• Login
  • Register
Sabtu, 1 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Feminisme itu Berbicara tentang Batasan Peran Laki-laki dan Perempuan

Gerakan feminisme yang menggaungkan batasan peran antara laki-laki dan perempuan ini seringkali disalahpahami sebagai anti laki-laki

Mela Rusnika Mela Rusnika
11/10/2021
in Personal
0
Kesetaraan Gender

Kesetaraan Gender

190
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Menjadi seorang feminis itu berat. Alasannya karena selalu dicap sebagai anti laki-laki, pro Barat, dan anti Islam. Padahal ruang lingkup feminisme itu sangat luas, tapi teguh dengan satu nilai yaitu keadilan dan kesetaraan gender.

Bukan lagi menjadi hal baru ketika orang-orang yang menyuarakan keadilan dan kesetaraan gender ini selalu mendapat prasangka. Apakah mungkin karena mereka tidak siap dengan kehadiran perempuan berdaya atau memang tidak siap menghadapi kenyataan kalau gerakan keadilan dan kesetaraan gender ini semakin masif.

Gerakan yang masif ini menandakan bahwa semakin banyaknya orang-orang, khususnya perempuan, yang menyadari kalau ia diperlakukan tidak adil di berbagai ranah. Dari gerakan inilah lahir feminis-feminis baru.

Penggunaan kata feminis dan feminisme untuk saat ini mungkin belum terlalu familiar untuk orang-orang awam. Bisa jadi mereka hanya mendengar kalau feminis itu dari Barat dan anti Islam. Dengan minimnya pengetahuan tentang feminisme dan membawa ranah agama, muncullah paham yang menganggap feminis itu kafir atau dosa.

Padahal jika ingin disederhanakan, feminisme itu berbicara salah satunya tentang batasan peran antara laki-laki dan perempuan. Batasan untuk tidak memaksa laki-laki dan perempuan menjadi orang lain, tapi mendorong untuk melakukan apa yang ingin dilakukan masing-masing. Dalam feminisme ini kita diajarkan untuk menghargai pilihan orang lain, meski berbeda dengan budaya yang berkembang di lingkungan itu misalnya.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Dalam Relasi Pernikahan, Perempuan Harus Menjadi Subjek Utuh
  • Dalam Al-Qur’an, Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Bekerja
  • Bisakah Perempuan Haid atau Nifas Mendapat Pahala Ibadah di Bulan Ramadan?
  • Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan

Baca Juga:

Dalam Relasi Pernikahan, Perempuan Harus Menjadi Subjek Utuh

Dalam Al-Qur’an, Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Bekerja

Bisakah Perempuan Haid atau Nifas Mendapat Pahala Ibadah di Bulan Ramadan?

Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan

Batasan-batasan ini bisa dengan mudah dibangun jika kita bisa memahami kalau setiap manusia itu memiliki hak untuk merdeka atas dirinya sendiri. Tidak lagi dibelenggu dengan batasan-batasan yang hanya menguntungkan satu pihak sedangkan pihak yang lain merugi.

Kekeliruan dalam Memahami Feminisme

Gerakan feminisme yang menggaungkan batasan peran antara laki-laki dan perempuan ini seringkali disalahpahami sebagai anti laki-laki. Ini karena para feminis selalu berbicara bahwa memasak, menikah, tidak menggunakan riasan, dan aktivias lainnya yang identik dengan perempuan ini adalah bagian dari pilihan hidup.

Berbagai aktivitas yang sudah biasa dilakukan perempuan ini, jika tidak kita tunaikan dianggap salah jalur bahkan berdosa. Inilah kekeliruan yang dicerna oleh mereka yang menstigma feminisme sebagai pemikiran Barat atau kafir.

Adapun stigma terhadap feminisme ini berpengaruh terhadap aktivitas para feminis. Misalnya ketika kita menyuarakan kalau memasak itu bukan tugas utama perempuan, maka kita dianggap benci atau tidak suka memasak. Padahal poin utama yang ingin disampaikan ialah memasak itu bukan tuntutan untuk perempuan, melainkan survival skill yang perlu dimiliki semua orang.

Kemudian ketika feminis berbicara tentang pernikahan dan tidak punya anak itu sebagai pilihan hidup, malah dianggap anti pernikahan dan tidak menunaikan ajaran agama. Hal yang perlu digarisbawahi, dalam ajaran Islam saja kita diberi kehendak bebas untuk menikah dan meneruskan keturunan. Oleh sebab itu yang ingin kami suarakan tentang pernikahan dan keturunan ini ialah bukan merupakan keharusan atau kewajiban, tapi pilihan.

Selain itu, feminis juga cukup bold berbicara tentang hak perempuan dalam berpenampilan. Ketika perempuan dituntut dengan berbagai standar kecantikan dan standar berpakaian agar tidak memfitnah laki-laki, kami mengonternya agar perempuan bisa menggunakan riasan dan pakaian sesuai kenyamanannya.

Cara berpakaian dan berdandan perempuan bukanlah hal yang dilakukan untuk menyenangkan mata laki-laki, melainkan untuk kenyamanan, kepuasan, dan kesenangan pribadi perempuan itu sendiri. Jadi, bagaimanapun kami berpakaian itu adalah bagian dari hak kami dalam mengekspresikan diri sendiri.

Feminisme tidak hanya berbicara tentang batasan peran perempuan, tapi juga batasan peran laki-laki. Misalnya ketika laki-laki dituntut untuk selalu kuat dan harus menjadi pemimpin, tapi secara personal ia tidak mau dan tidak mampu, maka kita tidak perlu memaksanya. Lebih baik kita menghargainya, karena laki-laki juga sama-sama manusia yang memiliki kehendak bebas.

Dengan begitu, feminisme ini tidak hanya menguntungkan perempuan. Feminisme terkadang distigma hanya untuk memperjuangkan keadilan perempuan, padahal memperjuangkan keduanya. Feminisme hadir untuk menggebrak pemikiran patriarki yang selama ini tidak adil bagi laki-laki dan perempuan.

Feminisme juga terkadang dianggap melawan ajaran agama. Padahal yang dikonter adalah budaya patriarki yang membawa ranah agama yang dikaitkan dengan kewajiban dan dosa. Ajaran Islam sendiri bagi saya sangat ramah dengan keadilan dan kesetaraan gender dan tidak semudah itu mengklaim seseorang berdosa.

Itulah beberapa kekeliruan tentang feminis dan feminisme yang selama ini masih beredar di lingkungan yang patriarki. Kekeliruan ini selalu berbicara tentang bagaimana peran laki-laki dan perempuan dalam ranah domestik dan publik, keharusan atau kewajiban dan pilihan, serta dosa dan pahala. Semua ini kami pelajari dalam feminisme agar menjadi adil dan setara gender.

Bagi saya sendiri, menjadi seorang feminis itu tantangan sekaligus kesyukuran. Bersyukur bisa berkumpul bersama perempuan yang memiliki visi dan misi yang sama dalam menyebar keadilan dan kesetaraan gender di lingkungan yang masih kental dengan budaya patriarki. Bersyukur juga memiliki support system yang tepat saat merasa direndahkan karena berjenis kelamin perempuan. Namun, tantangan terbesarnya ialah ketika dikaitkan dengan persoalan dosa, seolah feminisme itu kejahatan padahal feminisme penuh dengan keadilan. []

Tags: FeminisfeminismeGendergerakan perempuankeadilanKesetaraanlaki-lakiperempuan
Mela Rusnika

Mela Rusnika

Bekerja sebagai Media Officer di Peace Generation. Lulusan Studi Agama-Agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Part time sebagai penulis. Tertarik pada project management, digital marketing, isu keadilan dan kesetaraan gender, women empowerment, dialog lintas iman untuk pemuda, dan perdamaian.

Terkait Posts

Agama Perempuan Separuh Lelaki

Pantas Saja, Agama Perempuan Separuh Lelaki

31 Maret 2023
Kontroversi Gus Dur

Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu

30 Maret 2023
Food Waste

Bulan Puasa: Menahan Nafsu Atau Justru Memicu Food Waste?

30 Maret 2023
Perempuan Haid Mendapat Pahala

Bisakah Perempuan Haid atau Nifas Mendapat Pahala Ibadah di Bulan Ramadan?

29 Maret 2023
Pengasuhan Anak

Jalan Tengah Pengasuhan Anak

28 Maret 2023
Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

27 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pekerjaan rumah tangga suami istri

    Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan
  • Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist