• Login
  • Register
Rabu, 9 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Gus Dur Sang Pejuang Kemanusiaan

Fatikha Yuliana Fatikha Yuliana
11/12/2022
in Kolom
0
Gus Dur Sang Pejuang Kemanusiaan

Gus Dur Sang Pejuang Kemanusiaan

219
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Abdurrahman Wahid atau akrab dipanggil Gus Dur adalah nama yang terus disebut-sebut hingga kini. Nama yang akan terus terkenang oleh masyarakat Indonesia bahkan dunia. Berikut ini penjelasan terkait kiprah Gus Dur sang pejuang kemanusiaan.

Mengenang Gus Dur bukan lagi mengenang sosoknya yang ‘nyentrik’, penuh humor dan kalimat khasnya “gitu aja kok repot?” Tetapi juga mengenang pemikirannya yang kerap kali sukar diterjemahkan oleh orang awam seperti saya. Duh, Gus, sungguh pun kami rindu.

Dalam studi keindonesiaan, sepertinya Gus Dur menjadi daya tarik tersendiri. Meski kini telah pergi mendahului, Gus Dur akan tetap hidup di hati para pecintanya.

Sejalan dengan Leif Manger, yang melihat agama bukan persoalan tunggal, bukan persoalan hitam putih. Islam dimungkinkan melakukan dialektika yang dinamis.

Gus Dur dalam konteks keindonesiaan mampu memposisikan Islam sebagai sumber kearifan hidup. Islam dapat diterima tanpa harus menimbulkan konflik dengan budaya Indonesia.

Baca Juga:

Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

Kemanusiaan sebagai Fondasi dalam Relasi Sosial Antar Manusia

Sebagai cendekiawan muslim, tidak hanya tentang isu-isu agama saja yang menjadi fokus pemikiran Gus Dur. Lebih besar adalah tentang kemanusiaan. Gus Dur sangat terbuka pada modernisme dan globalisme.

Pergaulan dan relasi yang luas menyeberangi budaya yang beragam semakin mempertajam pemikiran Gus Dur dalam memandang kemajemukan. Juga saat memandang hubungan Islam dan negara, hubungan antar agama, dan tentang ideologi.

Keterbukaan pandangannya ini yang menjadikan Gus Dur kaya akan perspektif. Itulah yang membuat dia sering berbeda dengan orang kebanyakan. Sehingga dianggap ‘nyeleneh’ karena berani keluar dari pandangan mainstream.

Keberpihakan Gus Dur tidak sebatas pada persoalan-persoalan pluralisme, demokrasi dan toleransi. Gus Dur juga menunjukkan keberpihakannya pada persoalan-persoalan perempuan dan kesetaraan gender.

Langkah nyata yang dilakukan Gus Dur tidak hanya berkutat pada pembentukan wacana saja. Dia tegas dalam aksi dan advokasi.

Praksisnya, Gus Dur diantaranya melakukan pembelaan terhadap kriminalisasi hak politik, sosial budaya masyarakat, termasuk marjinalisasi goyang ‘ngebor’ Inul Daratista. Lalu pembelaannya terhadap perempuan korban 1965, penyusunan Rancangan Undang-Undang Kekerasan  Dalam Rumah Tangga (RUU KDRT) yang kemudian disahkan pada era pemerintahan Megawati.

Gus Dur juga mengingatkan pentingnya menolak penyeragaman cara pandang, perilaku, maupun sikap dalam beragama dan bernegara. Waktu itu ada wacana penyeragaman undang-undang syari’at Islam di berbagai daerah.

Menurut Gus Dur, penerapan undang-undang syari’at Islam memungkinkan munculnya kekerasan dengan mengatasnamakan misi suci agama. Padahal substansi Islam sendiri menolak kekerasan dan pemaksaan pemahaman.

Ironisnya, perempuan yang seringkali menjadi kelompok paling rentan dalam pemaksaan dan tindak kekerasan tersebut.

Lebih lanjut, menurutnya, “pihak yang memaksakan untuk memberlakukan perda diskriminatif tersebut, termasuk juga mengesahkan RUU Antipornografi dan Pornoaksi, pada dasarnya telah menentang Pancasila, UUD 1945, dan nilai-nilai substansif Islam”.

Mengutip dari tulisan Dr. Septi Gumiandari dalam buku Gus Dur di Mata Wong Cirebon, pemikiran dan tindakan Gus Dur menunjukkan kepeduliannya terhadap nasib kaum perempuan.

Sulit dibantah untuk mengatakan bahwa Gus Dur adalah sosok feminis muslim laki-laki.

Gus Dur adalah pembaharu yang mengubah persepsi masyarakat tentang agama, juga kaitannya dengan relasi gender. Gus Dur merupakan bagian dari gerakan penghapusan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.

Demikian penjelasan terkait kiprah Gus Dur Sang pejuang kemanusiaan bermanfaat. []

Tags: advokasidemokrasiGendergus durhakhamInulislamkemanusiaanperempuan
Fatikha Yuliana

Fatikha Yuliana

Fatikha Yuliana, terlahir di Indramayu. Alumni Ponpes Putri Al-Istiqomah Buntet Pesantren Cirebon. Berkuliah di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon. Jatuh cinta pada kopi dan pantai.

Terkait Posts

Melawan Perundungan

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

9 Juli 2025
Relasi Imam-Makmum

Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

9 Juli 2025
Pelecehan Seksual

Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

9 Juli 2025
Pernikahan Tradisional

Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

8 Juli 2025
Jiwa Inklusif

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

8 Juli 2025
Nikah Massal

Menimbang Kebijakan Nikah Massal

8 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pernikahan Tradisional

    Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemanusiaan sebagai Fondasi dalam Relasi Sosial Antar Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengebiri Tubuh Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan
  • Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah
  • Mengebiri Tubuh Perempuan
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID