• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rekomendasi

Adikku, Hadiah Terbaik dari Tuhan

Sona, adik kecilku yang manis adalah hadiah terbaik dari Tuhan yang pernah aku terima.

Fadlan Fadlan
28/02/2021
in Rekomendasi, Sastra
0
Adik

Adik

140
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Bu, bisakah kau menemaniku?”

“Maaf nak, ibu sedikit sibuk. Ibu perlu memberi makan Sona lalu memandikannya. Kita mungkin bisa bermain di lain waktu saja ya.”

“Semenjak ada adikku Sona, ibu tidak pernah punya waktu lagi untukku!” teriak Wulan, ia lalu melangkah pergi ke kamarnya. Dia menutup pintu kamarnya dengan keras.

Mubadalah.id – Sejak adik perempuannya lahir enam bulan lalu, ibunya menjadi terlalu sibuk. Adik perempuannya punya pipi yang lembut dan montok. Dia imut dan seluruh keluarga mencintainya. Ketika orang tuanya memberi tahu Wulan bahwa dia akan segera menjadi seorang kakak, awalnya ia sangat senang. Mengingat selama ini ia merasa iri dengan teman-temannya yang memiliki saudara yang bisa diajak bermain bersama.

Dia menilai bahwa memiliki saudara kandung adalah hal yang sangat membahagiakan. Itu benar. Ketika teman-temannya menghabiskan waktu bersama saudara mereka, Wulan biasanya hanya duduk sendirian. Ketika teman-temannya bermain dan menghabiskan waktu bersama saudara mereka, dia hanya bisa menghabiskan waktunya bersama ibu dan ayahnya sembari bertanya kapan ia akan punya saudara kandung sebagaimana anak-anak lain sepantarannya.

Ketika Wulan diberitahu bahwa dia akan segera menjadi seorang kakak, dia merasa dirinya tengah berada di puncak dunia. Woo hoo! “Mungkin akan menyenangkan jika aku mendandaninya nanti,” pikirnya.

Saat adiknya sudah lahir, ayah dan ibu menamainya Sona. Sona nampak seperti boneka dan Wulan sangat suka menggelitiki dan membuat adik kecilnya itu tertawa, tetapi lama-kelamaan ia juga muak dengan teguran dari orangtuanya: “Hati-hati… kau sudah besar sekarang!”

Banyak anggota keluarga dan teman-temannya datang mengunjungi rumah mereka hanya untuk bertemu dengan adiknya. Mereka sering membawakan kado yang lucu untuk Sona, alih-alih ikut berbahagia, Wulan justru merasa diabaikan.

Baca Juga:

Surat yang Kukirim pada Malam

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Jangan Tanya Lagi, Kapan Aku Menikah?

Wulan yang kini sudah berusia 10 tahun sudah lama menjadi anak bungsu di keluarganya. Ketika adiknya belum ada, dia adalah pusat perhatian semua orang dan karena itulah ia merasa tidak nyaman dengan perubahan yang mendadak seperti ini.

Selang beberapa lama tiba-tiba ayah Wulan datang mengetuk pintu – lalu masuk ke kamarnya. Mereka pun kemudian mengobrol sebentar. Ayahnya menunjukkan kepada Wulan beberapa album foto keluarga yang mana sebagian besar album tersebut berisi foto-foto dirinya bersama dengan ibu, ayah, dan anggota keluarga lainnya. Wulan sangat senang melihat foto masa kecilnya itu.

Sebuah album bertuliskan “tahun pertama Wulan” berisikan foto-foto di mana dia mandi, foto gigi pertamanya, dan foto di mana ia – untuk pertama kalinya belajar berjalan.

“Ayah masih menyimpan semua foto-foto ini?” 

“Tentu saja sayang. Ayah dan ibu sangat merindukan momen-momen ketika kau masih kecil dan kini kami sangat senang melihat kau sekarang sudah tumbuh besar. Meskipun kau sekarang punya seorang adik dan barangkali kau merasa diabaikan, percayalah, ibu dan ayah selalu punya banyak cinta dan ciuman untuk kalian. Ini hanya tentang waktu sayang. Bagaimana pun, ibu dan ayah akan selalu ada untukmu dan kami juga akan melakukan hal yang sama dengan adik kecilmu. Karena bagaimana pun kalian adalah buah hati kami. Tidak ada yang berbeda, pun kami juga tidak akan membeda-bedakan kalian. Seiring waktu, Sona juga akan tumbuh dewasa, menjadi lebih mandiri sepertimu dan kalian akan menjadi sahabat selamanya. Seperti yang ayah katakan tadi, ini hanya tentang waktu. Ayah dan ibu harap kau bisa mengerti.”

