• Login
  • Register
Senin, 16 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Membaca Ulang Kalimat : “Biarkan Suami Selingkuh, Asal Uang Belanja Lancar”

Kita tidak boleh terjebak dalam narasi yang merendahkan martabat diri. Perempuan berharga lebih dari sekadar materi.

Halimatus Sa'dyah Halimatus Sa'dyah
12/02/2025
in Keluarga
0
Suami Selingkuh

Suami Selingkuh

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Baca Juga:

Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah

Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

Budaya Gosip dan Stigma atas Perempuan dalam Film Cocote Tonggo (2025)

Merariq Kodek: Ketika Pernikahan Anak Jadi Viral dan Dinormalisasi

Mubadalah.id – Maraknya narasi di Tik Tok untuk menormalisasi selingkuh pada suami, asalkan masih pulang dan masih lancar keuangan, sungguh sangat memprihatinkan. Karena hal ini bisa keluar norma agama dan nilai-nilai kebaikan. Faktanya rumah tangga yang bertahan dengan pasangan yang selingkuh menjadikan rumah tangga jauh dari ketenteraman, tidak lagi sakinah mawadah wa rahmah.

Ketik saja pencarian di tik tok, dengan kalimat, “Boleh suami selingkuh asal kaya”, maka akan banyak konten dari para creator yang menggiring untuk membiarkan pasangan selingkuh asalkan keuangan lancar. Salah satunya akun Teteh.ernie2, “ketika lihat suami ketahuan selingkuh, tapi dia rutin ngasih nafkah 100-200 juta”.

Terlebih maraknya video yang berdalih sebagai edukasi padahal menyesatkan, dari para influencer feminine energy “Nikah diselingkuhi gapapa, asal masih dikasih uang.” Pernyataan ini bukan hanya merendahkan perempuan, tetapi juga menormalisasi hubungan toxic. Mari kita memaknai ulang fenomena ini:

Ibu Rumah Tangga Rentan HIV AIDS karena Perselingkuhan Suami

Najwa Shihab mewawancarai Ibu Yurike Ferdianandus yang terkena HIV AIDS, dia adalah salah satu ibu Persit yang terkena penyakit karena suaminya selingkuh. Suaminya semasa masih hidup ditanya dokter, apakah pernah berkunjung ke panti pijat, narkoba, ke lokalisasi, semua dijawab tidak.

Lalu pertanyaan apakah pernah tidur selain dengan istri, jawabannya iya, pada tahun 2004. Yang memprihatinkan, istrinya terinfeksi namun tidak menyadari, sampai diberitahu oleh dokter saat suaminya meninggal.

Ibu Yurike adalah salah satu dari data kasus HIV AIDS yang dialami oleh Ibu Rumah Tangga akibat suaminya selingkuh. Data Kemenkes RI (2022) menunjukkan bahwa 50% kasus HIV baru pada perempuan terjadi pada ibu rumah tangga.

Penyebabnya adalah suami berselingkuh dengan melakukan hubungan seks di luar nikah tanpa perlindungan, lalu menularkan virus kepada istri mereka. Untuk itu, menganggap perselingkuhan sebagai hal yang wajar sama saja dengan menutup mata terhadap risiko kesehatan yang nyata. Data menjelaskan angka pengidap HIV AIDS naik terus setiap tahunnya dan ini adalah risiko bagi orang yang berhubungan seks dengan gonta-ganti pasangan..

Dampak Psikologis: Trauma bagi Pasangan

Menurut American Psychological Association (APA), korban perselingkuhan sering mengalami gejala PTSD vaitu gangguan stres pasca trauma, seperti depresi dan kecemasan. Istri akan memiliki kecemasan hyperarousel dan hypervigilance yaitu rasa waspada pada pola yang ia temukan pada suaminya. Fase flashback dan penghindaran, serta nightmare atau terroring pada hal serupa meski selingkuh tidak lagi dilakukan oleh pasangannya, namun trauma akan hadir kembali jika tidak tertangani oleh psikolog.

