Di tahun 1776, filsuf sekaligus pelopor sistem ekonomi kapitalisme, Adam Smith menggelontarkan pertanyaan dasar mengenai bagaimana kita bisa menyantap makan malam dan bagaimana bisa menu tersebut terhidang di meja, untuk menjawab tantangan sistem ekonomi seperti apa yang harus dijalankan dengan seimbang agar dapat menguntungkan semua pihak.
Melalui soal simpel tersebut Adam Smith kemudian menggiring kita semua untuk mempercayai bahwa tindakan tiap individu yang sedang memenuhi kepentingan pribadinya secara maksimal sebenarnya sudah membantu dunia bergerak. Motif personal tiap orang tadi kemudian mendasari Smith untuk memperkenalkan jargon ‘invisible hand’ atau tangan tak terlihat dalam menganalisis sistem ekonomi yang musti dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Smith, bukan karena kebaikan hati tukang daging, penjual minuman atau penjaja roti lah kita bisa mendapatkan makan malam, melainkan karena mereka sebenarnya hanya memikirkan kepentingan diri mereka sendiri untuk terus bertahan hidup, maka kita masing-masing bisa memenuhi kebutuhan kita, termasuk juga mendapatkan makanan untuk santap malam.
Tapi, tunggu… apakah sesederhana itu? Katrine Marcal yang skeptis pada teori ekonomi Smith kemudian bertanya balik, “siapa yang memasak makan malam Adam Smith sebenarnya?”
Apakah hidangan lezat yang tersaji tiap malam Adam Smith melalui mekanisme yang sama? Apakah ia yang bekerja sebagai akademisi digaji oleh pemerintah kemudian membeli bahan masak dari petani atau pedagang di pasar dan kemudian mengolahnya sendiri untuk disantap?
Jawabannya ternyata tidak! Sebagai pria yang melajang seumur hidupnya, Smith tinggal bersama ibunya. Sehari-hari ibunya yang membantu Smith untuk menyiapkan kebutuhan dasarnya. Tak heran, ia sanggup fokus dalam kegiatan akademisnya tanpa gangguan berarti maupun beban domestik yang memberatkan.
Lalu, apakah ibunya melakukan semua itu atas dasar memenuhi kepentingan pribadi serta finansial?
Tentu bukan, seumur hidup ibu Adam Smith menjalankan perannya dengan tulus tanpa meminta imbalan apapun dari anak laki-lakinya. Dasarnya? Cinta. Seperti lirik salah satu lagu gubahan Neona, kasih ibu: ‘kasih ibu kepada beta.. tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi, tak harap kembali.‘
Dari premis bahwa tidak semua tindakan manusia dilandasi kepentingan ekonomi seperti yang dilakukan ibu Adam Smith, Katrine Marcal mengkritisi teori klasik ekonomi liberal yang kini menjelma dalam carut marut sistem neoliberalisme yang terlalu menitikberatkan egoisme pribadi dan kelompok, tanpa berpihak pada kaum papa serta golongan marjinal.
Meski menyodorkan kritik tajam terhadap konsepsi manusia ekonomi dan ideologi ekonomi yang berkembang secara cerdas, sayangnya buku ini belum menguliti teori ekonomi liberal secara mendalam. Beberapa tulisan bahkan cenderung repetitif dan narasinya bertempo terlalu cepat untuk dipaksakan masuk ke penutup.
Selain itu, meski kerap mengingatkan kita bahwa banyak urusan domestik perempuan yang sering tidak ikut dikalkulasi dan dihargai, di saat yang sama Katrine belum memberikan narasi penyeimbang bahwa laki-laki ketika akan turun membantu mengerjakan hal tersebut, mereka juga harus berhadapan dengan stigma-stigma negatif yang menyebabkan mereka urun atau mencoba menghindar untuk melakukan pekerjaan rumah tangga.
Namun, secara keseluruhan buku karya penulis berkebangsaan Swedia ini patut untuk dibaca untuk menyegarkan ingatan kita bahwa dunia terlalu kompleks itu dipolakan dengan sederhana. Rangkaian esai Katrine tentang fenomena-fenomena ekonomi di berbagai belahan dunia yang sering memicu pembaca untuk berpikir lebih kritis juga menarik untuk diikuti, selain juga gaya tulisannya yang sederhana, tapi mengena dan tepat sasaran.
Catatan kecil saja menurut saya adalah terjemahan bahasa Indonesianya kurang mengalir, jadi bagi teman-teman yang familiar dengan beberapa istilah umum dalam political economy mungkin merasa buku ini baru bisa mendapat rating empat dari rating lima sempurna. Akhir kata, semoga buku sejenis banyak bermunculan dan ditulis oleh para perempuan di bidangnya agar kerja-kerja perempuan jauh lebih didengarkan dan dipertimbangkan. []
Resensi Buku: Siapa yang Memasak Makan Malam Adam Smith? Karya Katrine Marcal
Oleh : Hasna A Fadhilah
Judul Buku: Siapa yang Memasak Makan Malam Adam Smith?
Penulis: Katrine Marcal
Penerjemah: Ninus D. Andarnuswari
Penerbit: Marjin Kiri
Tahun terbit: 2020
Tebal buku: i-viii + 226 halaman