• Login
  • Register
Sabtu, 5 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Beauty Privilege: Mengapa Kecantikan Diistimewakan?

Kecantikan seharusnya tidak memiliki standar absolut. Karena setiap budaya memiliki standar kecantikan yang berbeda-beda

Wanda Roxanne Wanda Roxanne
03/03/2023
in Personal
0
Beauty Privilege

Beauty Privilege

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa bulan lalu saya mengikuti kelas kardio untuk perempuan, dan ada anggota baru yang mendapat perlakuan spesial dengan mengajak ngobrol lebih banyak. Lalu ia menjadi pusat perhatian karena dianggap cantik. Padahal di saat yang sama juga ada anggota baru yang bergabung. Namun semua perhatian tertuju hanya padanya. Saya familiar dengan perlakuan beauty privilege, atau spesial karena dianggap menarik secara fisik seperti ini bahkan sejak kecil. Mengapa orang-orang yang secara fisik menarik, kita perlakukan istimewa?

Dalam kelas kardio ini saya juga mendengar teman saya berkata, “Bela (bukan nama sebenarnya) udah keringetan tapi tetap cantik, aku udah hancur”. Kemudian saya merespon, “Mbak juga cantik kok”. Lalu dia menimpali, “Tapi aku sudah gak muda”. Saya memujinya dengan tulus, bahwa dia memang cantik. Namun dia tidak bisa menerima sepenuhnya karena mungkin tidak menganggap dirinya cantik terutama jika dibandingkan dengan Bela.

Jika mengingat kembali pengalaman selama sekolah, teman-teman saya yang cantik sesuai standar kecantikan masyarakat, mereka akan terpilih untuk menempati posisi penting di sekolah. Mereka yang secara fisik tidak menarik di mata masyarakat, tidak akan terpilih atau tidak berani mencalonkan diri. Sekalipun jika kita memang kompeten untuk melakukan tugas atau kegiatan tertentu. Perlakuan istimewa seperti ini akan menganggap yang lain sebagai liyan dan juga menimbulkan diskriminasi.

Baca Juga:

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Feminisme Sebuah Kata Hati

Gadis Arivia dalam bukunya “Feminisme Sebuah Kata Hati” menjelaskan mengenai sumbu silang privilese, dominasi dan penindasan. Sumbu silang ini ia adaptasi melalui intersecting axes of privilege, domination, and oppression melalui Kathryn Pauly Morgan dalam bukunya “Describing the Emperor’s New Clothes: Three Myths of Educational (In-)Equity”. Sumbu silang ini akan menjelaskan karakteristik dan kondisi-kondisi yang menempatkan seseorang atau kelompok dalam posisi istimewa, yang mendominasi dan yang teropresi.

Orang-orang yang memiliki privilese (hak istimewa) akan kita perlakukan istimewa dalam masyarakat. Privilese adalah posisi-posisi yang menguntungkan kelompok masyarakat tertentu miliki, karena status dan posisi mereka (Arvia, 2006). Sistem ini memfasilitasi ketidakadilan, subordanisasi dan dominasi. Termasuk rasisme, klasisme, seksisme, dan diskriminasi lainnya.

Perlakuan pada Bela menunjukkan sikap yang istimewa padanya karena dia cantik, muda dan juga kaya. Orang-orang akan memperlakukan kita dengan istimewa jika kita memiliki lapisan-lapisan privilese yang lainnya. Pemikiran dan perilaku yang diskriminatif terekspresikan melalui perlakuan istimewa pada seseorang atau kelompok tertentu. Semakin banyak lapisan privilese yang kita miliki, maka semakin orang lain menyukai kita dan memperlakukan kita dengan istimewa.

Lapisan Priviles dan Opresi

Mari cek lapisan-lapisan privilese yang mungkin dan telah kita dapatkan melalui sumbu silang privilese, dominasi dan opresi. Kita akan memiliki prviles jika kita fertil, bukan yahudi, berkulit putih atau pucat. Lalu bahasa Inggris sebagai bahasa utama, kelas menengah dan atas, menarik secara penampilan, muda, kredensial (berpendidikan), tidak berkebutuhan khusus (able-bodies), heteroseksual, budaya Eropa, kulit putih, laki-laki, dan gender biner.

Sebaliknya, kita akan berisiko mengalami opresi atau diskriminasi jika gender kita non-biner (bukan laki-laki atau perempuan), perempuan, orang dengan kulit berwarna, bukan berasal dari Eropa, LGBTQ+, difabel, tidak menempuh pendidikan, tua, tidak menarik secara fisik, kelas pekerja dan miskin, bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, berkulit gelap, Yahudi dan infertil.

Hal ini penting untuk kita ketahui karena orang-orang atau kelompok yang termasuk dalam sumbu opresi akan terus terdiskriminasi dalam hubungan personal hingga dalam kebijakan Negara. Sumbu silang ini membuat kita memahami bahwa setiap orang tidak berangkat pada titik privilese yang membuat mereka berdaya, memiliki kuasa dan kita perlakukan dengan adil. Sumbu ini dapat kita jadikan sebagai dasar bahwa kita perlu berpihak pada mereka yang terdiskriminasi karena berasal dari golongan yang tidak memiliki privilese.

Kecantikan: Antara Privilese dan Diskriminasi

Meski orang-orang yang kita anggap cantik dan tampan mendapat perlakukan istimewa, namun sebagian orang justru mendapatkan diskriminasi karena kecantikannya dan status privilesenya yang lain. Perempuan yang cantik memiliki privilese karena memiliki penampilan yang menarik. Namun jangan lupa bahwa gender perempuan berada dalam sumbu opresi, yang juga rentan akan diskriminasi.

Perempuan yang cantik dan menarik dalam dunia pekerjaan terkadang hanya kita apresiasi seputar kecantikan mereka, dianggap mendapatkan posisi tertentu karena kecantikannya, dan bukan keahliannya. Teman saya pernah bercerita bahwa dia pernah mendapat tuduhan menggoda atasannya yang seorang laki-laki, oleh istri atasannya, karena mereka bekerja bersama. Dia dicap sebagai perempuan murahan dan pelakor, hanya karena mereka bersama untuk menyelesaikan pekerjaan.

Teman saya bercerita bahwa temannya, Hara, yang cantik dan single, dianggap sebagai penggoda dan matre. Karena banyak orang yang memberinya hadiah. Padahal dia tidak meminta hadiah-hadiah tersebut. Hadih-hadiah ini juga merupakan perlakukan spesial yang orang lain berikan padanya. Namun sekaligus membuatnya mendapatkan stigma sebagai penggoda.

Kecantikan Sebagai Apresiasi dan Imbalan

Kita tidak bisa memilih untuk terlahir dengan fisik seperti apa. Dalam kelas ekonomi, budaya atau kondisi seperti apa yang termasuk dalam sumbu privilese. Namun kecantikan seharusnya tidak memiliki standar absolut. Karena setiap budaya memiliki standar kecantikan yang berbeda-beda. Kita juga dapat memiliki definisi kecantikan kita sendiri, dan melihat kecantikan tidak hanya berdasarkan karakteristik sumbu privilese.

Setelah saya memahami bahwa keberagaman adalah keindahan, saya dapat melihat bahwa secara fisik orang-orang dengan kulit berwarna dan gelap, tua-muda, kelas bawah-atas, dan berpendidikan-tidak berpendidikan, dapat merasa cantik dan dapat kita nilai cantik. Kecantikan juga bukanlah suatu persaingan. Baik antar perempuan ataupun pada gender tertentu yang menilai perempuan hanya sebagai objek fisik dengan nilai utama pada kecantikan atau ketampanan.

Ester Lianawati dalam bukunya “Ada Serigala Betina dalam Diri Setiap Perempuan”, menjelaskan bagaimana nilai kecantikan membuat perempuan sejak kecil kita ajarkan untuk bersaing. Bahkan dalam dan oleh keluarganya sendiri. Kita mungkin juga mengalaminya, kita akan dibandingkan dengan adik atau kakak kita siapa yang lebih cantik. Yang lebih cantik akan kita puji-puji, dan yang dianggap tidak cantik akan mendapatkan hukuman melalui komentar negatif.

Kecantikan merupakan privilese sekaligus imbalan bagi perempuan. Bahkan dalam pekerjaan, seringkali kita butuhkan pekerja yang memiliki penampilan menarik. Artinya cantik dan tampan. Selain itu juga ada batasan usia untuk melamar pekerjaan tersebut dengan gender tertentu. Hal ini adalah diskriminasi yang mungkin tidak kita sadari, karena kita termasuk dalam golongan dengan privilese tersebut. []

 

 

 

 

Tags: Beauty PrivilegeEsther LianawatifeminismeGadis Ariviakecantikanperempuan
Wanda Roxanne

Wanda Roxanne

Wanda Roxanne Ratu Pricillia adalah alumni Psikologi Universitas Airlangga dan alumni Kajian Gender Universitas Indonesia. Tertarik pada kajian gender, psikologi dan kesehatan mental. Merupakan inisiator kelas pengembangan diri @puzzlediri dan platform isu-isu gender @ceritakubi, serta bergabung dengan komunitas Puan Menulis.

Terkait Posts

Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID