Mubadalah.id – Jika merujuk fikih tentang isu anak, maka fikih Islam, bagaimanapun, telah mengatur hal-hal yang terkait isu gender dan seksualitas pada anak perempuan yang dibedakan dari anak laki-laki.
Misalnya soal hadhanah/hak atas penyusuan anak, pengasuhan, pendidikan dan pergaulan. Meskipun subyek kajian itu terbatas dan statis bahkan berubah menjadi aspek ibadah dari pada sebagai urusan al-ahwal al-syakhshiyyah.
Bagi seorang muslim, pandangan keagamaan memberi perspektif dan visi yang ikut menentukan sikap mereka dalam membahas isu-isu duniawi di ruang publik dan domestik mereka.
Termasuk dalam soal pengasuhan dan pendidikan anak, cara memperlakukan anak perempuan dan anak laki-laki, status anak di dalam atau di luar perkawinan yang sah menurut agama.
Dalam ajaran fikih misalnya seorang anak yang lahir di luar pernikahan sah secara agama sangat rentan hubungannya dengan ayah biologisnya.
Anak tidak memiliki hubungan nasab dengan bapaknya, hanya boleh memiliki hubungan nasab dengan ibunya. Anak juga tidak berhak atas waris dan perwaliannya (jika anak itu perempuan).
Sangat jelas aturan itu memiliki nilai pendidikan agar tidak berbuat zina. Namun hukumannya, jika itu benar-benar terjadi bukan kepada pelaku zinanya. Melainkan kepada anak yang lahir sebagai hasil dari perbuatan orang dewasa yang melakukan zina itu.
Cara Pandang Islam tentang Anak
Selain itu, jika mengutip pendapat Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Fikih Hak Anak, maka peristiwa-peristiwa sosial di ruang publik yang terkait dengan anak, sangatlah penting untuk dipahami guna menggali secara lebih serius cara pandang Islam tentang anak.
Sebaliknya, juga penting memberi pemahaman bagi umat muslim tentang prinsip-prinsip universal yang berlaku sebagai ketentuan kolektif dalam melindungi anak-anak.
Hal tersebut, tujuannya agar terhindar dari praktik diskriminasi dan pelanggaran hak-hak anak yang berlaku pada masa kini sesuai tata aturan konvensi internasional.
Namun, harus juga mengakui juga bahwa kajian keagamaan terutama yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits masih jarang menyentuh isu-isu yang lebih mendalam.
Dan belum kontekstual sesuai dengan perubahan zaman di luar isu-isu tentang hak dan kewajiban anak. Karena selama ini masih meninjaunya dalam kajian fikih ubudiyah dan akhlak personal. (Rul)