• Login
  • Register
Sabtu, 5 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Hilangnya Cut Meutia dari Masjid Cut Meutia

Mubadalah Mubadalah
12/10/2018
in Kolom
0
Masjid Cut Meutia

Ilustrasi: wikipedia[dot]com

46
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saat berjalan di sekitar Menteng, Jakarta Pusat, tepatnya di Jalan Cut Meutia Nomor 1, mata publik dipertemukan dengan masjid Cut Meutia. Penamaan Masjid merujuk pada tokoh perempuan nasional pra-kemerdekaan asal Aceh.

Dulunya, bangunan masjid ini merupakan kantor NV De Bouwpleg atau kantor tempat berkumpulnya para arsitek Belanda. Lalu berganti fungsi menjadi kantor beberapa urusan negara. Kemudian berakhir menjadi tempat ibadah serupa musala.

Tidak selesai sampai di situ, beberapa pihak menginisiasi untuk menaikkan status musala menjadi masjid provinsi yang kemudian diresmikan pada tahun 1987. Sebab berada di Jalan Cut Meutia, masjid ini kemudian diberi nama masjid Cut Meutia.

Penamaan ini juga barangkali sebagai upaya untuk mengekalkan sosok Cut Meutia. Sebagai pahlawan-pejuang sekaligus representasi perempuan yang berperan besar dalam sejarah bangsa Indonesia.

Baca juga: Cut Nyak Meutia

Baca Juga:

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

Saat kita memasuki area masjid, kita akan tahu heroisme Cut Meutia sebagai pahlawan perempuan seakan pudar. Cita-cita dan etos perjuangannya redup. Teladannya kepada masyarakat untuk mempertahankan martabat juga hak untuk hidup terasa tak berbekas.

Ya, warisan ataupun gagasan Cut Meutia hampir tidak bisa kita temukan hampir di segala sudut masjid. Terkecuali papan nama dengan nama pahlawan perempuan itu sebagai penanda keberadaan masjid di lingkungan sekitar Jalan Cut Meutia.

Kita bisa lihat dalam beberapa simbol, seperti plang berkarat yang menginformasikan adanya lembaga pendidikan yang pernah ada di masjid. Misalnya taman pendidikan kanak-kanak (TPA), kelompok bermain (KB), dan pendidikan guru taman kanak-kanak (PGTKI). Lalu ada plang yang menjelaskan masjid seperti halnya masjid lain di Indonesia sebagai ruang ibadah dan ruang pendidikan beragama tingkat dasar.

Baca juga: Larangan Perempuan Masuk Masjid di India Tidak Islami

Entah kenapa, masjid di Indonesia sulit menjadi ruang keilmuan seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad. Masjid menjadi pusat tumbuh dan berkembangnya peradaban Islam.

Masjid Cut Meutia seolah menegaskan kepada kita, perempuan hanya boleh mendidik dalam pendidikan dasar seperti anak TK. Apalagi, pengaturan ruang material masjid yang diberikan kepada laki-laki ternyata lebih luas daripada yang diberikan untuk perempuan. Sama seperti masjid-masjid pada umumnya.

Pengaturan ruang material yang sempit menandai sempitnya ruang gagasan (berilmu) jamaah perempuan sekaligus bukti gagasan Cut Meutia tidak bersemayam dalam masjid.

Saat bertamu ke Masjid Cut Meutia, kami berbincang dengan Ibu Badriyah. Dia bekerja sebagai tukang bersih-bersih sejak tahun 2010 (tanggal 28 Agustus 2018). Ibu Badriyah berasal dari Menteng Kecil ini bercerita sebentar sambil menjajakan dagangannya di tangga pintu masuk masjid yang dikhususkan untuk perempuan.

Baca juga: Islam Menghargai Perempuan yang Bekerja

Salah satu informasi yang kami dapatkan dari obrolan itu adalah adanya pengajian rutin yang berlangsung tiap hari Selasa, pengajian khusus perempuan. Tetapi dari sekian penceramah, Ibu Badriyah lebih fasih menyebut nama-nama ustadz yang berarti lebih banyak penceramah dari kaum laki-laki.

Kami pun bertanya nama penceramah dari perempuan, Ibu Badriyah hanya menyebut satu nama saja. Baliho besar pengajian di sekitar masjid yang memuat foto penceramah laki-laki mengukuhkan kelelakian masjid meski nama masjid merujuk pada tokoh perempuan.

Dari data masjid yang dihimpun oleh Kemenag tepatnya dalam situs Sistem Informasi Masjid (SIMAS), publik bisa menemukan data jumlah masjid dan musala yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.

Di data masjid, kita bisa menemukan enam tipologi masjid yang dibuat oleh SIMAS: masjid raya dengan jumlah 31, masjid besar dengan jumlah 4200, masjid agung dengan jumlah 379, masjid jami dengan jumlah 198.140, masjid bersejarah dengan jumlah 806, masjid di tempat publik dengan jumlah 35.608.

Sedang dalam data musala yang terdaftar dibagi menjadi empat tipe: musala di tempat publik (63.491), musala perkantoran (2.677), musala pendidikan (7.849), musala perumahan (186. 621).

Baca juga: Kabar Gembira dari Nabi untuk Perempuan

Di antara kepungan ribuan masjid dan musala yang tersebar di Indonesia, kita masih menemukan sedikit masjid bernama perempuan. Melalui SIMAS kita juga bisa menemukan nama-nama tokoh perempuan lain yang dikultuskan untuk menamai masjid. Selain Cut Meutia, kita menemui nama seperti Fatimah, Aisyah, Maryam untuk menamai masjid.

Penamaan masjid dengan nama perempuan tentu memunculkan ambiguitas dalam kesadaran bermasjid selama ini: keterlanjuran muslim memaknai masjid sebagai ruang laki-laki sekaligus usaha kecil untuk mengenang peran dan kontribusi perempuan dalam Islam dan sejarah Indonesia. Meskipun bermuara hanya sebagai merk luar bukan gagasan seutuhnya dari, tentang, dan untuk perempuan.

Tentu kita berharap, masjid-masjid bernama perempuan tidak hanya sebatas formalitas penyematan nama bangunan semata. Tapi melampauinya; nama perempuan untuk masjid  sanggup memberi warisan emansipasi seutuhnya. Serta keberagaamaan Islam Indonesia yang memberi rahmat pada semesta tanpa perlu membedakan laki-laki atau perempuan.

Masjid bernama perempuan pada akhirnya dicita-citakan sanggup memberi keramahan pada perempuan. Bahkan menjadi ruang yang sepenuhnya dimiliki dan dikendalikan oleh perempuan.[]

Tags: Acehcut meutiaDiskriminasiislamkeluargamasjidMubadalahngajipengajianperempuanRelasisalat
Mubadalah

Mubadalah

Portal Informasi Popular tentang relasi antara perempuan dan laki-laki yang mengarah pada kebahagiaan dan kesalingan dalam perspektif Islam.

Terkait Posts

Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rumah Tak

    Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID