Menjadi seorang pendidik bukan hanya soal transmisi pengetahuan tetapi juga tanggungjawab nilai dan moral, khususnya nilai-nilai kemanusiaan. Amanat ini tercantum rancangan SDGs di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017. Tujuan dari implementasi SDGs yang termasuk dalam sasaran nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 di Indonesia, diantaranya adalah menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua dan mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan.
Pendidikan dan pembelajaran diharapkan dapat memperbaiki pola pikir manusia agar lebih sensitif gender dan melakukan pembebasan elemen-elemen pendidikan dari bias gender itu sendiri.
Khususnya dalam pembelajaran sejarah, bias gender masih sering terjadi. Terlihat dari buku teks yang digunakan dan metode pembelajaran yang mempraktikkan ketidakadilan gender. Sebagai salah satu alternatif, saya mencoba memberikan konsep baru dengan memberikan enrichment tentang potret ulama perempuan dalam materi sejarah.
Ulama perempuan harus diketahui oleh siswa agar mengubah mindset peserta didik tentang makna ulama dipahami secara elitis dan politis, sehingga ‘ulama bukan saja laki-laki saja tetapi juga perempuan.
Perannya pun beragam bukan hanya pada bidang politik, melainkan mereka yang berkiprah di bidang lainnya seperti ekonomi, sosial, keagamaan dan memberikan pengaruh besar bagi masyarakat juga pantas disebut sebagai seorang ‘ulama. Alternatif ini mampu membangun masyarakat yang demokratis, memiliki trust, menerima multikulturalisme, tidak mendiskriminatif pada peristiwa, tidak memungkiri perbedaan, dan menerima keberagaman.
Pada praktiknya, di dalam kelas saya mengawali bercerita tentang kondisi saat ini. Generasi muda terutama persoalan kenakalan remaja dan nasionalisme. Saya menilai generasi muda saat ini seolah enggan mempelajari sejarah dan cenderung menunjukkan prilaku-prilaku yang tanpa mereka sadari itu adalah bentuk-bentuk ketidakadilan gender.
Oleh karena itu sebagai guru yang adil gender saya menerapkan metode pembelajaran yang adil gender tentunya. Strategi untuk menciptakan pembelajaran yang bebas bias jender diantaranya dengan berhati-hati saat menggunakan buku teks yang bias gender, maka diskusikanlah secara intensif dengan peserta didik. Pastikan bahwa aktivitas dan latihan di kelas tidak bias gender.
Jadilah contoh peran non-sexist, memberikan contoh yang netral, posisi duduk peserta didik apakah terjadi pengelompokan secara paksa, berikan penilaian yang tidak bias gender, gunakan bahasa yang non-bias gender dan periksa apakah terjadi pelecehan seksual di sekolah. Semoga model ini bisa memberikan kontribusi positif untuk melawan praktik pendidikan yang memproduksi ketidakadilan gender demi Indonesia yang berkeadaban.[]