• Login
  • Register
Minggu, 2 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Ajaran Tasawuf dan Toleransi Beragama Tanpa Diskriminasi

Salah satu ajaran Tasawuf yang mengajarkan bagaimana membangun toleransi atas dasar hubungan kemanusiaan adalah ajaran tentang "al-Futuwwah"

Imam Nakhai Imam Nakhai
05/05/2021
in Featured, Hikmah
0
Tasawuf

Tasawuf

353
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Jika ajaran Fiqih lebih banyak bicara soal “halal-haram”, “sah-batal”, atau lebih tepatnya berbicara soal “Haram, Makhruh Tahrim-tanzih, Mubah, Sunnah, Wajib, , Khilaful Aula”, atau yang lebih dikenal dengan al-ahkam as-sab’ah (tujuh jenis hukum dalam fiqih), maka Tasawuf lebih banyak membicarakan soal baik -tidak baik, pantas-tidak pantas, patut-tidak patut. Jika Fiqih “seringkali” lebih bersifat formalitas yang didasarkan pada terpenuhinya Rukun-Syarat, dan juga didasarkan pada “illat”, maka tasawuf lebih bersifat substansial yang mengedepankan rasa dan etika-moral.

Olehnya, Dalam konteks toleransi baik intra maupun antar agama, ajaran tasawuf lebih sering digunakan dan lebih cocok. Sebab membangun hubungan kemanusiaan dengan siapapun membutuhkan “rasa” dan kesalingan yang bersumber dari kejernihan hati, disamping tentu saja perintah agama. Tasawuf atau al-ahkam al-khuluqiyah di definisikan dengan “ajaran-ajaran yang berkaitan dengan upaya menjernihkan hati dari sifat-sifat yang tercela (التخلي-takhalli), dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji (التحلي-tahally).

Salah satu ajaran Tasawuf yang mengajarkan bagaimana membangun toleransi atas dasar hubungan kemanusiaan adalah ajaran tentang “al-Futuwwah-الفتوة “. Menurut Imam al-Qusyairy dalam kitabnya ar-Risalah al-Qusyairiyyah (hlm. 275), Futuwwah bermakna “jika seorang selalu mengabdikan dirinya untuk kepentingan orang lain”. Konsep ini diinspirasi oleh ayat dalam surat al-Kahfi yang menceritakan ashabu al-kahfi, yaitu bahwa mereka itu adalah “إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى “- orang-orang muda pemberani yang beriman kepada Rabbnya dan terus mendapatkan hidayah”.

Ulama Tasawuf mendefinisikan al-Futuwwah dengan pengertian yang beragam terkait dengan “rasa” yang mereka miliki. sebagian mereka mendefinisikan al-Futuwwah adalah memaafkan kesalahan-kesalahan kawan. Sebagian yang lain mengartikan al-Futuwwah adalah “tidak melihat dirinya lebih baik dari orang lain”. Ada juga yang mengartikan ” orang yang tidak memiliki dan menjadi musuh siapapun”.  ada juga definisi yang menarik, ;

وقيل لبعضهم: مَا الفتوة فَقَالَ: أَن لا يميز بَيْنَ أَن يأكل عنده ولى أَوْ كافر.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan
  • Hikmah Walimah Pernikahan Dalam Islam
  • 5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili
  • Toleransi dan Dialog antar Agama

Baca Juga:

Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

Hikmah Walimah Pernikahan Dalam Islam

5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili

Toleransi dan Dialog antar Agama

Futuwwah adalah orang yang tidak membeda-bedakan  apakah yang makan di sampingnya “seorang wali” ataukah seorang kafir. Jadi jika seorang sudah tidak lagi membedakan siapakah disampingnya, apakah ia seorang kekasih Allah, orang kafir, atau siapapun, maka ia telah sampai pada maqam “Futuwwah”.

Ada juga yang mengartikan;

وقيل: الفتوة ترك التمييز.

Futuwwah adalah tidak diskriminatif (atas nama apapun)

Jadi al-Futuwwah adalah seorang yang seluruh hidupnya diabdikan untuk kepentingan orang lain tanpa membeda-bedakan apa agama dan keyakinannya, jenis kelamin, ras maupun etnisnya (tidak diskriminatif) . Atau bahasa lainnya “mengabdi tanpa syarat”. pengertian ini didukung sebuah kisah sebagaimana dituturkan ulama;

“Suatu hari seorang Majusiy meminta makan kepada Nabiyullah Ibrahim as. Nabi Ibrahim as menjawab, ia saya mau kasih makan dengan syarat masuk Islam. mendengar syarat itu, si Majusiy enggan dan pergi. Ketika itulah Allah SWT berfirman kepada Nabi Ibrahim as, wahai Ibrahim, sejak 50 tahun saya memberi makan orang majusiy itu di atas kekufurannya, dan saya tidak pernah minta syarat. Mengapa engkau tidak kasih saja makan si Majusiy itu tanpa harus memintanya untuk mengubah agamanya?”

Mendapat teguran Allah SWT ini, Nabi Ibrahim segera mengejar Majusiy dan meminta maaf. Justru dengan permintaan maaf Nabiyullah Ibrahim ini, konon si Majusiy masuk Islam. (al-Qusyariyyah, hlm 276)

Apa yang bisa kita petik dari kisah ini? antara lain untuk memenuhi kebutuhan duniawiyah orang lain tidaklah boleh bersikap diskriminatif atas nama apapun. Ini penting bagi pejabat publik (rumah sakit, administrasi kependudukan, pelayanan publik) dan bagi siapapun yang berkuasa, agar tidak membeda-bedakan di dalam menjalankan tugas pelayanan dan tugas konstitusionalnya. []

Tags: HikmahKebijaksanaanKisah NabiSejarah Islamtasawuftoleransi
Imam Nakhai

Imam Nakhai

Bekerja di Komnas Perempuan

Terkait Posts

Jumlah mahar

Ini Jumlah Mahar Pada Masa Nabi Muhammad Saw

2 April 2023
Mahar adalah Simbol

Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri

2 April 2023
Manusia Pilihan Tuhan

Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

2 April 2023
Tujuan menikah

Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

1 April 2023
Sarana Menikah

Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

1 April 2023
kerja rumah tangga

Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga

1 April 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sarana Menikah

    Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ini Jumlah Mahar Pada Masa Nabi Muhammad Saw
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri
  • Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist