• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Bule yang Anti Body Shaming dan Sejarah Mulanya

Body shaming masih terus dilakukan di kalangan Asia. Bahkan Korea yang mana seringkali kita puji kecantikan dan ketampanannya pun masih merasa kurang putih

mahdiyaazzahra mahdiyaazzahra
08/03/2023
in Personal
0
Body Shaming

Body Shaming

931
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kemarin saya menonton tayangan seorang bule yang mengajar Bahasa Inggris via youtube. Dan postingannya kala itu membahas tentang hidung pesek. Setelah ia berkeliling negara Asia, ia baru sadar bahwa hidung pesek itu dianggap jelek sehingga sering diejek (body shame).

Bule itu mengatakan bahwa mereka –orang Barat– tidak pernah mempermasalahkan hidung pesek. Bagi mereka hidung pesek itu biasa, dan justru terlihat cute. Tentu ini gagasan baik, tujuannya agar orang Asia berhenti mempermasalahkan hidung pesek.

Tapi  jauh di masa penjajahan dahulu, hidung pesek tidak sesederhana ejekan manusia yang tidak bersyukur. Standar kecantikan dan ketampanan dunia sejak dahulu adalah tinggi, putih, mancung, langsing. Meskipun sekarang banyak orang mulai mendobraknya, namun pemikiran ini masih tetap ada.

Body shaming masih terus dilakukan di kalangan Asia. Bahkan Korea yang mana seringkali kita puji kecantikan dan ketampanannya pun masih merasa kurang putih. Mereka membuat berbagai produk agar bisa memutihkan kulit. Mereka juga mengembangkan operasi plastik yang canggih agar banyak orang bisa berubah menjadi cantik dan tampan sesuai standar yang ada sejak dahulu.

Darimanakah standar ini muncul?

Kita sadari atau tidak standar ini muncul karena orang-orang Barat menjajah negara-negara Asia dan Afrika. Mereka yang notabene putih, tinggi, mancung, sejak dari lahir bisa dengan mudahnya menduduki sebuah kawasan dan menjadi tuan. Mereka bisa memperbudak penduduk asli yang diduduki tanpa membayar. Selain itu, mereka juga bahkan menggunakan berbagai sumber daya alam milik penduduk setempat dan mengaku bahwa itu semua miliki mereka.

Baca Juga:

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

Menakar Ekoteologi Kemenag Sebagai Kritik Antroposentrisme

Prinsip Penghormatan dan Kasih Sayang Jadi Fondasi untuk Berelasi Antar Manusia

Pada akhirnya para penduduk yang terjajah berpikir bahwa jika mereka memiliki paras seperti penjajah, mungkin mereka tidak akan mereka jajah. Mungkin mereka akan masuk dalam jajaran penjajah atau tuan. Hampir di seluruh dunia, kulit coklat, hitam, pendek, dan pesek pasti terjajah. Mereka tidak mendapat kesempatan untuk bebas dan merdeka.

Ada beberapa penjilat yang kemudian berpenampilan seperti penjajah. Hal ini menjadi kebanggaan bagi mereka. Yang penting mereka tidak menderita. Akhirnya standar kecantikan dan ketampanan pun muncul karena semua orang benci terjajah.

Ejekan

Berawal dari penjajahan itu, mereka yang berbeda menjadi bahan ejekan. Bahkan rambut keriting di tengah rambut lurus pun diejek. Hidung yang sangat pesek, kulit yang hitam disebutnya oli, badan pendek disebut cebol, dan sebagainya. Padahal penduduk asli Indonesia dan Asia memang seperti itu. Tidak ada bedanya dengan body shaming yang seringkali kita temui hari ini.

Kulit coklat, badan pendek, hidung pesek. Jika pun ada yang tidak begitu, mereka biasanya mengalami percampuran dengan ras lain. Maka sangat aneh jika penduduk yang sebenarnya semuanya sama, lalu saling mengejek pada yang lainnya.

Dampak Penjajahan

Hal ini tentunya terjadi karena adanya penjajahan di masa lalu. Maka saya hanya mengernyitkan dahi ketika bule heran dengan sikap ini. Bukankah semua ini kita mulai dari ras mereka yang suka menjajah dan menyiksa penduduk Asia dan dunia?

Lalu, bukankah ejekan-ejekan mereka yang merasa levelnya tinggi dan kami rendah yang membuat semua ini terjadi? Dan, bukankah sikap mereka yang merendahkan dan memperbudak orang Asia yang membuat semua orang Asia enggan terlihat jelek (berbeda dari Barat)?

Jujur saja, sangat sulit menghapuskan budaya ini karena sejarah tidak akan pernah berubah. Penjajahan di masa lalu tidak bisa terhapuskan dari sejarah. Bagaimana sejarah kelam yang mengakibatkan budaya body shame ingin segera kita hapuskan?

Merdeka

Mungkin jika seluruh manusia sudah merasakan kemerdekaan hakiki, body shaming itu bisa berhenti. Masalahnya apakah penjajahan fisik sudah berhenti, lantas penjajahan mental tidak berhenti?

Bukankah kami semua tetap terjajah melalui krim-krim pemutih, alat pemancung hidung, alat peninggi badan. Bukankah mereka terus menciptakan mitos agar orang-orang Asia terpenjara dalam keadaan tidak aman dan tidak berharga?

Bangsa yang Dijajah

Namun bukan tidak mungkin semua itu kita capai. Bangsa yang terjajah harus terus belajar, mengedepankan kualitas intelektual, bukan penampilan. Bangsa yang dulunya terjajah harus berpikir kritis dan memiliki pemikiran yang mandiri. Siapkah kita membuka pikiran dan menghapuskan segala standar yang dibuat oleh penjajah? []

Tags: Body Shamingkeberagamanmanusiamitos standar kecantikantoleransi
mahdiyaazzahra

mahdiyaazzahra

Mompreneur. Soap maker. Zerowasterian. Pesantren Digital Rafiqutthullab. Bisa disapa di instagram @mahdiyaazzahro

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kritik Tambang

    Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID