Mubadalah.id – Tubuh perempuan adalah suci sebagai manusia, sebagaimana tubuh laki-laki, jika darah haid dapat dipastikan tidak mengotori masjid, perempuan dibolehkan memasuki masjid.
Hal ini persis dengan yang Nabi Saw sampaikan kepada Aisyah r.a, “Darah haidmu itu tidak berada di tanganmu”. Pernyataan ini disampaikan ketika Aisyah ra diminta mengambil pakaian dari dalam masjid, lalu menjawab: “Aku sedang haid”.
Dari Aisyah r.a, berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Ambilkan pakaianku dari dalam masjid” Aku menjawab: “Aku sedang haid”. Lalu Nabi menimpali: “Haidmu itu bukan di tanganmu. (Shahih al-Bukhari, Kitab al-Haidh, no. 715).
Ini pernyataan yang revolusioner dari Nabi Saw untuk mengikis segala mitos najis tubuh perempuan akibat menstruasi. Dengan bukti ini, ajaran Islam sama sekali tidak menistakan tubuh perempuan yang sedang menstruasi.
Pengecualian yang Islam lakukan terkait kondisi tubuh perempuan pada masa menstruasi harus kita maknai sebagai penghargaan dan keringanan, atau apresiasi dan dispensasi (min bab al-tarkhish).
Bukan diskriminasi apalagi penistaan, sehingga segala ijtihad ulama seyogianya harus kita arahkan ke dispensasi daripada diskriminasi, terutama pada hal-hal sosial.
Segala ijtihad, tafsir, pemaknaan, atau perilaku yang mengarah pada diskriminasi dan penistaan tubuh perempuan akibat menstruasi harus kita hentikan karena bertentangan dengan misi Islam.
Perlu kita tegaskan bahwa darah menstruasi itu hanya keluar dari vagina perempuan, dan karena itu, yang Islam larang hanyalah berhubungan seks (penetrasi) untuk menjaga kesehatan tubuh, baik untuk kesehatan laki-laki dan terutama perempuan.
Darah haid tidak keluar dari tangan, sehingga perempuan tetap boleh memegang apa pun. Bukan keluar dari kaki, sehingga boleh melangkah ke mana pun. Bukan juga keluar dari kepala, sehingga tetap boleh belajar, berpikir, dan beramal kebaikan apa pun.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah.