Mubadalah.id – Dunia pesantren melahirkan banyak ulama dan cendekia di berbagai bidang ilmu agama, tak terkecuali pondok pesantren Sunan Drajat di Kabupaten Lamongan. Sedikit unik, Pesantren Sunan Drajat tidak hanya kental dengan nuansa agama, tetapi kini bisnis berlabelkan ‘Sunan Drajat’ mulai merambah di mana-mana.
Pondok Pesantren Sunan Drajat merupakan pesantren peninggalan walisongo yang masih berdiri kokoh hingga saat ini. Beberapa tahun terakhir, pesantren Sunan Drajat mengembangkan sayap di dunia bisnis, gebrakannya sangat besar dan masif. Saya yakin, saat ini masyarakat Lamongan pasti mengenal setidaknya satu produk hasil atau jasa dari perekonomian Pesantren Sunan Drajat.
Siapa sangka, di balik perkembangan ekonomi bisnis pesantren Sunan Drajat yang melejit, ada sosok perempuan yang memiliki andil besar di sana. Beliau adalah Dr. Hj. Biyati Ahwarumi atau akrab dipanggil dengan Ning Bety. Seorang putri dari public figure Lamongan, KH. Abdul Ghofur, Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat. Sekarang, yuk, kita kenali lebih jauh, siapa Ning Bety dan bagaimana kiprahnya di bidang ekonomi Islam.
Profil Hj. Biyati Ahwarumi
Sebagai putri seorang kiai masyhur di Lamongan, Pemahaman tentang ilmu agama sudah tentu menjadi makanan sehari-hari bagi perempuan kelahiran 12 Juli 1989 ini.Tidak sampai di situ, beliau melanjutkan pendidikan S1 Manajemen Bisnis UIN Maulana Malik Ibrahim, S2 ilmu Akuntansi di Unair hingga menjadi doktor ekonomi Islam Unair.
Latar belakang ilmu agama yang kuat berpadu pengalaman akademik yang tidak sembarangan, menjadi modal utama kiprah beliau dalam dunia bisnis.
Sejak zaman mahasiswa, Hj. Biyati Ahwarumi aktif di berbagai organisasi dan kegiatan yang positif. Selain itu, sebagai seorang Doktor Ekonomi Islam, beliau juga memiliki karya-karya ilmiah yang termuat di berbagai jurnal terakreditasi. Sumbangsih artikel ilmiah tersebut mayoritas di bidang ekonomi Islam dan kepesantrenan. Hal ini menunjukkan kredibilitas beliau dalam keilmuannya yang kemudian diterapkan dalam bisnis PPSD.
Perkembangan perekonomian pesantren Sunan Drajat tidak lepas dari peran Dr. H. Anas Al-Hifni & Hj. Biyati Ahwarumi selaku Direktur Utama. Bersama suaminya, ning Bety mencurahkan pengetahuan, kerja keras dan keuletannya dalam berbisnis. Tentu saja, hal ini tidak akan tercapai tanpa bantuan tim yang solid di berbagai titik bisnis.
Ning Bety adalah sosok yang sangat menginspirasi dalam menyuarakan keseimbangan antara belajar agama dan berbisnis. Beliau memikirkan bagaimana nasib santri-santri pesantren, agar ketika sudah selesai masa menjadi santri, tetap bisa bersaing di masyarakat luas. Dengan bekal ilmu bisnis di pesantren, harapannya santri bisa menajadi wirausahawan bahkan hingga membuka lapangan pekerjaan, tentunya dengan prinsip ekonomi islam.
Inkubator Bisnis Pesantren Sunan Drajat
Satu kalimat yang sangat cocok untuk menggambarkan wujud perekonomian Pondok Pesantren Sunan Drajat adalah “inkubator Bisnis”. Istilah ini saya kutip dari tulisan beliau; Biyati Ahwarumi bersama Tjiptohadi Sawarjuwono berjudul Enhancing innovation roles of Pesantren business incubator in Pondok Pesantren Sunan Drajat. Inkubator bisnis ini merupakan salah satu sub unit Pesantren Sunan Drajat yang berfungsi mendongkrak kemandirian ekonomi pesantren.
Sebagai warga Lamongan, saya tentu sudah tidak asing dengan beberapa produk hasil produksi dari manajemen pesantren Sunan Drajat. Salah satu produk yang terkenal sejak saya masih di bangku sekolah adalah adalah air mineral kemasan ‘Aidrat’ yang hadir sejak 2011 lalu. Tidak cukup sampai di situ, perkembangan bisnis Pesantren Sunan Drajat terus merambah ke berbagai sektor.
Berseberangan dengan kompleks makam Sunan Drajat, terdapat lahan yang berfungsi sebagai Pusat Perekonomian Sunan Drajat. Inilah gurita bisnis yang tersebar di berbagai daerah khususnya di Lamongan.
Pertama, Toserba Sunan Drajat. Hadirnya toserba Sunan Drajat menurut saya cukup fenomenal. Mulanya terletak di wilayah Pusat Perekonomian Sunan Drajat, berseberangan dengan kawasan makam Sunan Drajat, tetapi minimarket tersebut sekarang berkembang pesat di Lamongan hingga kabupaten sekitar.
Kedua, Restoran Sunan Drajat. terletak di Pusat Perekonomian Sunan Drajat dan baru resmi berdiri pada Mei 2023, menggandeng pengusaha makanan UMKM yang membuat restoran ini memiliki banyak pilihan hidangan.
Ketiga, Ahwarumi Fashion. Menyediakan pakaian muslim laki-laki dan perempuan dengan harga yang mampu bersaing dengan yang lain. Terletak di lantai 3 Toserba Sunan Drajat.
Keempat, Garam Samudra. Seperti halnya air mineral, garam samudra juga sudah tidak asing di telinga masyarakat Lamongan. Produksi garam berkualitas oleh PT. Samudra Indonesia ini masih menggunakan cara tradisional dan menjaga keasliannya.
Kelima, Hotel. Masih di tempat yang sama, di Pusat Perekonomian Sunan Drajat juga terdapat hotel dan ruang pertemuan yang sangat bermanfaat ketika ada wali santri atau pengunjung wisata religi yang ingin menginap.
Melansir dari website Perekonomian PPSD, selain beberapa yang paling masyhur di atas, masih ada beberapa bisnis yang menjadi ladang penggerak perekonomian Pesantren Sunan Drajat. Di antaranya adalah Loundry, Fotocopy, toko buku, Ahwarumi beautycare, Sundra wisata, Ahwarumi Creative, warnet, Proksi pupuk kisda dan penyewaan alat berat, dan lain-lain.
Melek Ekonomi dan Bisnis di Lingkup Pesantren
Berkaca dari kiprah ning Bety di dunia bisnis beserta keilmuannya, beliau bisa menjadi teladan bahwa ilmu agama dan ilmu ekonomi bisnis sangat bisa berjalan beriringan. Tidak ada yang tidak mungkin, pada tahun 2024 ini menjadi pesantren penggiat ekonomi syariah terbaik se-Jawa Timur.
Ada satu falsafah Raden Qosim Sunan Drajat yang sangat populer, yaitu “wenehono teken marang wong kan wutho, wenehono mangan marang wong kang luwe, wenehono busono marang wong kan mudho, wenehono yupan marang wong kang kudanan”.
Petuah ini sarat akan makna memberi kepada yang membutuhkan; memberi tongkat pada yang buta, memberi makan pada yang kelaparan, memberi pakaian pada yang telanjang, dan memberi payung pada yang kehujanan.
Perwujudan petuah ini bukan hanya membutuhkan pemahaman agama, melainkan kebaikan dalam mengelola perekonomian. Keahlian dalam berbisnispun seharusnya tidak terbatas bagi santri yang notabene banyak belajar ilmu agama.
Santri dan tidak santri sama-sama memiliki tanggung jawab menggerakkan roda perekonomian bangsa. Bagi Ning Bety, jika santri bisa sejahtera ekonominya, maka maslahat kepada umat bisa lebih banyak. Dengan ekonomi yang baikpun, kita dapat memberi dengan lebih layak. []