• Login
  • Register
Senin, 12 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Ihwal Bibit, Bebet dan Bobot dalam Pencarian Jodoh

Menerima proses dan hasil pencarian jodoh yang tidak memiliki 3 previlege tersebut juga bukan sebuah keharaman, jika bersandar pada sifat rahman dan rahimNya

Hilda Rizqi Elzahra Hilda Rizqi Elzahra
07/09/2022
in Personal
0
Pencarian Jodoh

Pencarian Jodoh

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam hal perjodohan yang dilakukan orangtua atau pencarian jodoh yang dilakukan oleh diri sendiri selalu terdikte untuk menerapkan trikotomi perjodohan yang kita kenal dengan istilah bibit, bebet, dan bobot. Maka wajar saja ketika banyak  yang melajang hanya karena melanggengkan trikotomi itu. Bahkan ada yang merasa insecure karena merasa tidak pantas karena tidak memiliki standar dalam ketiga hal tersebut.

Secara harfiah, bibit kita artikan sebagai latar belakang seseorang yang secara garis besar diartikan sebagai garis keturunan, dalam hal ini dititik beratkan kepada keluarga atau orangtua.

Sementara bebet kita artikan sebagai latar belakang kemampuan seseorang dalam perekonomian. Sedangkan bobot kita maknai sebagai kualitas diri dari calon pasangan dinilai dari pendidikan, kepribadian dan tak jarang dibebankan pada status pencapaian.

Ketiga hal tersebut menjadi indikator para calon mertua dalam menyeleksi calon menantunya. Bibit yang seperti apa, bebetnya bagaimana dan sebagaimana bobotnya. Dalam umat Islam, trikotomi tersebut senada dengan hadits yang masyhur bagi kalangan pencari jodoh, yaitu

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لاِرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا. فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

Baca Juga:

Tidak Ada Cinta bagi Arivia

Perempuan Bekerja, Mengapa Tidak?

Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

“Wanita dinikahi karena empat perkara ; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya ; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung.”

Dikotomi Perjodohan

Dengan kata lain, jika tidak karena hartanya (bebet), keturunannya (bibit), maka pilihlah perempuan karena kecantikan dan agamanya (bobot). Praktik ini tentu bisa kita sebut jua sebagai “dikotomi perjodohan” karena memilih jodoh yang “ideal” itu harus melalui filterisasi mulai dari bibit, bebet, hingga bobot calon pasangannya.

Lalu bagaimana dengan nasib perempuan yang tidak memiliki empat syarat tersebut? Apakah mereka tidak berhak untuk menikah? Menerima nafkah baik secara lahir maupun batin juga? Tidak berhak bahagia, sebagaimana perempuan lain yang mempunyai privilege tersebut?

Hal ini perlu kita bahas lebih karena bagaimanapun, tidak semua (perempuan) memiliki privelege yang sempurna. Contoh kecil dari faktor bibit adalah mereka yang kurang beruntung, seorang perempuan yang memiliki riwayat kelam.

Misal bayi yang dibuang orangtuanya, atau bayi yang dirawat di panti asuhan karena masalah broken home atau yatim piatu sejak dini. Sehingga secara alamiyah, perempuan tersebut kehilangan previlege. Bagaimanapun juga kita tidak bisa memilih akan terlahir dari orang tua yang seperti apa.

Tak Semua Perempuan Punya Nasib Sama

Begitupun dengan bebet, seorang perempuan yang terlahir dari keluarga yang kurang mampu hingga memproleh bantuan oleh aparat desa setempat. Atau perempuan yang terlahir di tengah persoalan keluarga atau jauh dari agama, sehingga itu berpengaruh terhadap perkembangan diri si perempuan tersebut. Maka secara akal perempuan tersebut telah kehilangan faktor trikotominya yang berupa bebet.

Pun yang sering terjadi dengan bobot contoh kecilnya adalah seorang perempuan yang kita katakan tidak berpendidikan karena ketiadaan biaya untuk bersekolah. Selain itu faktor kecantikan juga masih marak terjadi dalam pemilihan calon pasangan.

Bukankah para perempuan yang kurang beruntung tersebut harus kita penuhi juga hak-haknya sebagai manusia? Mereka juga berhak bahagia sebagaimana perempuan dengan previlege yang memadai? Bukankah perempuan berhak kita merdekakan?

Menerima Jodoh

Menerima proses dan hasil pencarian jodoh yang tidak memiliki 3 previlege tersebut juga bukan sebuah keharaman, jika bersandar pada sifat rahman dan rahimNya. Mengasihi dan menyayangi jodoh kita sepenuh hati karenaNya bukan karena previllages-nya.

Untuk memastikan asal-usul seseorang bukanlah untuk memvalidasi stereotype mengenai suku/ras tertentu. Melainkan meyakinkan bahwa ia memiliki lingkungan atau support system yang mendorongnya untuk bertumbuh. Begitulah penilaian bibit yang sehat.

Pun yang kita nilai dari segi bebet, bahwa latar belakang ekonomi keluarga bukan jaminan masa depan yang cerah. Melainkan kemampuan seseorang untuk memaksimalkan potensi diri. Adanya bobot bukan semata mata untuk menilai kualitas pribadi secara kuantitatif dan formal. Latar belakang pendidikan dan keahlian tidak cukup, harus kita pertajam dengan visi dan tujuan yang sama dengan pasangan selama kedua pasangan bersepakat untuk saling menerima Karena kerelaan calon pasangan dan hak ijbar, adalah salah satu aspek batin yang cukup penting, lalu ada kerelaan dari kedua calon pasangan untuk menikah.

Artinya, rasa kasih sayang antara keduanya harus ada dan tercipta satu sama lain. Islam menjadikan pula cinta dan kasih sayang di antara mereka. Mana mungkin mawaddah wa rahmah (wa mubaadalah) bisa tercipta jika keduanya tidak saling menerima?

Maka, bolehkah kita menimbang bibit bebet dan bobot sebagai kriteria? dalam hal ini, saya sependapat dengan bu Nyai Nur Rofi’ah Bil Uzm bahwa bolehkah mencari calon suami/istri yang kaya? boleh, Tapi nomor satu baik dulu, sebab orang kaya yang tidak baik punya modal ekonomi untuk menyakitimu.

Bolehkah mencari calon suami/istri dari keluarga terhormat? boleh, tapi nomor satu baik dulu. Jika tidak, dia dan kelurga besarnya akan menyakitimu.

Bolehkah mencari calon suami/istri ganteng/cantik? boleh. Tapi nomor satu baik dulu, jika tidak ia akan tebar pesona pada yang lain untuk menyakitimu.

Bolehkah mencari calon suami/istri yang ilmu agamanya tinggi? boleh, tapi nomor satu baik dulu. Jika tidak, ia akan menyakitimu dengan dalih agama.

Tags: JodohKesalinganperempuanPerjanjian PerkawinanPerjodohanpernikahan
Hilda Rizqi Elzahra

Hilda Rizqi Elzahra

Mahasiswi jelata dari Universitas Islam Negeri Abdurrahman Wahid, pegiat literasi

Terkait Posts

Umat Buddha

Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha

12 Mei 2025
Membaca Kartini

Merebut Tafsir: Membaca Kartini dalam Konteks Politik Etis

10 Mei 2025
Kisah Luna Maya

Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

9 Mei 2025
Waktu Berlalu Cepat

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

9 Mei 2025
Memilih Pasangan

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

8 Mei 2025
Keheningan

Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

8 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Merapi

    Dampak Tambang Ilegal di Merapi: Sumber Air Mengering, Lingkungan Rusak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Raya Waisak: Mengenal 7 Tradisi dan Nilai-Nilai Kebaikan Umat Buddha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Paus Leo XIV: Harapan Baru Penerus Paus Fransiskus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Barak Militer Bisa Menjadi Ruang Aman bagi Siswi Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dampak Tambang Ilegal di Merapi: Sumber Air Mengering, Lingkungan Rusak
  • Hari Raya Waisak: Mengenal 7 Tradisi dan Nilai-Nilai Kebaikan Umat Buddha
  • Mengenal Paus Leo XIV: Harapan Baru Penerus Paus Fransiskus
  • Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha
  • Islam Hadir untuk Gagasan Kemanusiaan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version