• Login
  • Register
Selasa, 13 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Islam, Perempuan Indonesia, dan Politik: Analisis Mubadalah terhadap UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu

Kepemimpinan yang baik dalam konsep mubadalah adalah kepemimpinan yang secara substansi mendasarkan pada kerja sama, kepercayaan, kebersamaan, dan apresiasi. Bukan berdasar pada autoritarinisme, hegemoni kekuasaan, dan ketakutan seperti kebanyakan kepemimpinan politik dalam budaya patriarki

Irfan Hidayat Irfan Hidayat
22/03/2022
in Publik
0
Presiden RI Tiga Periode: Potensi Mafsadat dari Propaganda Politik di Media

Presiden RI Tiga Periode: Potensi Mafsadat dari Propaganda Politik di Media

162
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Keterlibatan perempuan dalam ranah politik merupakan wacana yang masih menjadi isu utama di berbagai belahan dunia. Terlebih di negara yang sistem demokrasinya belum mapan seperti Indonesia, di mana budaya ‘patriarki’ masih sangat kental. Wacana politik dan perempuan Indonesia selalu memicu perdebatan sengit. Hal tersebut di latar belakangi oleh berbagai macam kepentingan, mulai dari politik, historis, agama hingga budaya dan tradisi masyarakat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (12-03-2022), perempuan Indonesia berjumlah hampir 50% dari total jumlah penduduk Indonesia. Akan tetapi, menurut data kemenpppa.go.id (27-02-2021), keterwakilan perempuan di Lembaga Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) berada pada angka 20,8 persen atau 120 anggota legislatif perempuan dari 575 anggota DPR RI berdasarkan hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019.

Sebenarnya, tidak ada larangan bagi perempuan Indonesia untuk berpartisipasi dalam segala bidang, termasuk politik. Hal itu terlihat dalam beberapa pasal yang membahas persoalan hak asasi dengan tidak adanya diksi yang membedakan jenis kelamin seseorang. Sebab, diksi yang sering digunakan dalam pasal di setiap Undang-undang (UU) ialah ‘warga negara’.

Misalnya, dalam pasal 27 UndangUndang Dasar 1945 yang secara jelas menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk mendapat pekerjaan yang layak serta mempunyai kedudukan setara di depan hukum.

Begitu juga dalam pasal yang mengatur tentang persyaratan menjadi presiden. Tidak pernah ada syarat yang membatasi hak perempuan Indonesia untuk menjadi pemimpin negara. Hal ini dijelaskan dalam pasal 6 ayat 1 Undang-undang Dasar (UUD) Indonesia Tahun 1945, bahwa ‘Presiden ialah warga negara Indonesia’.

Baca Juga:

Merebut Tafsir: Membaca Kartini dalam Konteks Politik Etis

Perempuan Bekerja, Mengapa Tidak?

Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

Kedua Pasal di atas mengandung dua ketentuan yang bersifat umum. Pertama, perempuan Indonesia diperbolehkan menjadi presiden atau pemimpin politik. Kedua, kedudukan perempuan dan lelaki adalah setara di hadapan undang-undang. Dengan begitu, seharusnya tidak ada lagi diskriminasi peranan sosial dan politik terhadap kaum perempuan.

Peraturan tentang Keterlibatan Perempuan Indonesia dalam Politik

Posisi perempuan dalam ranah politik di Indonesia mulai mendapat perhatian semenjak dikeluarkannya UU No. 12 Tahun 2003 yang mengalami perubahan menjadi UU No. 10 Tahun 2008 hingga UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD. Sejak UU tersebut dikeluarkan, perempuan mulai ikut serta berkiprah dalam ranah politik di Indonesia.

Ketiga UU tersebut menjelaskan bahwa partai politik memuat keterwakilan paling sedikit 30% perempuan Indonesia dalam daftar calon legislatifnya. Selain itu, di dalam setiap tiga nama kandidat, setidaknya terdapat paling sedikit satu kandidat perempuan (Zipper System).

Seiring berjalannya waktu, dikeluarkan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang merupakan perubahan terakhir dari ketiga UU Pemilu sebelumnya. UU tersebut juga mengamanatkan keterlibatan perempuan dalam ranah politik di Indonesia. Pasal 173 ayat 2 point (e) menjelaskan bahwa Partai politik (Parpol) dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan menyertakan paling sedikit 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan di tingkat pusat.

Kemudian, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga mengeluarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 7 Tahun 2017 yang mengusulkan keterwakilan perempuan 30% diperluas hingga kabupaten/kota. Hal itu merupakan upaya KPU dalam mendorong keterlibatan perempuan dalam ranah politik di Indonesia yang kemudian dipertahankan hingga Pemilu tahun 2019 dengan dimasukkan kemabali ke dalam PKPU Pemilu 2019.

