• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Dear Pak Polisi, Pelecehan Seksual Terhadap Anak Bukan Delik Aduan

Keputusan Iptu Khairul Alam untuk menghentikan kasus pelecehan seksual hanya karena orang tua korban tidak membuat laporan juga sebuah kesalahan besar. Karena pelecehan terhadap anak tidak termasuk delik aduan

Lutfiana Dwi Mayasari Lutfiana Dwi Mayasari
04/07/2022
in Publik
0
Pelecehan Seksual

Pelecehan Seksual

520
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Belum lama ini, viral sebuah aksi pelecehan seksual yang dilakukan laki-laki kepada anak di bawah umur. Baik di tiktok, instagram, maupun facebook, banyak netizen yang mengecam tindakan laki-laki tersebut. Bagaimana tidak, seorang laki-laki menciumi anak di bawah umur di depan sebuah toko dan membuat korban diam tidak berdaya.

Kejadian berawal dari seorang laki-laki yang sedang duduk di emperan sebuah toko. Tak lama kemudian, datanglah korban menggunakan jilbab warna coklat bersama perempuan dewasa. Perempuan dewasa langsung masuk ke toko, sedangkan korban berhenti di depan pintu toko.

Laki-laki tersebut tampak menarik korban yang masih di bawah umur, dan memeluk serta menciumnya. Tampak korban mengusap-usap bibirnya, dan pelaku mencium kembali korban untuk kedua kalinya. Korban kemudian terlihat berlari mendatangi perempuan yang ada di dalam toko, sedangkan pelaku kabur.

Penegak Hukum tidak Paham Aturan

Hal yang tak kalah mengejutkan dari peristiwa amoral ini adalah sikap kepolisian sebagai penegak hukum dalam menanggapi kasus pelecehan seksual ini. Kapolres Sidayu Iptu Khairul Alam menyatakan tindakan tersebut tidak termasuk dalam kekerasan seksual. Lantaran korban tidak melakukan perlawanan. Pembuktiannya dengan korban tidak menangis saat pelaku dekati, ciumi, dan peluk.

Lebih lanjut, penegak hukum di tingkat Kecamatan tersebut juga menyatakan bahwa pelecehan seksual terjadi jika pelaku membuka pakaian korban. Sedangkan dalam video yang viral tersebut, pelaku tidak membuka pakaian korban. Hanya terlihat mengusap bibir bekas ciuman pelaku saja.

Baca Juga:

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

Korban KBGO Butuh Dipulihkan Bukan Diintimidasi

Menafsir Ulang Ajaran Al-Ḥayā’ di Tengah Maraknya Pelecehan Seksual

Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

Kapolres Sidayu Iptu Khairul Alam menyatakan tidak menindaklanjuti kekerasan seksual ini karena pihak korban tidak membuat laporan polisi. Orang tua korban sudah ada pertemuan dan memutuskan tidak membuat laporan. Iptu Khairul Anam meyakini bahwa kekerasan seksual adalah delik aduan. Jika tidak ada yang melapor maka kasus tidak bisa berlanjut.

Benarkah demikian? Apakah benar seorang korban kekerasan seksual harus merasakan luka fisik dan psikis dulu baru dianggap menjadi korban kekerasan seksual? Apakah anak kecil harus mengalami trauma dan menangis meraung-raung dulu baru ada tindakan dari penegak hukum? Dan benarkah pelecehan seksual baru terjadi jika korban dan pelaku atau salah satunya telanjang?

Regulasi kekerasan seksual dalam UU TPKS dan KUHP

Dalam KUHP pelecehan seksual masuk dalam perbuatan cabul. Hal ini lantaran KUHP memang tidak mengatur mengenai pelecehan seksual. Perbuatan cabul sendiri masuk dalam pasal 289 sampai dengan pasal 296 KUHP. Suatu perbuatan dianggap cabul jika perbuatan tersebut melanggar kesopanan dan kesusilaan di mana perbuatan tersebut tidak disukai oleh pihak lainnya.

Maka, hal terpenting yang harus kita buktikan untuk mengkategorikan suatu perbuatan sebagai pelecehan seksual adalah ada atau tidaknya penolakan dari korban. Jika tidak ada penolakan, maka perbuatan tersebut tidak termasuk dalam pelecehan seksual. Berdasarkan aturan dalam KUHP inilah, Kapolres Sidayu Iptu Khairul Alam menyatakan kasus sebagaimana ia sampaikan di awal artikel ini tidak masuk dalam pelecehan seksual. Karena korban si gadis berkerudung coklat tidak memberontak, tidak menangis, dan tidak lari saat dicium dan dipeluk.

Sepertinya Kapolres Sidayu Iptu Khairul Alam tidak mengetahui dan minim literasi bahwa karena pasal inilah banyak korban pelecehan seksual enggan melaporkan kekerasan yang mereka alami. Alih-alih mendapatkan ruang aman, mayoritas korban juga mendapat stigma dengan berbagai pandangan negatif. Kenapa tidak lari? Tidak melawan? Diam saja? Baru sekarang terlaporkan?

Ketika korban terlihat diam dan tidak melawan, dianggap korban menikmati sehingga pasal pelecehan seksual tidak bisa kita sangkakan pada pelaku. Padahal ada banyak pertimbangan dari berbagai aspek yang harus  korban lalui sebelum pada akhirnya berani bersuara. Karena relasi kuasa, karena fase freeze, di bawah ancaman dan paksaan, nyaris tidak menjadi pertimbangan penegak hukum hanya karena korban tidak melawan.

Atas dasar itulah, selama bertahun-tahun lamanya perjuangan RUU TPKS hingga pada akhirnya tersahkan sebagai sebuah UU pada 12 April 2022. Dalam UU TPKS, suara korban bisa menjadi dasar untuk membongkar kasus pelecehan seksual.

Jenis-jenis tindak pidana kekerasan seksual

Terdapat 9 jenis aturan tindak pidana kekerasan seksual dalam pasal 4 ayat 1 UU TPKS. Yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, serta kekerasan seksual berbasis elektronik.

Merujuk keterangan dalam pasal di atas, maka pernyataan Iptu Khairul Alam bahwa pelecehan seksual harus ada adegan melepas baju atau melakukannya dalam kondisi telanjang tentu salah besar.

Pada ayat selanjutnya, menambahkan 10 jenis kekerasan seksual lainnya yaitu perbuatan cabul, persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan atau eksploitasi seksual terhadap anak, dan perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban.

Pada pasal 12 UU TPKS, menjelaskan secara detail definisi pelecehan seksual, yaitu:

“Kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk tindakan fisik atau non-fisik kepada orang lain, yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan trekait hasrat seksual, sehingga mengakibatkan orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, atau dipermalukan.”

Terkait dengan apakah pelecehan seksual terhadap anak termasuk delik aduan atau tidak, juga ada aturannya dalam ayat selanjutnya, yang berbunyi:

“pelecehan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (2) huruf a adalah delik aduan, kecuali jika dilakukan terhadap anak, penyandang disabilitas, dan anak dengan disabilitas”

Maka keputusan Iptu Khairul Alam untuk menghentikan kasus pelecehan seksual hanya karena orang tua korban tidak membuat laporan juga sebuah kesalahan besar. Karena pelecehan terhadap anak tidak termasuk delik aduan.

Undang-Undang sudah bagus, bagaimana penegak hukumnya?

UU TPKS adalah alternatif terbaik yang bisa melindungi korban kekerasan seksual. Karena KUHP tidak memasukkan unsur pengakuan korban sebagai salah satu bukti sehingga kasus kekerasan seksual sulit terungkap. Namun sayangnya, regulasi yang berpihak pada korban tersebut ternyata tidak terpahami oleh penegak hukum.

Dalam kasus ini misalnya, Iptu Khairul Alam sebagai Kapolres justru menggunakan pendekatan lama dalam membongkar kasus kekerasan seksual. Ia juga merujuk pada KUHP padahal sudah terhapus dengan adanya UU TPKS untuk peristiwa kekerasan seksual. Hal ini membuktikan bahwa aturan yang bagus sekalipun akan sia-sia di tangan pihak pemegang otoritas yang minim literasi. Bagaimana mungkin penegak hukum yang menjadi sandaran untuk memperoleh keadilan ternyata tidak memahami sebuah aturan? []

Tags: Delik AduanhukumKasus Pelecehan Seksualpelecehan seksualUU TPKS
Lutfiana Dwi Mayasari

Lutfiana Dwi Mayasari

Dosen IAIN Ponorogo. Berminat di Kajian Hukum, Gender dan Perdamaian

Terkait Posts

Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kritik Tambang

    Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID