Mubadalah.id – Beruntunglah saya, dipertemukan dengan Ketua Adat Gowa, Muhlis Paraja dalam kegiatan Workshop Nasional Family Farming Berbasis Agroekologi yang bekerja sama dengan Food and Agriculture Organization (FAO) of the United Nations Indonesia yang bertempat di Pesantren Ekologi Ath-Thariq Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat, pada 20-24 September 2022.
Berdasarkan peraturan daerah, Desa Pao Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Tambolo Pao Provinsi Sulawesi Selatan merupakan pamekaran dari Desa Tamona pada tahun 1990. Desa Pao memiliki empat wilayah dusun. Salah satu dusunnya yaitu bernama Patalasung. Sejak tahun 2010, Dusun Patalasung ini merencanakan sistem pertanian agoekologi secara partisipatif.
Berdasarkan catatan Food and Agriculture Organization (FAO), dalam 50 tahun terakhir, kemajuan teknologi pertanian telah menyebabkan lompatan besar dalam produksi bahan pangan, untuk menopang ketahanan pangan dunia. Hampir di seluruh dunia, produksi tanaman intensif justru menguras tanah, yang pada gilirannya dapat membahayakan kemampuan memproduksi bahan pangan di masa depan.
Pembangunan Berkelanjutan
Populasi manusia di dunia, diperkirakan lebih dari 9 miliar pada tahun 2050, diperparah persaingan dalam pemanfaatan sumber daya tanah dan air serta dampak perubahan iklim, ketahanan pangan di masa mendatang akan sangat bergantung pada kemampuan kita dalam meningkatkan hasil dan kualitas pangan serta dalam memanfaatkan tanah.
Salah satu caranya dalam mewujudkan tanah yang sehat dan berkualitas adalah dengan mempraktikkan agroekologi.
Secara lugas, agroekologi kita maknai sebagai suatu sistem pertanian berkelanjutan yang dapat menjadi alternatif dari pertanian konvensional. Agroekologi mengedepankan kontribusi terhadap hubungan kelestarian alam, ilmu sosial, ekologi, ekonomi, masyarakat, dan lingkungan yang sehat. Sehingga, produktivitasnya lebih tinggi ketimbang pertanian konvensional serta dapat menyumbang ketahanan pangan dan pembangunan berkelanjutan.
Sebagian besar masyarakat di sana memiliki harapan bahwa dusun ini ingin menjadikan pusat wisata pertanian keluarga berbasis pertanian alami (agroekologi). Bahkan, dapat kita lihat dalam sebuah perencanaan pembangunan wilayah adat, sampai pada tata ruang wilayah adat. Sejak tahun itu sudah menerapkan zona hijau, seperti penggunaan pupuk secara organik, hutan di hulu, memanfaatkan kotoran sapi, peternakan, hortikultura, padi, dan lain sebagainya.
Selain itu, masyarakat adat di sini tidak menjual secara langsung padi yang mereka panen. Akan tetapi mereka simpan di lumbung, dan mereka bawa kepenggilingan sesuai dengan kebutuhan sehari-hari. Di lumbung, tersimpan persediaan 1-2 tahun mendatang serta gabahnya mereka manfaatkan sebagai pupuk. Sehingga masyarakat adat tidak menggunakan pupuk kimia dari luar.
Ketahanan Pangan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
Best practice di atas telah mendeskripsikan betapa pentingnya menjaga ketahanan kelangsungan hidup atau hifd an-nafs kepada kita semua. Islam mendorong setiap muslim untuk menjaga dan memenuhi kebutuhan ketahanan pangan demi menjaga kelangsungan hidup manusia.
Secara eksplisit ada beberapa ayat Al-Qur’an yang memuat pesan tentang ketahanan pangan, diantaranya surat Yusuf ayat 47, surah an-Nahl ayat 6 dan 14, surah al-An’am ayat 141-142, surah an-Nisa ayat 29, surah at-Taubah ayat 60, surah al-Baqarah ayat 168 dan 267, dan surah al-A’raf ayat 31. (red: selengkapnya bisa kita baca melalui mushaf Al-Qur’an.
Beberapa surah di atas merupakan perintah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menjaga ketahanan pangan. Ada tiga aspek yang Al-Qur’an jelaskan terkait kebutuhan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup. Yakni, aspek peternakan, perkebunan dan perikanan.
Ketiga aspek tersebut merupakan bentuk kasih sayang Allah Swt dan sebagai manusia. Tujuannya agar dapat memanfaatkan dengan baik dan tetap mengingat tugas manusia sebagai seorang hamba yang taat.
Selain ayat al-Qur’an, terdapat pula pula hadis Rasulullah Saw memuat pesan tentang ketahanan pangan, di antaranya hadist riwayat Imam Bukhari dan Ahmad, Rasulullah bersabda:
“Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya maka tanamlah.” (HR. Imam Bukhari)
Selanjutnya, hadist riwayat Al-Baihaqi dalm Sunan Al-Kubra, Rasul bersabda:
“Barangsiapa mengolah yang tanah mati (lahan gundul), dia mendapatkan pahala. Adapun yang dimakan oleh makhluk hidup bernilai sedekah baginya.” (HR. Al-Baihaqi)
Hadist di atas merupakan dalil yang jelas mengenai anjuran Rasulullah Saw untuk bercocok tanam. Karena di dalam bercocok tanam terdapat dua manfaat. Yakni pertama, manfaat duniawi atau menghasilkan bahan makanan yang manfaat untuk penanamnya, masyarakat dan makhluk hidup. Kedua, manfaat ukhrawi atau manfaat berupa pahala atau ganjaran. []