Dengan dikeluarkannya UU No. 12 Tahun 2003, UU No. 10 Tahun 2008, UU No. 8 Tahun 2012, hingga UU No. 7 Tahun 2017, dan PKPU No. 7 Tahun 2017 dan 2019 yang mengatur tentang keterwakilan perempuan dalam politik, seharusnya menjadi titik terang terhadap keterlibatan perempuan dalam ikut serta dan mengambil peran dalam gelanggang dunia politik di Indonesia. Namun, keterwakilan perempuan dalam politik di Indonesia belum sepenuhnya terealisasi dengan baik.

Kekurangan UU No. 7 Tahun 2017

Seperti sudah dijelaskan di atas, dalam UU No. 7 Tahun 2017 sudah diatur mengenai kuota minimal 30% keterwakilan perempuan dan ketentuan satu orang perempuan dalam setiap tiga kandidat yang diajukan dalam daftar calon legislatif (Zipper System). Tujuannya ialah untuk meningkatkan peluang terpilihnya perempuan Indonesia dalam legislatif.

Akan tetapi, dalam UU tersebut menjelaskan bahwa penentuan anggota DPR dipilih berdasarkan ‘suara terbanyak’, sehingga menjadi kontradiktif dengan pengaturan kuota minimal 30% untuk perempuan dan zipper system yang juga diatur dalam UU tersebut menjadi percuma dan tidak berjalan dengan baik karena mekanisme akhir yang digunakan tetap dengan ‘suara terbanyak’.

Apabila sistem ‘suara terbanyak’ ini tetap diberlakukan dalam setiap gelaran Pemilu di Indonesia, maka upaya meningkatkan keterlibatan perempuan Indonesia dalam lembaga legislatif tetap saja memiliki peluang yang sangat kecil. Hal itu bisa dilihat dari data suara hasil Pemilu di Indonesia dari tahun ke tahun dengan perolehan suara terbanyak mayoritas laki-laki. Padahal, lembaga legislatif seharusnya menjadi representatif masyarakat untuk semua kalangan termasuk perempuan.

Beberapa Permasalahan Lain

Nur Asikin Thalib (2014), dalam karyanya yang berjudul: “Hak Politik Perempuan Pasca-Putusan MK”, menjelaskan bahwa penerapan zipper system dan pengaturan kuota minimal 30% untuk perempuan menjadi tidak efektif karena sistem proporsional terbuka. Penentuan keterpilihan dari suara terbanyak yang ditekankan Putusan MK 22-24/PUU-VI/2008 membuat peluang Calon Legislatif (Caleg) perempuan terpilih menjadi lebih kecil.

Selain itu, keadaan masyarakat Indonesia yang masih patriarkis juga menjadi salah satu penyebab belum maksimalnya keterlibatan perempuan dalam politik di Indonesia. Meskipun Partai politik sudah mengusung perempuan lebih dari 30% dalam pencalonan zipper system dalam pemilu proporsional terbuka, tetapi jika masyarakat sebagai pemilih belum ramah perempuan, keterpilihan perempuan minimal 30% di DPR belum mampu tercapai secara maksimal.

Mentari A. Ramadhianty dalam opininya di rumahpemilu.org (08-03-2021), mengungkapkan data penelitian dari International Foundation for Electoral Systems (IFES) 2010 yang menjelaskan persepsi masyarakat Indonesia terhadap kandidat perwakilan perempuan. Masyarakat sebagai pemilih calon memiliki beberapa pertimbangan. 35% masyarakat memilih berdasarkan kecerdasan (intelligence), 26% berdasarkan pengetahuan status calon yang bebas dari korupsi (lack of corruption), dan 20% berdasarkan pengalaman berpolitik (experiences in politics).

Kesetaraan Gender di Ruang Publik Perspektif Mubadalah

Dalam tulisan ini, penulis hendak menggunakan mubadalah sebagai pisau analisis terhadap efektivitas UU No. 7 Tahun 2017 dalam hal keterlibatan perempuan dalam politik di Indonesia.

Faqihuddin Abdul Kodir (2019), dalam bukunya yang berjudul: “Qira’ah Mubadalah”, menjelaskan bahwa di ruang publik, termasuk wilayah politik, konsep mubadalah meniscayakan adanya kesetaraan perempuan dan laki-laki sebagai warga negara di mata hukum. Sehingga, keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama, agar bisa saling mengisi, memperkuat, dan membangun kehidupan sosial yang baik bagi segenap masyarakat.

Sebagaimana laki-laki, perempuan juga perlu diberikan kesempatan yang luas supaya bisa berkontribusi dalam dunia politik dan mengambil mafaat darinya. Seperti dijelaskan dalam QS. at-Taubah ayat 71, bahwa laki-laki dan perempuan didorong untuk berkiprah dalam kerja-kerja yang dapat menghadirkan kebaikan (amar ma’ruf) dan menghindarkan keburukan (nahi munkar) dalam kehidupan, termasuk kehidupan berpolitik.

Dalam konsep mubadalah, kemampuan dan kapasitas setiap individu, laki-laki dan perempuan, haruslah diperhatikan. Tetapi secara prinsip, salah satu jenis kelamin tidak boleh dibebani dari salah satu ruang (publik/domestik) tersebut sendirian, atau memperoleh manfaatnya sendirian.

Konsep mubadalah pada intinya menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan merupakan subjek yang setara di hadapan teks-teks otoritatif, termasuk teks dan kaidah yang membicarakan rumusan mengenai kemaslahatan publik.

Dalam hal keterlibatan perempuan dalam politik di Indonesia dalam UU No. 7 Tahun 2017, jika dilihat dari perspektif mubadalah, maka UU tersebut belum mampu menciptakan ataupun menjaga kemaslahatan publik dalam hal kesetaraan gender. Hal itu bisa dilihat dari belum maksimalnya keterwakilan perempuan di Lembaga Legislatif (DPR-RI) atau dalam jabatan politik lainnya dikarenakan belum sempurnanya UU Pemilu itu sendiri.

Selain itu, kepemimpinan yang baik dalam konsep mubadalah adalah kepemimpinan yang secara substansi mendasarkan pada kerja sama, kepercayaan, kebersamaan, dan apresiasi. Bukan berdasar pada autoritarinisme, hegemoni kekuasaan, dan ketakutan seperti kebanyakan kepemimpinan politik dalam budaya patriarki.

Menurut Faqihuddin Abdul Kodir (2019), Kepemimpinan yang baik ialah yang mampu memberikan ruang yang nyaman bagi laki-laki dan perempuan untuk berekspresi dan berpartisipasi secara maksimal demi menghadirkan kebaikan bagi masyarakat.

Upaya yang Dapat Dilakukan

Seperti sudah dijelaskan di atas, UU No. 7 Tahun 2017 secara substansi materi masih belum mampu mengatur secara efektif terkait keterlibatan dan keterwakilan perempuan Indonesia dalam ranah politik. Berdasarkan permasalahan yang sudah diuraikan, maka diperlukan langkah-langkah sebagai upaya menciptakan kesetaraan gender dalam politik di Indonesia. Bagi penulis, beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

Pertama, pemerintah harus membuat pengaturan baru yang lebih jelas dan lengkap untuk menjamin keterlibatan perempuan dalam politik, baik itu berupa kebijakan baru, ataupun program khusus dari pemerintah dalam bentuk affirmative action.

Kedua, sebagai implementasi dari konsep mubadalah, hak politik perempuan dalam UU No. 7 Tahun 2017 harus diikuti dengan ‘sistem nomor urut dari hulu ke hilir’. Artinya, harus mampu mengkombinasi antara mekanisme internal dan eksternal Parpol , yaitu pencalonan dan penempatan daftar calon serta dukungan konstituen dari daerah pemilihan yang bersangkutan.

Ketiga, untuk mengoptimalkan zipper system serta kuota minimal 30% untuk perempuan seperti tercantum dalam UU No. 7 Tahun 2017, diperlukan kedisiplinan partai politik terhadap komitmen kuota gender dengan zipper system serta penyadaran masyarakat untuk memilih Caleg perempuan dalam peningkatan keterwakilan perempuan di DPR. []

Tags: GenderIndonesiaPemiluperempuanpolitik
Irfan Hidayat

Irfan Hidayat

Alumni Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga, Kader PMII Rayon Ashram Bangsa

Terkait Posts

Kebebasan Berekspresi

Kebebasan Berekspresi dan Kontroversi Meme Prabowo-Jokowi

13 Mei 2025
Merapi

Dampak Tambang Ilegal di Merapi: Sumber Air Mengering, Lingkungan Rusak

12 Mei 2025

Hari Raya Waisak: Mengenal 7 Tradisi dan Nilai-Nilai Kebaikan Umat Buddha

12 Mei 2025
Paus Leo XIV

Mengenal Paus Leo XIV: Harapan Baru Penerus Paus Fransiskus

12 Mei 2025
Barak Militer

Apakah Barak Militer Bisa Menjadi Ruang Aman bagi Siswi Perempuan?

11 Mei 2025
Hari Raya Waisak

Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

10 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Merapi

    Dampak Tambang Ilegal di Merapi: Sumber Air Mengering, Lingkungan Rusak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Raya Waisak: Mengenal 7 Tradisi dan Nilai-Nilai Kebaikan Umat Buddha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Paus Leo XIV: Harapan Baru Penerus Paus Fransiskus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kebebasan Berekspresi dan Kontroversi Meme Prabowo-Jokowi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kebebasan Berekspresi dan Kontroversi Meme Prabowo-Jokowi
  • Dampak Tambang Ilegal di Merapi: Sumber Air Mengering, Lingkungan Rusak
  • Hari Raya Waisak: Mengenal 7 Tradisi dan Nilai-Nilai Kebaikan Umat Buddha
  • Mengenal Paus Leo XIV: Harapan Baru Penerus Paus Fransiskus
  • Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version