• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Abu Syuqqah Tegaskan Perempuan Bukan Makhluk yang Kurang Akal dan Agama

Sebagaimana banyak perempuan yang lebih pintar dari laki-laki, jika ada kesempatan belajar. Dan tidak sedikit juga laki-laki yang jauh lebih bodoh dari perempuan.

Redaksi Redaksi
15/03/2024
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Kurang Akal

Kurang Akal

468
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Abu Syuqqah, dalam kitab Kaukab Siddique, mengartikan naqisat aql itu bukan kurang akal, tetapi kurang berpikir atau kurang nalar. Kalau kurang akal itu soal sumber daya yang terberi. Laki-laki dan perempuan sama saja dari sisi keutuhan sumber daya akal.

Sementara kurang berpikir atau kurang nalar adalah kekurangan yang terkait kerja sumber daya akal untuk dibiasakan dan dilatih berpikir. Kekurangan perempuan dalam hal ini bisa saja terjadi karena struktur sosial yang tidak memberi kesempatan kepada mereka untuk belajar dan berlatih berpikir.

Jika perempuan kita berikan kesempatan, maka perempuan akan mampu berpikir secara baik. Sebagaimana laki-laki jika tidak belajar dan berlatih, akan kurang kemampuannya dalam berpikir.

Artinya, ungkapan ini bukan soal akal perempuan yang kurang dan rendah, melainkan soal kebiasaan berpikir yang bisa kurang dan bisa kuat tergantung pada latihan. Bukan tergantung pada jenis kelamin. Sebagaimana banyak perempuan yang lebih pintar dari laki-laki, jika ada kesempatan belajar. Dan tidak sedikit juga laki-laki yang jauh lebih bodoh dari perempuan.

Pernyataan Nabi Saw. selanjutnya, bahwa kekurangan akal perempuan karena kesaksian mereka separuh dari laki-laki juga praktiknya tidak mutlak. Ini lagi-lagi penjelasan simbolik, kontekstual, dan parsial.

Baca Juga:

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

Isu kesaksian dalam ibadah ritual, perdata perdagangan, pidana, politik, persusuan, keluarga, kepemilikan, ada perdebatan di antara ulama fikih, yang tidak melulu merujuk pada pernyataan “kesaksian dua banding satu”.

Sebagaimana dijelaskan dalam Ilmu Hadis, kesaksian satu perempuan dalam hal mendengar dan meriwayatkan Hadis, diterima sama persis dengan satu laki-laki. Banyak pernyataan ulama yang menegaskan bahwa hampir tidak ditemukan perempuan yang dituduh bohong atau salah meriwayatkan Hadis. Sementara banyak sekali laki-laki yang ditolak periwayatannya karena kebohongan dan kekurangan akal mereka dalam menghafal teks Hadis.

4000 Perawi Hadis Laki-laki dan Perempuan

Imam al-Dzahabi, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Abdullah, (w. 748 H/1348 M), ahli Hadis yang cukup populer, penulis kitab Mizan al-I’tidal fi Naqd al-Rijal tentang para perawi Hadis, menulis biografi lebih dari 4000 perawi Hadis, terdiri atas laki-laki dan perempuan.

Dalam konteks perawi perempuan, dia menyatakan: “Aku tidak mengetahui dari para perawi perempuan yang dituduh (bohong, bid’ah, atau salah hafalan), dan tidak ada satu pun yang ditolak (periwayatannya).”

Pernyataan yang serupa, tentang penerimaan seluruh ulama terhadap periwayatan perempuan. Tanpa terpengaruh oleh narasi setengah akal), juga bisa kita temukan dalam Nail al-Authar karya Imam al-Syaukani (1759-1834 M) dan kitab ‘Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud karya Muhammad al-Azhim Abadi (1857-1911 M).

Abu Syuqqah menegaskan bahwa naqasat din bukan berarti secara esensi perempuan adalah kurang agama. Ini hanya pernyataan simbolik saja dari kurangnya aktivitas perempuan terkait shalat dan puasa, yang ia tinggalkan pada saat menstruasi, seperti Nabi Saw jelaskan, meninggalkan shalat dan puasa saat menstruasi juga telah Islam perintahkan.

Adalah aneh, seseorang yang diperintah Islam untuk meninggalkan shalat dan puasa saat menstruasi. Pada saat yang sama dianggap kurang agama, karena melaksanakan perintah Tuhan.

Jika persoalannya pada pahala dari aktivitas ibadah, seperti Abu Syuqqah tegaskan. Maka perempuan bisa melakukan banyak aktivitas lain untuk mengumpulkan pahala pada saat menstruasi. Baik aktivitas ibadah ritual, seperti berzikir dan membaca doa. Maupun ibadah sosial, seperti menolong orang, melayani keluarga, menulis, mengembangkan ilmu pengetahuan, memberdayakan masyarakat, dan banyak yang lain. []

Tags: Abu Syuqqahagamabukankurang akalMakhlukperempuan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Bersyukur

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

19 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Peluang Ulama Perempuan

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

16 Mei 2025
Nusyuz

Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version