Mubadalah.id – Kartini Indonesia dari Jombang merupakan julukannya. Beliau adalah Nyai Abidah Maksum yang telah mewarnai dunia pendidikan (pesantren), politik, hukum, dan lain sebagainya.
Julukan tersebut ditulis oleh Eka Srimulyani (Universitas Amsterdam) dalam bukunya yang berjudul Women from Traditional Islamic Educational Institutions in Indonesia.
Nyai Abidah Maksum merupakan buah hati pertama dari pasangan Kiai Haji Ma’shum Ali dan Nyai Khoiriyah Hasyim. Ibu dari Nyai Abidah Maksum ‘Nyai Khoiriyah’ merupakan anak dari pasangan founding parents Nahdlatul Ulama (NU) ‘Kiai Haji M. Hasyim Asy’ari dan Nyai Hj. Nafiqoh’.
Sedangkan Kiai Haji Ma’shum Ali merupakan salah seorang santri kinasih Hadratussyaikh Kiai Haji M. Hasyim Asy’ari atau yang akrab disapa Mbah Hasyim.
Tumbuh dan berkembang di lingkungan religius, dan dibarengi dengan semangat belajar tinggi, hal tersebut memberi pengaruh positif dalam diri Nyai Abidah Maksum.
Hakim Agama Perempuan Pertama di Indonesia
Selain itu, beliau merupakan salah satu di antara beberapa ulama perempuan progresif dari Indonesia. Beberapa bukti progresivitas Nyai Abidah Maksum antara lain: menjadi jajaran pemimpin Pondok Pesantren dan Madrasah Salafiyah Syafi’iyah “Khoiriyah Hasyim” (sejak 1939), menjadi pengajar di Pendidikan Guru Agama (PGA) Putri di Jombang.
Kemudian menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jombang pada tahun 1950, aktif di Muslimat Nahdlatul Ulama, menjadi anggota Konstituante Republik Indonesia (KRI) pada tahun 1956-1959, menjadi hakim agama di Pengadilan Agama Jombang pada tahun 1960-1968. Di mana hal tersebut juga mencatatkan Nyai Abidah Maksum sebagai perempuan pertama yang menjadi hakim agama di Indonesia, dan lain sebagainya.
Belahan jiwa Nyai Abidah Maksum ‘Kiai Haji Mahfudz Anwar’ juga senantiasa membersamai Nyai Abidah dalam mengarungi samudera kehidupan. Menjadi energi penyemangat Nyai Abidah dalam mewarnai peradaban.
Selain itu juga menjadi kawan diskusi, teman berjuang, dan tentunya suami yang baik. Membersamai Nyai Abidah Maksum dalam berkarya di bidang pendidikan, politik, hukum, organisasi kemasyarakatan, dan lain sebagainya.
Keberhasilan Nyai Abidah Maksum
Karena dinamika kehidupan tidak selalu mulus, gelombang kehidupan seperti faktor politik juga mewarnai dinamika Nyai Abidah. Apalagi pada masa penjajahan Jepang (tahun 1942-1945), metode pendidikan keagamaan tidak bisa ia lakukan secara terang-terangan.
Perlu “strategi khusus” untuk melakukan edukasi baik di kalangan santri putri maupun putra dan juga masyarakat secara umum. Dengan semangat dakwah dan kecerdasan, Nyai Abidah Makmsum mampu melewati masa-masa tersebut.
Dalam ranah domestik sebagai ibu rumah tangga, tidak melupakan pendidikan kepada buah hatinya. Salah satu di antara beberapa buah hati Nyai Abidah dan Kiai Haji Mahfudz Anwar adalah Kiai Haji Abdul Hakim Mahfudz atau yang akrab kita sapa Gus Kikin yang juga bergerak di beberapa bidang. Seperti: menjadi pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, menjadi pengusaha, dan juga aktif di organisasi Nahdlatul Ulama (NU).
Itulah salah satu di antara beberapa bukti keberhasilan Nyai Abidah Maksum dalam mendidik anak bersama suami tercinta.
Dan pada 2006, Nyai Abidah Maksum menghembuskan napas terakhir saat beliau melaksanakan tawaf ifadah. Kemudian beliau dimakamkan di Maqbarah Syaraya’, sekitar 30 menit perjalanan menggunakan mobil dari arah selatan pusat Kota Mekah.
Tanah Mekah menjadi saksi bisu ulama perempuan progesif dari bumi Pertiwi yang berjuluk Kartini Indonesia dari Jombang menghembuskan napas terakhir. Namun semerbak wangi semangat dalam mendakwahkan Islam, jasanya abadi di lembar sejarah bangsa Indonesia dan juga sanubari anak negeri. []
Daftar Pustaka
Rosidi, dkk. 2023. Teladan Ulama Nusantara: Dari Tafaqquh fi al-Din Hingga Khidmah pada Ummat dan Negeri. Jakarta: Pusat Kajian Strategis BAZNAS