• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Dilema Pernikahan bagi Anak Tulang Punggung Keluarga

Menghindari hubungan dengan mereka yang tidak dapat melepaskan ikatan dengan keluarga asal adalah pilihan yang benar.

Dhuha Hadiyansyah Dhuha Hadiyansyah
19/12/2024
in Keluarga, Rekomendasi
0
Tulang Punggung Keluarga

Tulang Punggung Keluarga

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Baru-baru ini, terlewat di beranda media sosial potongan wawancara seorang pesohor yang menyatakan sikap tegasnya terkait prasyarat untuk calon suami. Menurutnya, jika ada calon suami memintanya untuk berhenti bekerja, sang calon suami harus siap menanggung nafkah dirinya, anak hasil pernikahan sebelumnya, sekaligus keluarga besarnya karena selama ini dia yang menjadi tulang punggung keluarga.

Pernyataan ini menarik untuk kita respon karena memantik pro dan kontra. Dari sudut pandang psikologi  pernikahan, diskusi ini dapat kita masukkan ke dalam topik membangun keterpisahan dengan keluarga asal. Membicarakan topik ini dalam kelas pernikahan cukup seru karena sering memantik diskusi yang intens.

Dalam kehidupan, kita sering kali terikat pada sistem atau hubungan lama, seperti keterikatan terhadap keluarga asal atau pengalaman masa lalu. Oleh sebab itu, gagasan “keterpisahan” tampak mencengangkan dan asing karena kita maknai sebagai pelepasan dari sistem keluarga yang sudah membentuk kita.

Oleh sebab itu, konsep “keterpisahan” tidak dapat diterima setiap orang, terutama anak yang menjadi tulang punggung keluarga. Akhirnya, pernikahan menjadi dilema bagi mereka.

Hubungan Menuntut Keterpisahan

Sebagian orang mengandaikan bahwa ketika menikah, posisi mereka di keluarga asal tetap sama: yang terbiasa menjadi tulang punggung, tetap ingin melanjutkannya saat sudah menikah. Saya menulis di sini dalam konteks orang tua yang dalam kondisi sehat.

Baca Juga:

Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Di beberapa keluarga, ada anak yang memenuhi posisi seorang pencari nafkah di keluarga. Dia menafkahi orang tua sekaligus adik-adiknya. Padahal semua dalam kondisi sehat.

Dalam konteks modern, anak di posisi seperti itu bisa pria maupun wanita (sering anak pertama). Bagi anak ini, jalan satu-satunya untuk membina pernikahan yang fungsional adalah melepaskan tanggung jawabnya di keluarga asal.  Ini yang saya sebut dengan keterpisahan. Hubungan baru (pernikahan) perlu dimulai dengan separasi melalui hubungan sebelumnya (keluarga asal).

Jika dia tidak bisa melakukannya, karena ini dan itu, sejatinya dia tidak/belum siap menikah. Jika calon Anda seperti itu, saya sarankan Anda tidak menikahi orang ini. Keterpisahan tentu tidak untuk lari dan menghilangkan diri dari keluarga asal, tetapi melepaskan tanggung jawab untuk menjadi tulang punggung. Punggung kita hanya akan sanggup memikul satu kepala.

Justru dengan keterpisahan dari keluarga asal saat menikah, kita dapat memiliki pilihan untuk mempunyai hubungan yang fungsional dengan orang tua. Hubungan yang sehat hanya bisa terbangun tanpa keterpaksaan.

Fantasi Terikat dengan Orang Tua

Saat diposisikan sebagai tulang punggung, padahal semua dalam kondisi sehat, anak tersebut pasti merasa terpaksa, dizalimi dan kemudian memendam kebencian.

Anak tersebut bertahan biasanya hanya karena takut disebut sebagai anak durhaka. Padahal, sejatinya yang zalim adalah orang tua mereka sendiri, yang bergantung ke anak dan menyuruh sang anak untuk menanggung adik-adiknya. Bagaimanapun, tanggung jawab sebuah keluarga seharusnya ada pada mereka yang menikah (ayah dan ibu), kecuali memang keduanya dalam kondisi sekarat.

Menikah sejatinya meninggalkan idealisasi dan fantasi terikat dengan orang tua. Oleh sebab itu, perasaan sedih bahkan rasa bersalah karena meninggalkan orang tua adalah valid. Akan tetapi, keterpisahan perlu kita lakukan jika menginginkan pernikahan yang fungsional. Anda tidak perlu ragu jika sudah memutuskan untuk menikah.

Kita pasti ingin berhubungan dengan dengan semua orang yang kita cintai. Sayangnya, manusia memiliki ruang terbatas untuk cinta dan hubungan. Setelah menikah, seseorang seharusnya menjadikan pasangan sebagai prioritas utama dalam hidup, dan bahkan melebihi hubungan dengan orang tua, saudara, atau bahkan anak.

Faktor Penyebab Perceraian

Saya mendapati sejumlah perceraian karena salah satu pasangan (biasanya pria) tidak mampu melepaskan keterikatan dengan keluarga asal. Sayangnya, saat pihak istri menggugat di pengadilan, mereka tidak menyebutkan alasan ini, karena mereka menilai akan sulit dikabulkan. Padahal, sebetulnya, data valid ini sangat penting bagi diskusi tentang pernikahan.

Keterpisahan emosional, dan tentu saja finansial, adalah pondasi yang kuat untuk membangun hubungan pernikahan yang sehat, dengan argumen bahwa cinta dan perhatian seseorang sangat terbatas sehingga tidak bisa terbagi secara setara dan ke banyak orang.

Jadi, menghindari hubungan dengan mereka yang tidak dapat melepaskan ikatan dengan keluarga asal adalah pilihan yang benar. Sebaliknya, jika tidak dapat melepaskan ikatan dengan keluarga asal, Anda sebetulnya belum layak untuk menikah. Jangan menyengsarakan anak orang dengan keyakinan palsu bahwa Anda bisa membagi tanggung jawab dengan baik. []

Tags: DilemakeluargaperceraianpernikahanRelasiTulang Punggung Keluarga
Dhuha Hadiyansyah

Dhuha Hadiyansyah

Dosen pada Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) dan fasilitator Sekolah Pernikahan

Terkait Posts

Gerakan KUPI

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

4 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Poligami atas

    Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID