• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Apa yang Salah dengan Kemanusiaan Kita?

“Cintailah kepada manusia sebagaimana kamu mencintai untuk dirimu sendiri”

Habibus Salam Habibus Salam
06/10/2020
in Kolom, Personal
0
stigma negatif janda

stigma negatif janda

152
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

November 2019 silam, sepulang dari menghadiri Indonesia Sharia Economic Festival di Jakarta, saya duduk menunggu jadwal penerbangan saya ke Semarang di bandara Soekarno Hatta. Saya sengaja datang 3 jam lebih awal dari jadwal penerbangan, di samping karena ingin tidak terburu-buru dan kepepet dengan arus lalu lintas ibu kota yang padat, saya juga memang ada janji temu dengan seorang kolega yang seharusnya satu penerbangan dengan saya, kalau saja dia tidak harus bertolak ke Yogyakarta dikarenakan satu dan dua hal.

Akhirnya kami bertemu, membicarakan banyak hal terkait pengembangan ekonomi pesantren dan dagelan-dagelan ringan. Singkatnya, ternyata bukan hanya tujuan penerbangannya yang berubah, tetapi jadwal penerbangan kolega saya ini ternyata juga berubah dan maju 1 jam lebih awal dari jadwal keberangkatan saya. Alhasil, tinggallah saya sendiri, menunggu giliran jadwal keberangkatan.

Memang benar kata kebanyakan orang, bahwa menunggu itu ternyata membosankan, belum 20 menit sejak kolega saya berangkat, saya sudah harus berkali-kali menggeser posisi duduk saya, membuka buku, dan sesekali melihat jam di handphone saya untuk melihat seberapa lama lagi saya harus duduk gabut seperti ini.

Di seberang deretan kursi tunggu, saya melihat ada smoking room yang tengah dimasuki oleh beberapa lelaki, saya pun kemudian berinisiatif untuk memakai fasilitas umum itu untuk mengisi kekosongan waktu. Tak lama, saya mulai merogoh tas tangan untuk mencari sebungkus rokok yang tadi saya beli sebelum berangkat ke bandara.

Belum sempat sempurna saya berdiri, tiba-tiba saya dikagetkan dengan tangisan bayi yang kencang sekali, saking kencangnya, tidak hanya saya saja yang teralihkan perhatiannya, hampir semua orang yang awalnya sibuk denga urusannya sendiri-sendiri pun juga demikian. Semua mata tertuju pada sumber suara tangisan itu.

Baca Juga:

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Saya menoleh ke arah tangisan bayi yang ternyata berada tiga kursi tepat di belakang tempat saya duduk. Saya lihat si Ibu mulai tidak nyaman dengan banyaknya mata yang tertuju ke arahnya, ia mencoba meninabobokan anaknya yang tengah kehausan dan butuh disusui itu. Dan tetap saja, si bayi tidak kunjung berhenti menangis.

Akhirnya, mungkin karena tidak nyaman telah menjadi pusat perhatian, si ibu sepertinya menyerah dan mulai membuka kancing bajunya untuk memberikan ASI untuk anaknya. Saya lihat ada kecanggungan ketika dengan hati-hati si ibu mengeluarkan payudaranya sambil menoleh kanan dan kiri untuk memastikan bahwa tidak ada mata yang tengah tertuju pada aktifitasnya itu. Saya buru-buru memalingkan wajah dan duduk kembali, takut menambah rasa canggung si ibu.

Saya melihat bungkus rokok yang sedari tadi saya genggam, kemudian  saya alihkan pandangan saya ke arah smoking room yang sekarang bertambah banyak penggunanya. Entah kenapa, niat saya untuk merokok jadi hilang. Mungkin karena sempat teralihkan oleh suara tangisan bayi tadi, mungkin juga karena smoking room tadi sudah lumayan penuh, atau mungkin karena malu. Malu kepada seorang ibu yang harus merasa tidak nyaman, canggung, dan takut bagian tubuhnya terekspose hanya karena ingin memenuhi kewajibannya sebagai seorang ibu; menyusui anaknya.

Alasan yang terakhir ini cukup menyita pikiran saya bahkan sampai pesawat saya landing di Semarang, yakni perihal fasilitas publik bagi ibu dan anak di Indonesia yang masih minim sekali. Bahkan secara umum kebutuhan perempuan acap kali masih dianggap klise dan tidak terlalu penting.

Untuk mewujudkan lingkungan yang ramah perempuan memang merupakan upaya yang tidak hanya butuh kesadaran kolektif, tetapi juga butuh upaya sistemik, karena ini menyangkut kepentingan kapital yang ujung-ujungnya adalah “cuan”. Kita masih harus terus berproses dan memproses hal itu.

Padahal, isu solidaritas sebagai sesama manusia adalah hal yang tidak kalah penting. Jika kita selalu mengedepankan alasan bahwa kita tidak punya cukup amunisi untuk mengupayakan apa yang kita sebut dengan ‘pengarustamaan gender’ secara sistemik ke dalam kebijakan publik kita secara umum, paling tidak kita masih bisa memulainya dari diri sendiri. Namun, sejauh ini pun saya rasa belum maksimal.

Ngomong-ngomong, ibu dan anaknya yang menangis karena meminta ASI tadi tidak duduk sendirian. Ada beberapa perempuan lain di sampingnya yang saya lihat hanya sebentar saja menoleh ke si bayi dan kemudian beralih ke gadget masing-masing. Tidak ada tanya bahkan menyarankan hal lain. Mereka hanya diam.

Saya ingat beberapa waktu yang lalu, saya menonton video beberapa atlet perempuan luar negeri sedang bertanding sepak bola, salah satu pemainnya ada yang memakai hijab. Ketika beradu skill merebut bola, ada insiden yang membuat hijab si atlet terlepas. Seketika kawan dan lawannya mengitarinya, memberinya ruang tertutup untuk membenahi hijabnya dan kemudian melanjutkan permainan.

Loh, kok beda ya? Kenapa atlet-atlet perempuan itu, yang saya yakin berbeda agama dengan si atlet berhijab tadi, sebegitu pedulinya sampai melupakan bahwa mereka sedang dalam pertandingan, hanya untuk membentuk lingkaran agar si atlet berhijab tadi punya ruang tertutup untuk membenahi hijabnya tanpa harus khawatir auratnya terekspose?

Kenapa perempuan-perempuan di samping si Ibu dan bayinya yang sedang menangis di bandara tadi memilih masa bodoh, dan memilih membiarkan si ibu menyusui anaknya dengan perasaan insecure bagian intim tubuhnya akan terekspose di bandara yang berkapasitan lebih dari seribu orang itu? Saya yakin perempuan-perempuan tadi masih seagama dengan si ibu, melihat mereka sama-sama memakai hijab.

Apa yang salah, ya? Bukan kah selain ikatan darah,  agama, dalam hal ini Islam, adalah alasan yang lebih dari cukup untuk menyebut orang lain sebagai saudara? Seperti yang dipesankan Nabi Muhammad Saw. yang terekam dalam Shahih Bukhari hadits ke-2262;

“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti, siapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari qiyamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari qiyamat.

Bahkan, jika pun bukan karena seagama, bukankah perempuan-perempuan tadi adalah sama-sama manusia, sama-sama perempuan. Bukankah Nabi Muhammad Saw. juga mewasiatkan hal ini? sebagaimana terekam dalam Musnad Imam Ahmad hadits ke-1605;

“Cintailah kepada manusia sebagaimana kamu mencintai untuk dirimu sendiri”

Khazanah kita sebagai umat muslim sudah lebih dari cukup untuk memberikan tuntunan bagaimana seharusnya kita membangun hubungan kesalingan dan kepedulian kepada sesama manusia, terutama dalam kasus ini kepada mereka yang sesama permpuan. Lalu, apa yang salah? []

Tags: agamakemanusiaanKesalinganperempuan
Habibus Salam

Habibus Salam

Alumni Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir STAI Al-Anwar dan Pondok Pesantren Al Anwar 3 Sarang, Penulis Lepas, Pegiat Literasi dan Kajian Keislaman, Dewan Pengurus Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren (HEBITREN) Wilayah Jawa Tengah

Terkait Posts

Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version