Mendengar itu Wulan hanya mengangkat bahunya dan tetap diam tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Keesokan harinya, Wulan mengikuti sebuah perlombaan. Sejak kecil ia memang selalu mengikuti berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler dan biasanya ibunya akan membantunya untuk mempersiapkan dan memberikan dukungan penuh padanya.

Namun kali ini mungkin berbeda. Ibu tengah sibuk dengan adiknya, jadi sebagai gantinya, ayah lah yang duduk bersamanya sebelum kompetisi untuk memberinya beberapa nasihat dan dorongan padanya.

Sekarang gilirannya untuk naik ke atas panggung. Dia melihat ke auditorium yang penuh sesak. Dia bisa melihat dengan jelas banyak wajah yang ia kenal tengah duduk menunggu penampilannya; Itu adalah Pak Sam dari kelas seni yang duduk di sebelah Bu Jen, guru musiknya. Dia lalu mencoba tersenyum pada ibu dan ayahnya yang tengah melambai padanya.

Wulan pun kemudian perlahan mengambil selembar kertas kecil dari mangkuk di depannya. Kertas itu berisi topik yang akan ia bicarakan. Dia hanya memiliki waktu sepuluh detik untuk memikirkan jawaban atas pertanyaan yang tertulis di secarik kertas itu.

Ia lalu menyerahkan kertas itu kepada moderator. Moderator itu pun membacakan kertas pilihan Wulan dengan keras, “Coba ceritakan kepada kami tentang hadiah terbaik yang pernah Anda terima. Anda punya waktu 10 detik untuk memikirkan jawabannya, dan waktu Anda dimulai dari… sekarang!”

“Itu mudah,” pikirnya. Wulan pernah menerima sepeda merah muda sekitar lima bulan yang lalu. Dan ia menyukainya. Ia juga pernah mendapatkan gitar merah jambu dari neneknya di hari ulang tahunnya. Dan ia juga menyukainya. Namun, jika diurut, semua itu terlalu banyak. Sementara dia hanya punya waktu 10 detik saja untuk memulai pidatonya, tetapi dia bingung – dia harus mulai dari mana.

Dia bisa melihat jam otomatis yang sudah menghitung mundur 10 … 9 … 8….

“Aku harus cepat,” pikirnya.

7 … 6….

Tiba-tiba dia teringat saat di mana untuk kali pertama ibu dan ayahnya memperkenalkannya pada adiknya di hari kelahirannya. Saat itu Sona belum punya nama. Sona kecil nampak seperti malaikat dan Wulan tidak bisa berhenti memikirkan hal-hal menyenangkan yang mungkin akan mereka lakukan bersama sebagai saudara. Dia bisa mengajari Sona cara berjalan dan berbicara, atau membantu Sona mengendarai sepeda, dan banyak hal-hal lainnya. Yang jelas mereka akan bersenang-senang – mengerjakan berbagai hal bersama-sama.

Hitung mundur pun berlanjut….

5 … 4 … 3…. 

“Aku harus cepat,” pikir Wulan.

2 … 1 …. 

“Hem, aku rasa, hadiah termanis yang pernah aku terima adalah adik perempuanku, Sona. Aku suka cara dia memegang jariku saat aku menyentuh tangan mungilnya. Aku suka kulit lembutnya yang seperti sutra, mata hitam dan bibir merahnya itu. Aku juga suka caranya tersenyum kepadaku dan bagaimana ia membuat gelembung dari liurnya di sudut mulutnya. Itu sangat menggemaskan. Aku mengerti bahwa untuk saat ini dia sangat membutuhkan banyak waktu dan juga perhatian dari ibu dan ayah sebagaimana dulu sewaktu aku masih kecil. Olehnya aku akan menunggu Sona sampai dia cukup besar untuk bisa bermain denganku. Sona, adik kecilku yang manis adalah hadiah terbaik dari Tuhan yang pernah aku terima.”

Wulan pun menutup pidatonya, lalu ia melihat ibu dan ayahnya yang duduk di tengah-tengah kerumunan. Nampak wajah mereka berseri-seri dan juga bangga. Tidak begitu jelas, namun ia bisa melihat air mata membasahi wajah ayahnya sembari bertepuk tangan sementara ibu yang tengah menggendong Sona nampak meneteskan air mata bahagianya – bangga padanya. []

Tags: cerita pendekCintaHadiahkeluargaSastra
Fadlan

Fadlan

Penulis lepas dan tutor Bahasa Inggris-Bahasa Spanyol

Terkait Posts

Surat

Surat yang Kukirim pada Malam

6 Juli 2025
Film Rahasia Rasa

Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

6 Juli 2025
Ancaman Intoleransi

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

5 Juli 2025
Gerakan KUPI

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

4 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ulama Perempuan

    Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID