• Login
  • Register
Selasa, 21 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Benarkah Mahar sebagai Transaksi Kepemilikan Tubuh Perempuan atas Lelaki? Mari Kita Telusuri!

Islam menjadikan mahar sebagai simbol penghormatan perempuan yang diangkat martabatnya sederajat dengan laki-laki

Hoerunnisa Hoerunnisa
01/11/2021
in Personal
0
Rumah Tangga

Rumah Tangga

332
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Mahar merupakan salah satu syarat dalam pernikahan, mahar banyak sekali bentuknya, dalam konteks Indonesia kebanyakan maharnya menggunakan kata mas kawin. Atau dalam konteks Arab Timur Tengah yang biasa memberikan mahar dalam bentuk besar, seperti rumah beserta isinya.

Kalimat pertanyaan “Berapa mas kawinnya?” menjadi barisan terdepan untuk ditanyakan ketika momen hajatan perkawinan berlangsung, salah satunya di desa saya, kenapa demikian? Ketika mas kawinnya masuk kategori di bawah standar, maka kalimat “Sayang yah, kok mas kawinnya kecil” atau “Harga diri perempuan kok cuma dikasih mas kawin segitu ya” turut membanjiri telinga manten. Tapi, jika mas kawinnya di atas standar maka gelar “Perempuan beruntung” atau “Perempuan mahal” akan disandang oleh pengantin perempuan.

Lah kok bisa gelar “Perempuan beruntung” ditentukan oleh kecil atau besarnya mahar? Bagaimana jika perempuan tersebut mendapatkan mahar besar tapi suaminya pelaku KDRT, masih bisa dikatakan beruntung? Tentu tidak! Suami dengan mahar kecil tapi bagus perilakunya lebih baik dari pada suami dengan mahar besar tapi buruk perilakunya, begitupun suami dengan mahar dan plus perilakunya bagus lebih baik dari pada suami dengan mahar kecil tapi buruk perilakunya, jadi poin pentingnya pada “Perilaku baik”.

Maka, tetap standar keberuntungan perempuan bukan dilihat dari besar atau kecilnya mahar ya! tapi dari personalitas suaminya, maksudnya gimana? Laki-laki yang mau diajak kerjasama, melihat kita sebagai subjek yang setara dengannya dan mau diajak hidup saling (saling membantu, saling memberi energi positif, saling menebarkan cinta, dan lain-lain) adalah suami idaman.

Ketika mendengar suami sebagai pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) rasanya sudah tidak aneh lagi bukan? Kok bisa sih? Sangat bisa terjadi! Jika dalam rumah tangganya ada unsur relasi kuasa, dimana suami merasa berkuasa atas tubuh dan kehidupan istrinya sehingga berperilaku seenaknya termasuk melakukan tindakan KDRT. Lantas adakah hubungannya dengan mas kawin (Mahar)?

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja
  • Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri
  • Marital Rape itu Haram, Kok Bisa?
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Baca Juga:

Perempuan Juga Wajib Bekerja

Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri

Marital Rape itu Haram, Kok Bisa?

Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Kekeliruan masyarakat awam yang sering memaknai mahar ini sebagai “Transaksi pembelian perempuan dari orang tuanya”, memicu pada rasa kepemilikan suami atas tubuh sang istri, di mana mas kawin sebagai alat tukarnya. Jadi tidak heran jika dalam praktik berumah tangganya ada ketimpangan antara relasi istri dan suami, dimana istri kehilangan kendali atas tubuhnya, dia dikendalikan oleh suaminya.

Hal ini persis seperti masa jahiliyah, di mana posisi perempuan tidak memiliki penuh hak atas tubuhnya, sebelum perempuan menikah maka dia mutlak milik ayahnya dan ketika perempuan sudah menikah kepemilikan tubuhnya mutlak milik suamnya, maka jiga mas kawin masih dimaknai sebagai alat tukar kepemilikan atas tubuh perempuan, bukankah ini sebuah kemunduran besar? Padahal Rasulullah sudah berusaha mengeluarkan perempuan dari belenggu tersebut.

Namun kebiasaan memaknai mahar tersebut bukan tanpa sebab, hal ini didasarkan pada pandangan fiqih klasik yang memaknai nikah dengan “a’qd liat-tamlik” artinya akad yang memperbolehkan kepemilikan atas tubuh perempuan.

Jadi bagaimana makna mahar sesungguhnya? Makna yang tidak ada tendensi mendiskriminasi perempuan atau laki-laki? Ibu Musdah Mulia dalam bukunya yang berjudul “Ensiklopedia Muslimah Reformis” menyebutkan bahwa Islam menjadikan mahar sebagai simbol penghormatan perempuan yang diangkat martabatnya sederajat dengan laki-laki.

Meskipun tidak ditemukan ayat Al-Qur’an yang spesifik menjelaskan tentang mahar, namun bisa kita temukan beberapa kata yang menunjukan pengertian mahar, yakni ujrah (QS an-Nisa’ [4]: 25), shadaq (QS an-Nisa’ [4]: 4) dan faridhah (QS al-Baqarah [2]: 236-237). Dari ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa mahar merupakan pemberian dari seorang suami kepada istrinya ketika akad pernikahan berlangsung sebagai bentuk cinta dan kasih sayang, serta simbol tanggung jawab dan keteguhan hati untuk menjalani amanah pernikahan sesuai aturan agama.

Bagi saya, ketika suami memberikan mahar kepada istrinya, tidak jauh beda dengan laki-laki yang memberikan mawar merah kepada pacarnya sebagai bentuk kasih sayang dan penghormatan, bukan sebagai bentuk alat tukar kepemilikan tubuh perempuan atas laki-laki, iya gak?

Ibu Musdah juga menjelaskan mengenai praktik pemberian mahar yang dicontohkan oleh Rasulullah, yaitu “Dari Abdullah ibn Umar ibn Rabi’ah dari ayahnya berkata bahwa Rasulullah saw mengijinkan seorang laki-laki menikahi perempuan dengan mahar sebuah cincin besi (HR Hakim). Dan ketika Rasul menikahi Shafiyyah, beliau tidak memberikan mahar dalam bentuk material, melainkan pemberian kemerdekaan dari status budak.”

Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada aturan baku yang mengatur mahar, baik dari segi bentuk maupun jumlahnya, yang penting tidak memberatkan. Sekali lagi, mahar merupakan bentuk penghormatan, cinta, kasih sayang, ketulusan dan tanggung jawab terhadap amanah keluarga. Dengan begitu, subtansi mahar bukan terletak pada bentuk, harga ataupun nilai mahar tersebut, tetapi terletak pada niatnya. []

Tags: Fiqih KeluargaislamMaharperempuanperkawinan
Hoerunnisa

Hoerunnisa

Perempuan asal garut selatan dan sekarang tergabung dalam komunitas Puan menulis

Terkait Posts

Rethink Sampah

Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

20 Maret 2023
Perempuan Bukan Sumber Fitnah

Ingat Bestie, Perempuan Bukan Sumber Fitnah

18 Maret 2023
Pembuktian Perempuan

Cerita tentang Raisa; Mimpi, Ambisi, dan Pembuktian Perempuan

18 Maret 2023
Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga: Benarkah Pengangguran?

17 Maret 2023
Patah Hati

Patah Hati? Begini 7 Cara Stoikisme dalam Menyikapinya, Yuk Simak!

16 Maret 2023
Perempuan Pemimpin

Membincang Perempuan Pemimpin, dan Pemimpin Perempuan

15 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rethink Sampah

    Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perempuan Juga Wajib Bekerja
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan
  • Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri
  • Marital Rape itu Haram, Kok Bisa?
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist