• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Kosmopolitanisme Gus Dur dan Kesetaraan Gender

Gagasan kosmopolitanisme yang substansinya adalah kemanusiaan menjadi titik perjuangan bersama dalam memperjuangkan keadilan, dan kesetaraan

Ni'am Khurotul Asna Ni'am Khurotul Asna
02/08/2023
in Figur
0
Kesetaraan Gender

Kesetaraan Gender

982
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Gus Dur sebagai guru toleransi dan kemanusiaan secara eksplisit getol menyuarakan terwujudnya kesetaraan gender. Gus Dur menerapkan langsung dalam praktik terkait kesetaraan gender, hak asasi perempuan dalam Islam, dan hak perempuan dalam ruang publik.

Lebih lanjut pula, Gus Dur mengenalkan istilah kesetaraan gender agar masyarakat familiar dengan istilah “mitra sejajar”. Mitra sejajar dalam perspektif Gus Dur terimplementasi dalam konstruk pemikirannya. Termasuk secara spesifik dalam pembahasan ini: kosmopolitanisme Islam.

Konstruksi pemikiran Gus Dur berasaskan tiga, yakni, universalisme Islam, pribumisasi Islam, dan kosmopolitanisme Islam. Universalisme Islam terkait dengan nilai-nilai kemanusiaan dalam Islam, yang manfaatnya terasa bagi seluruh manusia.

Melalui toleransi, keterbukaan sikap, kemanusiaan, keprihatinan yang arif, sekaligus pembenahan terhadap kebodohan dan kemiskinan dalam masyarakat. Pribumisasi Islam berbicara mengenai Islam yang diakomodasi ke dalam lokalitas. Sedangkan, kosmopolitanisme Islam adalah titik pijak dari lahirnya gagasan universalisme Islam dan pribumisasi Islam.

Gagasan kosmopolitanisme yang substansinya adalah kemanusiaan menjadi titik perjuangan bersama dalam perjuangan keadilan dan kesetaraan. Termasuk kesetaraan gender yang menjadi ranah konstruk pemikiran Gus Dur. Di mana dari tiga pemikiran ini memiliki bagian masing-masing, namun saling berkesinambungan.

Baca Juga:

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Kemanusiaan sebelum Aksesibilitas: Kita—Difabel

Kosmopolitanisme Sebagai Landasan

Secara bahasa, kosmopolit terdiri dari dua kata, yakni, kosmo (dunia) dan polit (warga). Secara umum kosmopolitanisme kita maknai sebagai prinsip kewarganegaraan dunia yang tak terbatas pada identitas-identitas (agama, ras, etnik, negara, dan lain-lain). kosmopolitanisme membentuk perjuangan dan dialektika gagasan yang semata-mata berdasarkan pada kemanusiaan.

Dalam memperjuangkan tercapainya kemanusiaan dan keadilan, kosmopolitanisme bermaksud mendorong kaum muslim agar dapat membangun kemajuan peradaban Islam dengan menyesuaikan kebutuhan umat manusia pada masanya.

Sebagaimana ungkapan Buya Husein Muhammad dalam bukunya “Islam Tradisional Yang Terus Bergerak”, bahwa dengan memulai penelusuran atas akar-akar kebudayaan Islam masa lampau itu menjadi dasar bagi upaya merekonstruksi (membangun kembali) pemikiran Islam guna memajukan dan menghidupkan Islam yang sejalan dengan konteks hari ini dan di sini.

Dalam konteks saat ini beberapa cendekiawan dan ulama kontemporer (Faqihuddin abdul Kodir, Nur rofi’ah, Badriyah Fayumi, dll) bersama-sama mewujudkan pemikiran progresif terkait kesetaraan gender yang merujuk pada teks keagamaan.

Yakni referensi yang berdasarkan pada pembacaan Al-Qur’an, hadits, kitab kuning serta tokoh pembaharu Islam masa lalu. Tetapi, tujuannya sama yaitu terwujudnya nilai keadilan untuk sesama manusia, baik laki-laki dan perempuan.

Hairus Salim dalam buku Gus Dur Sang Kosmopolit juga menjelaskan bahwa gagasan kosmopolitanisme Islam terdiri dari lima poin jaminan dasar. Pertama, keselamatan fisik masyarakat dari tindakan badani di luar ketentuan hukum. Kedua, keselamatan keyakinan agama masing-masing tanpa ada paksaan untuk berpindah agama.

Ketiga, keselamatan keluarga dan keturunan. Keempat, keselamatan harta benda dan milik pribadi di luar prosedur hukum. Kelima, keselamatan profesi.

Berangkat dari itu, kosmopolitanisme Gus Dur sejatinya bertujuan untuk membebaskan manusia dari diskriminasi panjang selama berabad-abad lamanya, baik itu dari ketidakadilan struktur, rezim yang dzalim, penindasan kepada rakyat miskin yang dilakukan oleh penguasa kebijakan negara. Kasus tersebut juga merupakan bagian dari ketidakadilan dan diskriminasi yang menyasar pada gender.

Kesetaraan Sebagai Wujud Kemanusiaan

Kesetaraan gender memuat perjuangan menuntut penyetaraan dalam ruang dan hak. Baik dari hak hukum, hak ekonomi, hak reproduksi, hak politik, dan segala bentuk hak asasi manusia dari laki-laki dan perempuan, serta eksistensi gender lainnya.

Sebagaimana yang telah saya jelaskan di atas bahwa pengembangan kosmopolitanisme kita perlukan untuk merekonstruksi peradaban dan pemikiran manusia yang cenderung konservatif dan leterlek.

Sebab dengan merekonstruksi peradaban tersebut, kosmopolitanisme yang kreatif memiliki dampak yang signifikan dan bermanfaat bagi masyarakat. Yakni untuk mengatasi persoalan-persoalan sosial hingga nantinya dapat mencapai keadilan untuk manusia.

Merujuk pada esensi kosmopolitanisme yang mengarah pada nilai toleransi dan keberagaman, Nur Rofi’ah dalam pengantar buku Manual Mubadalah juga mengungkapkan hal yang sama. Bahwa perbedaan dari keragaman yang ada bukanlah menjadi sumber konflik, melainkan modal sosial untuk maju bersama tentunya dalam rangka menegakkan keadilan itu sendiri.

Agenda kosmopolitanisme Gus Dur dalam isu kesetaraan gender beberapa di antaranya adalah, lebih baik diharamkan saja umat muslim yang memilih poligami. Sebab sekarang terdapat perubahan makna ayat Al-Qur’an mengenai poligami dengan syarat yang berat dan adil.

Dalam kewarganegaraan, perempuan dan laki-laki sama-sama mendapatkan hak dasar keselamatan fisik dan perlindungan bagi warga negara. Warga negara tidak boleh semena-mena kita siksa, dan terkena sanksi fisik apapun, kecuali memang terjadi kesalahan menurut prosedur hukum yang berlaku.

Tujuan ajaran Islam adalah mewujudkan keadilan dan kemaslahatan untuk berbagai pihak. Gus Dur mengatakan bahwa Islam mesti menyerap pemahaman dan pemikiran yang positif dari luar, sehingga dapat terwujud relevansi. Dengan demikian, wacana feminisme dan kesetaraan gender dapat diterima dengan baik dalam ajaran Islam karena memuat substansi perjuangan yang sama.

Kosmopolitanisme dalam ide pembebasan menunjukkan kepada semua pihak, bahwa selama ia tertindas, baik perempuan ataupun laki-laki harus bangun dan berdiri untuk memperjuangkan kesetaraan gender. Berkiblat pada prinsip kosmopolitanisme, siapapun baik laki-laki atau perempuan, berasal dari agama manapun, hak maupun tanggung jawabnya melebur jadi satu.

Sebab esensi perjuangannya adalah menghilangkan batas-batas yang dapat menimbulkan diskriminasi, eksploitasi, ketidakadilan. Dan mengedepankan sikap saling menghargai, memperjuangkan hak satu sama lain yang berlandaskan pada aspek tunggal (kemanusiaan). []

 

Tags: gus durkemanusiaanKesetaraan GenderKosmopolitanisme
Ni'am Khurotul Asna

Ni'am Khurotul Asna

Ni'am Khurotul Asna. Mahasiswa pendidikan UIN SATU Tulungagung. Gadis kelahiran Sumsel ini suka mendengarkan dan menulis.

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Nyai Ratu Junti

Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

17 Mei 2025
Nyi HIndun

Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

16 Mei 2025
Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

9 Mei 2025
Rasuna Said

Meneladani Rasuna Said di Tengah Krisis Makna Pendidikan

5 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version