Membiarkan kalimat “yang penting dikasih uang” sama saja dengan mengajarkan perempuan untuk mengabaikan perasaan mereka sendiri. Padahal, hubungan sehat seharusnya membuat kita merasa aman dan dihargai, bukan sekadar menjadi “ATM berjalan”. Laki-laki bukan makhluk ekonomi, yang kemudian kita sebagai istri menghamba materi padanya.

Keguncangan karena syok dan sulit menerima kenyataan saat mendapati pasangan selingkuh. Tahap selanjutnya, munculnya rasa marah karena telah terkhianati. Pernikahan yang kita rasa sakral serasa runtuh karena salah satu pihak menodai janji tersebut. Pada tahap ini biasanya sasaran kemarahan istri asalah suami dan anggota keluarga lainnya yaitu anak.

Tahap ketiga adalah penyesalan, tahap di mana istri menyalahkan diri sendiri, menyadari kekurangannya, dan kemudian timbul depresi dengan kehilangan kepercayaan diri. Akibatnya, sering marah, emosi labil, dan membuat tidak nyaman orang di sekitarnya. Pilihan ada dua, tetap bertahan dengan risiko suami berselingkuh, atau meninggalkan suami yaitu bercerai, dengan keduanya ada konsekuensinya.

Dampak pada Anak: Efek Domino yang Merusak

Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga dengan perselingkuhan cenderung mengalami masalah emosional, seperti kecemasan dan depresi. Menurut Journal of Child Psychology and Psychiatry, mereka juga lebih rentan kesulitan membangun hubungan sehat di masa depan.

Mengabaikan dampak ini sama saja dengan merusak masa depan generasi berikutnya. Prahara dalam rumah tangga, di mana anak menjadi korbannya. Anak menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya.

Lalu anak akan mengalami stress emosional, anak yang mengetahui orang tuanya ada yang berselingkuh, maka dia akan mengalami kecemasan. Anak akan tumbuh dengan krisis kepercayaan diri, minder dan memiliki rasa penolakan juga merasa terabaikan. Bahkan bisa menjadi social learning, yaitu apabila orang tuanya berselingkuh, anak menjadi peniru dalam membangun hubungan kelak saat dia dewasa.

Memori otak anak terjadi koneksi memori menyimpan kejadian perselingkuhan orang tuanya. Memori kuatnya saat masih anak-anak atau remaja. Apabila tanpa ada trauma healing maka kelak akan menjadi peniru dari perilaku tersebut istilah, selingkuh karena faktor orang tuanya. Menyedihkan bukan?

Perempuan Bukan Hanya Butuh Materi

Narasi “tidak mengapa suami selingkuh asal tetap mendapat nafkah” adalah narasi menjebak perempuan dalam peran tradisional yang tidak adil. Seolah-olah, selama kebutuhan materi terpenuhi, perlakuan tidak layak bisa kita toleransi. Padahal, hubungan sehat harus terbangun atas dasar kesetaraan, saling menghargai, dan kejujuran.

Kita tidak boleh terjebak dalam narasi yang merendahkan martabat diri. Perempuan berharga lebih dari sekadar materi. Hubungan sehat adalah hubungan terciptanya rasa aman, rasa dihargai, dan bahagia, bukan sekadar menjadi “tukang terima uang.” Jika menghadapi masalah, cari solusi yang sehat melalui komunikasi terbuka atau bantuan profesional. Hal-hal yang membuat perempuan dilemahkan, haruslah kita lawan untuk kembali pada rel kebenaran.

Apa pun alasannya, selingkuh tidak dapat kita benarkan, selingkuh adalah perbuatan zina. Selingkuh adalah perilaku dosa yang diatur dalam agama sebagai hal yang haram, perilaku yang melanggar hukum karena menyalahi aturan Undang-undang perkawinan, memiliki dampak buruk untuk keluarga.

Tidak ada satu pun sisi baiknya sama sekali. Maka apabila ada influencer yang mengampanyekan normalisasi perselingkuhan pada pasangan, itu adalah ajaran yang menyesatkan. Mereka bahkan banyak yang menjadi korban perselingkuhan, dan berbagi pengalamannya. Stop mengikuti ajaran menyesatkan tersebut.

Perselingkuhan dalam Perspektif Islam

Islam pun melarang hal tersebut, bahkan orang yang berselingkuh dapat kita kategorikan sebagai orang yang telah berkhianat. Maka dari itu, Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk menjaga pandangan agar tak terjerumus ke jurang perselingkuhan.

Ada banyak hadis dan ayat dalam Alquran yang berbicara soal perselingkuhan. Sebab, selingkuh merupakan dosa besar yang di dalamnya juga terkandung beberapa dosa besar

 قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْۗ ذٰلِكَ اَزْكٰى لَهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا يَصْنَعُوْنَ 

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya. Demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha teliti terhadap apa yang mereka perbuat. (Annur : 30)

وَلَا تَقۡرَبُوا الزِّنٰٓى اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً  ؕ وَسَآءَ سَبِيۡلًا‏

Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk. (Al-Isra’ : 32)

Berselingkuh mengakibatkan pemborosan dan penelantaran. Orang yang berselingkuh biasanya akan mengeluarkan harta untuk biaya perselingkuhannya.

Padahal, harta tersebut tidak layak dikeluarkan untuk melakukan perbuatan maksiat dengan perselingkuhan. Mengeluarkan harta pada perkara yang tidak layak disebut sebagai tabdzir. Allah berfirman dalam Surat Al Isra ayat 27 “Sesungguhnya orang yang melakukan tabdzir itu adalah saudaranya setan.”

Berselingkuh adalah bentuk penelantaran pada keluarga. Dengan menyia-nyiakan tanggung jawab pada keluarganya padahal dia memiliki keluarga. Seharusnya dia lebih fokus untuk memperhatikan dan membahagiakan keluarganya. Rasulullah SAW bersabda, “Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Daud no.1692). []

Tags: Menghindari PerselingkuhanMenghindari ZinanormalisasipernikahanperselingkuhanSuami Selingkuh
Halimatus Sa'dyah

Halimatus Sa'dyah

Penulis adalah  konsultan hukum dan pengurus LPBHNU 2123038506

Terkait Posts

Tanggung Jawab Perkawinan

Tanggung Jawab Pasangan Suami Istri dalam Menjaga Perkawinan

15 Juni 2025
Baru Menikah

Dinamika Pasangan Suami Istri yang Baru Menikah

13 Juni 2025
Kekerasan Finansial

Kisah Nyata Kekerasan Finansial dan Pentingnya Perjanjian Pranikah

11 Juni 2025
Dad's Who Do Diapers

Dad’s Who Do Diapers: Ayah Juga Bisa Ganti Popok, Apa yang Membuat Mereka Mau Terlibat?

10 Juni 2025
Najwa Shihab dan Ibrahim

Najwa Shihab dan Ibrahim: Teladan Kesetaraan dalam Pernikahan

26 Mei 2025
Program KB

KB: Ikhtiar Manusia, Tawakal kepada Allah

23 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sejarah Perempuan

    Penulisan Ulang Sejarah Indonesia: Peminggiran Sejarah Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Ibunda Hajar dan Sarah dalam Dialog Feminis Antar Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sebuah Refleksi atas Kekerasan Seksual di Pesantren Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tragedi Perkosaan Massal Mei 1998 itu Nyata !!!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Teladan Nabi dalam Rumah Tangga: Menolak Kekerasan, Memanusiakan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Melihat lebih Dekat Tradisi Sasi: Kearifan Lokal yang Melestarikan Laut Raja Ampat
  • Kesalehan Perempuan di Mata Filsuf Pythagoras
  • Tragedi Perkosaan Massal Mei 1998 itu Nyata !!!
  • Kisah Ibunda Hajar dan Sarah dalam Dialog Feminis Antar Agama
  • Teladan Nabi dalam Rumah Tangga: Menolak Kekerasan, Memanusiakan Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID