• Login
  • Register
Jumat, 23 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Relasi Kerja PRT dalam Keluarga

Zahra Amin Zahra Amin
02/05/2018
in Aktual
0
17
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Relasi kerja yang dibangun atas nama kemanusiaan, kesetaraan dan kesalingan tidak hanya dalam konteks PRT dalam ranah keluarga, namun juga bisa ditarik dalam lingkup yang lebih luas, seperti perusahaan besar yang mempekerjakan karyawan hingga puluhan ribu bahkan sampai jutaan orang.

Tepat pada 1 Mei diperingati sebagai Mayday atau hari Buruh Internasional. Dimana pada awal sejarah Mayday, tahun 1806 di Amerika Serikat, para pekerja Cordwainers melakukan mogok kerja memperjuangkan direduksinya jam kerja, yang pada masa itu dari 24 jam mereka bekerja selama 19 sampai 20 jam dalam sehari.

Peristiwa mogok kerja dilakukan secara massif dan berhasil membawanya ke meja pengadilan, dan mengangkat fakta-fakta mengerikan yang terjadi pada nasib buruh. Lalu sejak itu gelombang besar gerakan Hari Buruh terus menghentak dunia, dan menyeluruh di seluruh penjuru negara, menjadi agenda tahunan menuntut hak relasi yang adil antara majikan (pengusaha) dan pekerja.

Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Sejak era Presiden SBY pada tahun 2013, 1 Mei ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional untuk memberikan kesempatan pada para buruh menyampaikan aspirasinya terkait dengan upah yang layak berdasarkan standar yang telah disepakati, hingga peningkatan kualitas kesejateraan buruh.

Masing-masing daerah, terutama yang berbasis industri memiliki kebijakan upah minimum regional (UMR), yang disesuaikan dengan biaya kebutuhan hidup di wilayah tersebut. Tetapi dari sekian hal tentang Mayday yang harus tetap menjadi perhatian kita yakni kesejahteraan pekerja rumah tangga, yang sampai hari ini posisinya masih lemah untuk bisa mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja di sektor informal.

Baca Juga:

Semua Adalah Buruh dan Hamba: Refleksi Hari Buruh dalam Perspektif Mubadalah

Hari Buruh dan Luka Pekerja Rumah Tangga: Sampai Kapan RUU PPRT Dibiarkan Menggantung?

Nasib Buruh Perempuan di Tengah Gelombang PHK

Urgensi Pengesahan RUU PPRT di Hari Buruh

Maka jika menelisik tentang hak pekerja, pada kesempatan momentum Mayday ini, saya ingin mengulas tentang hak PRT yang juga kerap diabaikan oleh majikan. Sebab selama ini ada anggapan keliru tentang makna PRT yang disebut dengan pembantu atau asisten rumah tangga. Padahal PRT dan majikan punya relasi yang sama seperti pekerja dan pemberi kerja.

Bahkan secara kultural, sebagian masyarakat Indonesia masih menilai PRT sekedar pembantu, dalam bahasa Cirebon-Indramayu disebut batur atau rewang. Sedangkan konteksnya, dalam ikatan itu ada relasi kerja pertukaran dari dua pihak yang memberikan sumber daya, yang satu membayar jasa, dan yang lain memberikan jasa.

Persoalan lain yang juga perlu diperhatikan, posisi PRT yang berada dalam ranah keluarga, bagaimana kita harus memperlakukan peran PRT secara adil bukan atasan dengan bawahan, tetapi memposisikannya sebagai sesama manusia yang saling membutuhkan, keterkaitan, ketergantungan dan terikat perjanjian kerjasama. Sehingga antara dua pihak ini sudah sepantasnya untuk saling menghormati.

Penghargaan yang diberikan keluarga pemberi kerja harus sebanding pula dengan loyalitas kerja yang ditunjukkan PRT, maka diharapkan simbiosis mutualisme itu akan menjadi hubungan yang harmonis dengan memperlakukan dia layaknya anggota keluarga sendiri.

Relasi kerja yang dibangun atas nama kemanusiaan, kesetaraan dan kesalingan tidak hanya dalam konteks PRT dalam ranah keluarga, namun juga bisa ditarik dalam lingkup yang lebih luas, seperti perusahaan besar yang mempekerjakan karyawan hingga puluhan ribu bahkan sampai jutaan orang. Bahwa, pekerja bukan robot yang tak memiliki rasa lelah dan sakit. Karena fisik manusia mempunyai keterbatasan,  maka kedepankan sisi manusiawi ketika mempekerjakan orang lain. Agar kita bisa bersikap adil memperlakukan mereka.

Selain itu, para pekerja juga mempunyai keluarga, yang tentu mengharapkan setiap jadwal pemberian upah sesuai kesepakatan, dan mereka akan menunggu upah itu diterima utuh di tangan. Bagi sebagian orang mungkin itu kecil, tetapi menurut mereka hal itu sangat berarti untuk menyambung hidup, membiayai pendidikan anak-anak, memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, hingga hiburan atau piknik keluarga yang hanya bisa dinikmati satu bulan sekali.

Nabi Muhammad SAW mencontohkan perilaku tersebut dengan memberikan upah sebelum keringat pekerja kering. Dari Abdullah bin Umar, Nabi SAW bersabda yang artinya “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, Shahih). Maksud dari hadits ini adalah agar kita bersegera menunaikan hak si pekerja setelah selesainya pekerjaan, begitu juga bisa dimaksud jika telah ada kesepakatan pemberian upah setiap bulan.

Terakhir, bagi para pekerja terutama yang masih muda agar terus meningkatkan kemampuan diri, baik secara skill/keahlian juga karakter sikap yang tercermin dalam perilaku sehari-hari, bagaimana menjaga pola relasi dan komunikasi yang saling menjaga hubungan baik, sehingga siapapun yang bekerja akan selalu merasa riang gembira, sedangkan yang mempekerjakan tak segan-segan untuk memberikan upah lebih dan bonus tambahan, baik karena prestasi kerja maupun melihat santun sikap yang ditunjukkan.

Maka itulah yang diharapkan bagaimana agar produktifitas kerja sebanding dengan upah yang diterima, di antara keduanya akan merasakan kepuasan, bahwa pekerja dan yang mempekerjakan mempunyai nilai dan manfaat yang sama, yakni sebagai manusia yang berdaya dan bermartabat. []

Tags: buruhburuh demohak tuntutan buruhhari buruhmyadayperingatan hari buruh
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Kebangkitan Ulama Perempuan

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

19 Mei 2025
Rieke Kebangkitan Ulama Perempuan

Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

19 Mei 2025
Mendokumentasikan Peran Ulama Perempuan

KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

19 Mei 2025
Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

19 Mei 2025
Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

18 Mei 2025
Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Bersama Ulama dan Guru Perempuan, Bangkitlah Bangsa!

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hj. Biyati Ahwarumi

    Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah KB Hanya untuk Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Filosofi Santri sebagai Pewaris Ulama: Implementasi Nilai Islam dalam Kehidupan Sosial
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab
  • Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim
  • Yuk Belajar Keberanian dari Ummu Haram binti Milhan…!!!
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version