisan-tulisan yang menunjukkan pengalaman perempuan lebih sepesifik sesuai dengan konteks dan historiositasnya masing-masing.”

Dalam hal ini, upaya melahirkan satu konsep pemikiran kesetaraan gender dan feminisme yang tidak mengabaikan akar sejarah dan budaya Nusantara adalah penting kita lakukan. Selain menghasilkan paradigma feminisme yang tidak mengabaikan pengalaman kehidupan perempuan Nusantara, atau feminisme yang sesuai konteks ke-Nusantara-an, adanya feminisme Nusantara juga, sebagaimana Syamsurijal, dapat menunjukkan hal-hal yang berbeda dari apa yang feminisme Barat bayangkan.

Misalnya, tentang ruang domestik dan publik. Dalam konteks pengalaman perempuan di Barat, ruang domestik dan publik dipandang sebagai dua ranah yang berbeda, dan dalam perbedaan ini ruang domestik merupakan zona privat yang lebih rendah daripada ruang publik dan menyubordinasi peran perempuan. Pandangan ini yang biasa melingkupi wacana kesetaraan gender di Indonesia. Sehingga, tidak heran jika muncul pandangan kesetaraan gender dan feminisme yang menolak keras dan seakan meremehkan peran perempuan yang memilih bekerja (berkiprah) di rumah.

Keragaman pengalaman perempuan Nusantara

Padahal pengalaman perempuan Nusantara menunjukkan hal yang agak berbeda. Hal ini sudah pernah saya bahas dalam esai “Memaknai Ruang Domestik Perempuan dalam Konsep Nusantara.” Ruang publik dalam konsep Nusantara tidak dikenal lebih baik daripada ruang domestik, dan keduanya tidak dibayangkan sebagai dua hal yang berbeda dan tidak berkaitan.

Sehingga, misalnya istri (perempuan Nusantara) memilih bekerja di rumah, maka statusnya tidak lantas lebih rendah dengan suami yang mencari nafkah di luar rumah. Sebab, dalam konsep Nusantara tidak ada yang lebih baik antara ruang domestik dan publik karena keduanya dipandang saling berkaitan. Dua ruang yang perlu berjalan agar rumah tangga makin baik dan mapan.

Konsep Nusantara yang demikian membuat Nyai (Ulama Perempuan) Madura memaknai ruang domestik bukan sebagai ruang yang membelenggu perannya. Sebagaimana Hasanatul Jannah dalam Ulama Perempuan Madura, bahwa Nyai Madura memandang ruang domestik sebagai ruang untuk berkarya, bekerja, bercerita, dan berbuat baik. Bagi Nyai Madura, ruang domestik merupakan dunia yang harus ia jaga dan pelihara.

Jadi, feminisme Nusantara membuat kita dapat memaknai kesetaraan gender dari akar sejarah dan budaya Nusantara. Ini bukan bertujuan untuk mengatakan bahwa budaya Nusantara adalah yang paling baik dan pas untuk perempuan. Dan juga bukan karena anti dengan produk pengetahuan Barat. Melainkan, adalah satu upaya melihat konsep kesetaraan gender dan feminisme yang sesuai dengan konteks ke-Nusantara-an.

Feminisme Nusantara menghapus stigma negatif feminisme

Selain menghasilkan pemikiran kesetaraan gender dari akar sejarah dan budaya Nusantara, feminisme Nusantara juga dapat membuat feminisme menjadi tidak terasa asing dalam masyarakat Indonesia. Hal ini setidaknya dapat menghapus stigma negatif feminisme dalam masyarakat Indonesia.

Stigma negatif feminisme tidak lepas karena feminisme adalah produk pengetahuan Barat. Di sisi lain, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat post-kolonial (pernah dijajah), dan sebagaimana Raewyn Connel, dkk., dalam “Toward a Global Sociology of Knowledge: Post-Colonial Realities and Intellectual Practices,” bahwa, “The log shadow of colonial history falls across whole domains of knowledge (Bayangan panjang sejarah kolonial (penjajahan) melingkupi domain-domain pengetahuan).”

Jadi penjajahan (kolonialisme) tidak hanya membuat banyak nyawa melayang, melainkan juga pasca-penjajahan melahirkan dampak traumatik yang memengaruhi produksi pengetahuan. Connel, dkk., menjelaskan kalau kolonialisme berdampak pada “the re-forming of the natives’ minds (pembentukan ulang wawasan pribumi).” Dalam hal ini, terbangun dinding tebal atas pengetahuan Barat yang kita pandang representasi penjajah. Lalu berkaitan dengan pengetahuan pribumi atau non-Barat sebagai representasi bekas jajahan.

Karena itu produk pengetahuan Barat sering kali dipandang sebagai intrusion (gangguan) bagi nilai-nilai ke-Nusantara-an. Hal ini juga berlaku pada feminisme yang merupakan produk pengetahuan Barat.

Upaya mempribumikan feminisme bukan hanya melahirkan gagasan feminisme ala Nusantara. Namun juga membuat feminisme menjadi terasa tidak asing dalam masyarakat Indonesia. Sehingga, stigma negatif feminisme dapat di-counter, karena kita menggali kesetaraan gender dari akar sejarah dan budaya Nusantara itu sendiri. Hal ini menjadikan feminisme atau gerakan kesetaraan gender dapat mewujud dengan ramah di Indonesia.

Tags: feminismeGendergerakan perempuankeadilanKesetaraanNusantarapatriarkiTradisi
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Ekofeminisme di Indonesia
Publik

Kajian Ekofeminisme di Indonesia: Pendekatan Dekolonisasi

20 Oktober 2025
Membaca Buku
Publik

Joglo Baca: Merawat Tradisi Membaca Buku di Tengah Budaya Scrolling

18 Oktober 2025
Siti Ambariyah
Figur

Menelaah Biografi Nyai Siti Ambariyah; Antara Cinta dan Perjuangan

18 Oktober 2025
Guruku Orang-orang dari Pesantren
Buku

Guruku Orang-orang dari Pesantren; Inspirasi Melalui Lembaran Buku KH. Saifuddin Zuhri

18 Oktober 2025
Keadilan Gender
Aktual

SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

17 Oktober 2025
Korban Kekerasan Seksual
Publik

Membela Korban Kekerasan Seksual Bukan Berarti Membenci Pelaku

14 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Metode Mubadalah

    Aplikasi Metode Mubadalah dalam Memaknai Hadits Bukhari tentang Memerdekakan Perempuan Budak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi Hari Santri Nasional: Kemerdekaan Santri Belum Utuh Sepenuhnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Krisis Iklim dan Krisis Iman Sebagai Keprihatinan Laudate Deum

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi Kegiatan Monev Alimat dalam Membumikan Fatwa KUPI tentang Penghapusan Praktik P2GP

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mbah War Sudah Kaya Sebelum Santri Belajar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Krisis Iklim dan Krisis Iman Sebagai Keprihatinan Laudate Deum
  • Refleksi Kegiatan Monev Alimat dalam Membumikan Fatwa KUPI tentang Penghapusan Praktik P2GP
  • Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam
  • Aplikasi Metode Mubadalah dalam Memaknai Hadits Bukhari tentang Memerdekakan Perempuan Budak
  • Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID