• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Adam yang Memakan Buah Khuldi, Namun Hawa yang Menanggung Dosa

Di dalam al-Quran, tidak ada satu ayatpun yang secara mantuq atau tersurat melimpahkan tanggung jawab pada Hawa atas kekhilafan yang dilakukan Adam. Namun nalar Islam dan karakteristik tafsir yang patriarkis di zaman tersebut masih membebankan kesalahan tersebut pada Hawa sebagai representasi dari perempuan

Lutfiana Dwi Mayasari Lutfiana Dwi Mayasari
21/04/2022
in Personal
0
Adam

Adam

817
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Jika tidak karena bala yang menimpa Hawa, maka perempuan-perempuan di dunia ini tidak akan mengalami menstruasi. Dan sebaliknya, mereka akan menjadi seorang yang berakal dan mengandung dengan mudah.”

(Tafsir at-Thabari, juz 1, Beirut: Dar al-Fikr, 1984, 237)

Mubadalah.id – Berdasarkan tafsir Thabari, menstruasi adalah hukuman bagi Hawa karena telah menggoda Adam. Dan tidak hanya Hawa, hukuman menstruasi tersebut berlaku untuk semua perempuan. Perempuan dalam tafsir tersebut juga diyakini tidak memiliki akal, juga disebabkan oleh kesalahan Hawa. Bahkan rasa sakit yang dialami perempuan saat melahirkan juga termasuk bala yang menimpa perempuan karena kesalahan Hawa yang menggoda Adam untuk memakan buah khuldi.

Lantas bagaimana dengan Adam sebagai pihak yang secara sadar memakan buah yang diharamkan Allah tersebut?

Adam dimaafkan, karena konstruk sosial 1430 tahun yang lalu, tepatnya pada abad ke-3 H, saat tafsir Tabari disusun memang menempatkan laki-laki di posisi yang selalu benar. Laki-laki menjadi teladan kebaikan dan perempuan sebagai contoh kejahatan dan kesalahan.

Hal ini diperkuat dengan buku Hermeneutika Gender yang ditulis oleh M. Faisol. Dinyatakan bahwa karakter tafsir yang muncul di abad tersebut masih banyak di dominasi oleh pemikiran Israiliyat. Dimana dalam pemahaman Yahudi, sebagaimana yang mereka yakini dalam Taurat, perempuan adalah sumber kesalahan dan laki-laki adalah sumber kebenaran.

Nasr Hamid Abu Zaid dan Latar Belakang Kajian Keimuwannya

Nasr Hamid Abu Zaid adalah seorang ilmuwan muslim yang memfokuskan kajiannya pada aspek teks atau nash. Ada 16 karya yang sudah dilahirkan, dan hampir seluruh karyanya berhubungan dengan peradaban teks. Sebagai profesor di bidang Bahasa Arab dan studi Islam di Lieden University Kuno, banyak karya beliau yang sudah ditranslitrasi kedalam bahasa Indonesia. Salah satunya adalah buku Dekonstruksi Gender Kritik Wacara Perempuan dalam Islam yang dijadikan rujukan utama dalam penulisan artikel ini.

Baca Juga:

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha

Islam Hadir untuk Gagasan Kemanusiaan

Salah satu alasan kenapa pemikiran Nasr Hamid Abu Zaid dalam artikel ini dijadikan dasar dalam menganalisis mitologi Thabari adalah karena narasi dan diksi ilmiah yang digunakan oleh alumnus Universitas Kairo ini. Meskipun mengkritik, namun tidak ada diksi peyoratif yang ditujukan pada sosok Imam Thabari. Sama sekali bukan personal Imam Thabari yang akan diangkat, namun konstruk sosial, lingkungan, dan kondisi dimana tafsir tersebut diproduksi yang menjadi fokus kajiannya.

Kritik Nasr Hamid Abu Zaid atas Mitologi Imam Thabari tentang Perempuan

Di dalam al-Quran, tidak ada satu ayatpun yang secara mantuq atau tersurat melimpahkan tanggung jawab pada Hawa atas kekhilafan yang dilakukan Adam. Namun nalar Islam dan karakteristik tafsir yang patriarkis di zaman tersebut masih membebankan kesalahan tersebut pada Hawa sebagai representasi dari perempuan. Hal ini terjadi karena banyaknya kisah-kisah mitologi yang dijadikan sandaran dalam mengeluarkan sebuah tafsir.

Adapun bunyi tafsir Iman Thabari secara lengkap sebagaimana saya kutip di awal artikel ini adalah sebagai berikut:

Allah bertanya kepada Adam: “Kenapa kamu lakukan (apa yang menyebabkan kamu melanggar perintah-Ku)” Adam menjawab: “Karena Hawa, Tuhanku”. maka Allah berkata: “Aku akan menjadikan dia mengeluarkan darah sekali dalam sebulan, sebagaimana pohon mengeluarkan getahnya, dan Aku akan menjadikannya bodoh, walaupun sebelumnya Aku menjadikannya bijak (berakal), dan akan Aku jadikan dia merasa sakit ketika mengandung dan melahirkan walaupun sebelumnya Aku menjadikan dia mengandung dan melahirkan dengan mudah.” seorang perawi memberikan catatan terhadap kisah ini dan berkata: “Jika tidak karena bala yang menimpa Hawa, maka perempuan-perempuan di dunia ini tidak akan mengalami menstruasi. Dan sebaliknya, mereka akan menjadi seorang yang berakal dan mengandung dengan mudah” (Tafsir at-Tabari, juz 1, Beirut: Dar al-Fikr, 1984, 237)

Beberapa kritik Nasr Hamid Abu Zaid  atas tafsir Imam Thabari  sebagaimana ditulis dalam Dekonstruksi Gender Kritik Wacara Perempuan dalam Islam antara lain:

Pertama, pertanyaan Allah yang disampaikan pada Adam mengenai alasan kenapa  memakan buah khuldi terlihat seperti diluar pengetahuan Allah. Hal ini bertentangan dengan sifat “Maha Suci Allah dari Sifat Ketidaktahuan”. Begitupula hukuman yang diberikan Allah tampak sebagai hukuman yang sewenang-wenang. Ada kekacauan hukuman di satu pihak dan digeneralisir di pihak yang lain. Seperti memberi hukuman pada seluruh perempuan untuk menanggung kesalahan Hawa. Bertentangan dengan sifat “Allah Maha Adil”.

Kedua, Adam digambarkan sebagai sosok korban yang tidak berdosa. Jikalau memang benar Allah menghendaki Adam sebagai pihak korban yang tidak mampu menahan tekanan yang melebihi kemampuan manusiawi, lantas kenapa Adam tetap mendapatkan hukuman dan dikeluarkan dari surga? Bukankah posisi Adam sebagai korban? Hal ini bertentangan dengan kisah dikeluarkannya iblis dari surga setelah menghukumnya dengan hukuman yang setimpal.

Ketiga, Hawa dihukum menstruasi sebagai hukuman memakan buah khuldi, dihilangkan nalarnya dan dijadikan bodoh karena menggunakan libido sebagai senjata menggoda Adam. Seolah menjadi tujuan asasi dari kisah tersebut, yaitu kesetimpalan kejahatan dengan hukuman. Maka sifat interpretatif dan justifikatif sangat melekat pada cerita tersebut. Padahal esensi dari kisah tersebut adalah bagaimana manusia bisa menahan godaan iblis yang senantiasa mengganggu manusia. Baik laki-laki maupun perempuan tanpa terkecuali.

Keempat, kisah tersebut menggambarkan permusuhan antara laki-laki dan perempuan. Tafsir tersebut menggambarkan sisa-sisa kepercayaan mitologi kuno dan sisa-sisa kepercayaan masyarakat lokal pada masa itu. Yang tentunya bertentangan firman Allah dalam Alquran Surah Adz-Dzariyat ayat 56 berbunyi: “Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”.

Nasr Hamid Abu Zaid memang mengkategorikan tafsir at-Thabari sebagai tafsir mitologi (usturiyyah), tetapi hal tersebut sama sekali tidak mengurangi arti penting karya Imam at-Thabari dan juga sejarahnya. Bagaimanapun Tafsir at Thabari ini telah menjadi rujukan pada sejarawan selanjutnya dan menjadi pembuka untuk kajian keilmuwan yang lebih baik di periode selanjutnya. Imam Thabari adalah ulama yang mumpuni dalam ilmu bahasa dan balaghah sesuai dengan perkembangan kelimuwan di masanya.

Namun dominasi aspek irrasional dan mitos tersebut yang seharusnya diluruskan dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan sains masa kini. Agar misi Islam Rahmatn Lilalamin sebagai misi utama Rasululah SAW sebagaimana termaktub dalam al-Quran dan Hadits bisa dirasakan oleh seluruh umat manusia. Tanpa memandang ras, suku, golongan, dan jenis kelamin. Karena sesungguhnya hanya ketaqwaannyalah yang membedakan antara satu manusia dengan manusia lainnya. Inna aqramakun ‘indallahi arqaakum. []

Tags: AdamHawaislamNasr Hamid Abu ZaydPenciptaan ManusiaTafsir Adil Gender
Lutfiana Dwi Mayasari

Lutfiana Dwi Mayasari

Dosen IAIN Ponorogo. Berminat di Kajian Hukum, Gender dan Perdamaian

Terkait Posts

Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version