• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Bagaimana Mempersiapkan Kematian dengan Bahagia?

Nabi menyebut orang yang mempersiapkan dirinya untuk bekal kehidupan setelah mati merupakan orang cerdas. Sebaliknya, orang yang tenggelam dalam nafsu duniawi, disebut Nabi sebagai orang yang lemah

Shofi Puji Astiti Shofi Puji Astiti
30/08/2021
in Hikmah
0
Kematian

Kematian

214
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Mempersiapkan kematian dengan bahagia adalah harapan setiap orang. Karena kematian adalah sebuah jembatan yang menghubungkan dua kehidupan, yaitu kehidupan dunia dan kehidupan akhirat yang kekal abadi. Abu Marlo menyebutkan bahwa makna kehidupan sebagai pendatang sementara untuk mempersiapkan bekal dengan sungguh-sungguh untuk kehidupan yang kekal, serta menyadari diri untuk hidup saling bahagia membahagiakan dan menjadi manusia yang bermanfaat seluas-luasnya.

Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof Nasaruddin Umar mengingatkan lewat satu ayat, bahwa tujuan akhir manusia adalah satu yaitu kembali kepada Allah SWT. Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Itulah yang sudah menjadi ketetapan Allah SWT sebagaimana tercantum dalam penggalan Q.S Ali ‘Imran ayat 185.

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ

Artinya:”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati….” (Q.S Ali ‘Imran: 185)

Karena dunia adalah tempat kita menanam bekal menuju kehidupan yang kekal nan abadi, apa yang akan kita panen di akhirat, merupakan hasil dari apa yang kita tanam selama hidup di dunia.

Baca Juga:

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

Hal-hal yang Tak Kita Hargai, Sampai Hidup Mengajarkan dengan Cara yang Menyakitkan

Ayat-ayat Al-Qur’an yang Menjelaskan Proses Perkembangan Janin dan Awal Kehidupan Manusia

Nabi menyebut orang yang mempersiapkan dirinya untuk bekal kehidupan setelah mati merupakan orang cerdas. Sebaliknya, orang yang tenggelam dalam nafsu duniawi, disebut Nabi sebagai orang yang lemah. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ

“Orang cerdas adalah orang yang rendah diri dan beramal untuk kehidupan setelah kematian, dan orang lemah adalah orang yang mengikutkan dirinya pada hawa nafsunya dan berangan-angan atas Allah,” (HR. al-Tirmidzi, Ibnu Majah dan lainnya).

Semua makhluk hidup, pasti akan melewati satu pintu yang pasti dilewati semua makhluk yang bernyawa. Pintu itu adalah kematian. Karena kematian merupakan hal yang pasti datang. Tak pandang siapa, kapan, di mana, dan bagaimanapun kondisinya, ketika ajal menjemput, tak ada satu pun yang akan bisa menghindar darinya.

Untuk melewati pintu tersebut, tentu ada perbuatan yang harus disiapkan sebagai bekal semasa hidup di dunia. Untuk itu, hendaklah kita mempersiapkan menjalani kehidupan di dunia ini dengan penuh arti dalam kebaikan.

Adapun 3 hal dalam mempersiapkan kematian dengan bahagia yaitu; Pertama, Mengerjakan amal-amal saleh. Menurut Syekh Mu’adz, sebagaimana dikutip al-Imam al-Baghawi dalam tafsirnya, amal saleh adalah amal yang di dalamnya terdapat empat hal yaitu ilmu, niat, kesabaran dan ikhlas.

Setelah mampu konsisten beramal baik yang bahagia dan membahagiakan, hendaknya tidak terlalu bangga atas amal perbuatan yang dilakukan, misalkan merasa dirinya lebih baik dari orang lain, merasa amalnya menyelamatkannya di hari kiamat dan sebagainya. Sebab pada hakikatnya, seseorang akan mendapat kenikmatan dan keselamatan di akhirat bukan disebabkan amalnya, namun murni karena anugerah dan kasih sayang dari Allah.

Kedua, Kapitalisasi dalam arti kemampuan menjadikan semua aset yang dimiliki sebagai modal untuk kemuliaan yang bahagia dan membahagiakan di akhirat juga di dunia. Penting diingat, kapitalisasi hanya mungkin dilakukan orang yang benar-benar percaya kepada Allah dan percaya pada balasan-Nya. Syekh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata:

قَالَ الرَّافِعِيُّ فِي الْحَدِيثِ أَنَّ الْعَامِلَ لَا يَنْبَغِي أَنْ يَتَّكِلَ عَلَى عَمَلِهِ فِي طَلَبِ النَّجَاةِ وَنَيْلِ الدَّرَجَاتِ لِأَنَّهُ إِنَّمَا عَمِلَ بِتَوْفِيقِ اللهِ وَإِنَّمَا تَرَكَ الْمَعْصِيَةَ بِعِصْمَةِ اللهِ فَكُلُّ ذَلِكَ بِفَضْلِهِ وَرَحْمَتِهِ “

Al-Rafi’i berkata; Dalam hadits menegaskan bahwa orang yang beramal tidak seyogiayanya berpegangan atas amalnya di dalam mencari keselamatan dan memperoleh derajat-derajat, sebab ia bisa beramal atas pertolongan Allah, mampu meninggalkan maksiat karena penjagaan Allah, maka semuanya atas anugerah dan rahmat-Nya,”

Menjauhi perbuatan-perbuatan tercela. Yang dimaksud perbuatan tercela meliputi keharaman dan kemakruhan. Meninggalkan keharaman adalah wajib, sedangkan meninggalkan kemakruhan adalah sunah. Demikian pula dianjurkan untuk meminimalisasi perkara mubah yang tidak ada manfaatnya, yang membuat hati sedih, gundah, dan galau.

Semakin berhati-hati dalam menjaga diri dari perbuatan yang diharamkan, semakin tinggi pula kedudukan seorang hamba di sisi-Nya.

Ketiga, Determinasi dalam arti memiliki semangat dan kesungguhan dalam mengarungi kehidupan baik di dunia maupun di akhirat yang bahagia dan membahagiakan. Dalam Islam, perjuangan itu bersifat multideminsional dan multi-quotient, meliputi perjuangan fisikal (jihad), intelektual (ijtihad), dan spiritual (mujahadah).

Allah SWT akan  membukakan pintu-pintu kemenangan bagi orang yang berjuang dan memiliki determinasi dalam perjuangan. (QS Al Ankabut [29] 69).

Sebagai manusia melakukan kesalahan adalah hal yang wajar. Dan kematian yang tidak dapat diprediksi kapan datangnya, menuntut seorang manusia agar segera bertobat setiap kali melakukan dosa, untuk menghindari akhir yang buruk dalam perjalanan hidupnya (su’ul khatimah).

Agama menekankan untuk senantiasa memperbarui tobat dari segala perbuatan maksiat. Syekh Ahmad al-Dardiri berkata:

وَجَدِّدِ التَّوْبَةَ لِلْأَوْزَارِ * لَا تَيْأَسَنْ عَنْ رَحْمَةِ الْغَفَّارِ

“Perbaruilah tobat karena beberapa dosa. Janganlah merasa putus asa dari rahmat Allah yang maha pengampun,” (Syekh Ahmad al-Dardiri, Manzhumah al-Kharidah al-Bahiyyah).

Mari menyegerakan tobat baik dari dosa yang berhubungan dengan Allah Swt, serta ada kalanya berhubungan dengan sesama manusia. Semoga dengan bekal yang telah kita siapkan dengan sungguh-sungguh, mampu memuliakan hidup kita semua, baik dalam kehidupan di dunia maupun kehidupan yang kekal di akhirat kelak yang bahagia dan membahagiakan. Amin. []

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tags: Hikmahkebahagiaankehidupankematianmanusia
Shofi Puji Astiti

Shofi Puji Astiti

Dosen IAIN Salatiga

Terkait Posts

KB

KB dalam Pandangan Riffat Hassan

20 Mei 2025
KB

KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

20 Mei 2025
KB dalam Islam

KB dalam Pandangan Islam

20 Mei 2025
Bersyukur

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

19 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version