• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Bahasa, Logika, dan Tafsir Mubadalah (Bagian 1)

Wahit Hasyim Wahit Hasyim
15/08/2019
in Personal
0
logika

logika

29
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Setelah batas disiplin ilmu dipertegas pada masa modern, bahasa dan logika dibedakan. Sebelumnya memang tidak secara tegas dibedakan. Ini terlihat seperti operasi logika dan bahasa pada tafsir klasik Islam atas teks keagamaan.

Di sini justru sangat menarik, mengapa? Karena memperjelas faktanya dapat bermanfaat pada dua sisi keping tafsir: pertama mudah menjelaskan maksud dan batasan istilah praktik tafsir pada perkara tertentu, dan kedua mengembangkan tafsir setelah menimang batasan itu dengan perkembangan masyarakat modern.

Apa beda keduanya, dan bagaimana operasional tafsir yang mengambil keuntungan seperti digambarkan di atas?

Bahasa (Lughat)

Pada dasarnya bahasa itu adalah alat representasi. Mulanya manusia memandang dunia dengan bertanya-tanya tanpa tahu apa-apa. Lalu satu per satu barang yang hadir (present) di hadapannya diberi nama. Nama-nama ini mewakili (merepresentasi) barang-barang yang hadir itu, sehingga saat manusia berbagi pengetahuan tentangnya cukup dengan menyatakan representasinya (bahasa), tanpa perlu membawa-bawa barangnya secara langsung.

Baca Juga:

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

Representasi dengan demikian memudahkan komunikasi. Bahkan, sekarang menjadi lazim untuk menyebut bahwa bahasa adalah alat komunikasi, seakan-akan tanpa bahasa komunikasi tidak terjadi. Apa benar seperti ini? Terus bagaimana dengan fenomena telepati dan sejenisnya?

Tingkat Representasi

Barang-barang yang hadir di depan kesadaran kita dapat diwakilkan kehadirannya (representasi) dalam banyak ujud. Aristoteles mengurutkannya dalam tiga bentuk representasi. Pertama, ujud gambaran/imaginasi dalam benak (khoyal), ini yang paling dekat secara hirarkhis dengan kehadiran-langsung. Kedua, setelah itu dapat diwakilkan dengan swara-kata (lafadz). Lafadz ini lalu dapat diwakilkan setelahnya dengan level ketiga representasi, yaitu tulisan (kitabah).

Model representasi ini telah diprotes banyak orang, namun sangat penting karena ide ini menelusup pada pemikiran tafsir dalam lanskap abad pertengahan secara sangat luas, dari Barat hingga ke Timur. Protes-protes itu misalnya begini: lha apa nggak bisa dari pikiran langsung ke tulisan, tanpa lafadz? Lha di mana letak model representasi lain, misalnya gambar, musik, cahaya, dan lain-lain?

Nanti ahli semiotika dan matematika akan menyudahi model klasik ini dengan embarkasi wilayah disiplin mereka secara rigit. Keterangannya setelah ini.

Susunan Pikiran

Tiga tingkatan representasi di atas dapat dibayangkan ujudnya karena kita membayangkan posisi diri kita menghadapi benda-benda. Urutannya adalah: dari benda di luar, kita tangkap masuk sebagai gambaran dalam benak, lalu kita ungkapkan gambaran benak itu dengan swara-kata, dan swara-kata kita tuliskan.

Sederhana. Satu barang, satu wakil di tiap tingkat representasi. Namun jika diungkapkan lebih rinci, prosesnya sampai kepada pemahaman tidak sesederhana itu.

Apa yang tampak hanya satu barang dan satu representasi, sebetulnya mengandung keputusan-dalam-pikiran yang tersusun. Misalnya benda “gelas”, yang ditangkap oleh mental sebagai “gambaran gelas dalam benak”, sebetulnya mengandung keputusan “ada”. Kalau diungkapkan secara lengkap menjadi “gelas itu ada”. Kalau nggak ada kan nggak bisa diungkapkan?

Keputusan-pikiran yang paling sederhana itu dapat dilanjutkan dengan keputusan yang lebih luas, sesuai dengan “fakta benda” dan “informasi-baru yang menyertainya”. Misalnya “gelas itu jatuh”, “gelas itu pecah”, dan seterusnya.

Keputusan-pikiran tentang keberadaan (gelas itu ada), atau tentang kejadian yang menyertainya (gelas itu jatuh), dalam bahasa/lughot disebut predikat (khabar), dan dalam logika/mantiq disebut putusan (qodliyah).

Jelasnya, setiap representasi dalam pikiran, pastilah berbentuk susunan-putusan-pikiran, berupa ungkapan benda dan informasi-baru yang menyertainya.[]

Wahit Hasyim

Wahit Hasyim

Terkait Posts

Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

26 Juni 2025
Menemani Laki-laki dari Nol

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

25 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID