• Login
  • Register
Sabtu, 28 Januari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Sastra

A Cup Of A Tea: You Are A Fighter

Wanda Roxanne Ratu Pricillia Wanda Roxanne Ratu Pricillia
07/05/2020
in Sastra
0
Gita, Savitri

(foto koleksi penulis)

39
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“You’re a fighter. You are awesome. You are 100% that bitch. Don’t let other people say otherwise.”

–Gita Savitri Devi

A Cup of Tea adalah buku kedua Gita Savitri Devi yang kedua, terbit Maret 2020. Seperti buku pertama Gita, Rentang Kisah, A Cup of Tea adalah kumpulan cerita tentang kehidupan Gita. Buku ini seperti catatan perjalanan beserta pelajaran yang didapatkan Gita saat traveling ke berbagai negara.

Buku 163 halaman ini hanya butuh waktu beberapa jam untuk saya selesaikan. Bahasa yang digunakan ringan dan apa adanya. Disertai foto-foto berwarna Gita ketika travelling dan setiap bab tulisan dipisahkan oleh ilustrasi berwarna yang artsy.

Dalam buku ini juga disertai My Dream List yang juga jadi topik yang Gita angkat, yaitu untuk berani bermimpi setinggi-tingginya dan seindah-indahnya. Selain itu, dalam buku ini juga diceritakan tentang perpisahan, perjalanan mengubah diri, kehidupan setelah pernikahan hingga kebahagiaan yang Gita cari. Gita juga menceritakan tentang mental health issue yang dialaminya, yaitu cyber bullying.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • 3 Hal yang Perlu Ditegaskan Ketika Perempuan Aktif di Ruang Publik
  • Content Creator atau Ngemis Online?
  • 5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah
  • Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis

Baca Juga:

3 Hal yang Perlu Ditegaskan Ketika Perempuan Aktif di Ruang Publik

Content Creator atau Ngemis Online?

5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis

“Kita nggak butuh pisau untuk membunuh seseorang. Kata-kata yang ditujukan ke gue itu tentu bikin gue down. Semuanya ingin gue hilangkan dari ingatan, tapi nggak pernah berhasil.”

Gita pernah mengalami cyber bullying selama beberapa hari yang membuatnya sangat down hingga dia memutuskan untuk pergi ke psikolog, self-healing dan curhat pada orang terdekatnya. Tapi trauma itu masih ada bahkan sampai sekarang. Cyber bullying ini sering kita temui dan mungkin kita juga pernah jadi korbannya.

Selain hal yang tidak menyenangkan, ada beberapa bagian yang menggembirakan. Bagian ini membuat saya jadi berkaca pada diri sendiri. Salah satunya adalah bab “Pursuit of Happiness”.

“We are so afraid of being too honest with our own feeling because vulnerability is often seen as weakness. But the fact is, it’s not. It’s a birthplace of joy.” (hal 104)

Vulnerability is a birthplace of joy. Kalimat ini benar-benar powerfull menurut saya. Bahwa kita sebagai manusia sangat manusiawi untuk memiliki kerentanan pada hal-hal tertentu. Bahwa lumrah menjadi manusia yang mengalami kesedihan, kekecewaan dan duka lara. Semua emosi negatif ini yang membawa kita pada kebahagiaan. Bukankah bahagia paling membahagiakan adalah setelah sakit yang paling menyakitkan?

Seringkali kita mencari kebahagiaan dalam diri orang lain, atau pada benda, atau pada pengalaman. Ternyata kebahagiaan itu tidak dicari, tapi dibuat atau diciptakan. Bahwa kebahagiaan itu saat kita merasa cukup, tidak membandingkan diri dengan orang lain dan merasa damai. Bukan karena faktor eksternal, tapi karena faktor internal.

“It’s a state of well-being when you feel at peace. You may not have everything, but you feel enough.” (hal 105)

Seperti kata Jordan Peterson, “compare yourself with who you were yesterday, not with someone else today. Kita tidak bisa tidak membandingkan hidup dengan orang lain terutama melalui media sosial. Tapi, jika fokus kita adalah membandingkan diri kita yang kemarin dan hari ini, mungkin kita tidak akan memiliki energi untuk membandingkan diri dengan yang lain.

Sebenarnya masih masih banyak topik yang seru untuk dibicarakan dan tentu saja reflektif. Buku ini memberitahu kita bahwa sebagai manusia, kita bisa tetap bahagia meski memiliki trauma. Buku ini adalah teman yang baik untuk melakukan petualangan ke dalam diri, terutama di saat-saat krisis. Yang mengingatkan kita, bahwa kita adalah pejuang meski memiliki luka. []

Wanda Roxanne Ratu Pricillia

Wanda Roxanne Ratu Pricillia

Wanda Roxanne Ratu Pricillia adalah alumni Psikologi Universitas Airlangga dan Mahasiswa Kajian Gender Universitas Indonesia. Tertarik pada kajian gender, psikologi dan kesehatan mental. Merupakan inisiator kelas pengembangan diri @puzzlediri dan platform isu-isu gender @ceritakubi, serta bergabung dengan komunitas Puan Menulis.

Terkait Posts

Bidadari Surga

Perempuan yang Menggugat Bidadari Surga (Bagian Pertama)

24 Januari 2023
Tak ingin Menikah

Emak, Ijah tak Ingin Menikah

22 Januari 2023
Rempeyek Buatan Ibu

Rita dan Rempeyek Buatan Ibu

1 Januari 2023
Kisah Santri

Latublawunna: Kisah Santri Alwaan dan Zaala

11 Desember 2022
Pergi Sendirian

Perempuan tak Pernah Ingin Pergi Sendirian

13 November 2022
Negeri tanpa Warna

Negeri tanpa Warna

30 Oktober 2022
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fatwa KUPI

    Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Writing for Healing: Mencatat Pengalaman Perempuan dalam Sebuah Komunitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Atensi Pesantren Menjawab Isu Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Konco Wingking Dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 3 Hal yang Perlu Ditegaskan Ketika Perempuan Aktif di Ruang Publik
  • Content Creator atau Ngemis Online?
  • 5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah
  • Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis
  • Terminologi Mubadalah Berguna Untuk Gagasan Relasi Kerjasama

Komentar Terbaru

  • Menjauhi Sikap Tajassus Menjadi Resolusi di 2023 - NUTIZEN pada (Masih) Perlukah Menyusun Resolusi Menyambut Tahun Baru?
  • Pasangan Hidup adalah Sahabat pada Suami Istri Perlu Saling Merawat Tujuan Kemaslahatan Pernikahan
  • Tanda Berakhirnya Malam pada Relasi Kesalingan Guru dan Murid untuk Keberkahan Ilmu
  • Tujuan Etika Menurut Socrates - NUTIZEN pada Menerapkan Etika Toleransi saat Bermoda Transportasi Umum
  • Film Yuni Bentuk Perlawanan untuk Masyarakat Patriarki pada Membincang Perkawinan Anak dan Sekian Hal yang Menyertai
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist