Mubadalah.id – Sudah manusiawi siapapun orangnya akan merasa kesepian dan tersiksa jika sendiri. Maka lazim saja perempuan maupun laki-laki mempunyai keinginan untuk menjalin hubungan dengan orang lain sebagai pasangan hidup. Jangan terlalu lama menjomblo, mengapa?
Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa mereka lebih baik hidup menjomblo. Percayalah, meski menjomblo itu ada baiknya, tapi lebih baik menjomblo tak usah terlalu lama. Menjomblo itu berat, kawan. Lekaslah menikah jika memang sudah waktunya. Lalu kapan waktu yang tepat untuk memutuskan menikah? Saat kamu sudah siap, baik secara mental, fisik, maupun finansial.
Tapi ingat, kriteria kesiapan –terutama kesiapan finansial—bukanlah sesuatu yang saklek dan semuanya bisa dibicarakan dengan pasangan. Bukan tidak mungkin setiap pasangan bisa mempunyai standar berbeda tentang kriteria tersebut.
Ada beberapa keluarga yang kukuh menginginkan pernikahan anaknya dirayakan dengan resepsi yang mewah. Itu bisa jadi baik dalam standar keluarga tersebut tapi tidak semua keluarga mematok standar sedemikian tinggi. Bukankah yang terpenting adalah kedua pasangan telah menjadi pasangan yang sah?
Tak dimungkiri, tuntutan materi menjadi satu masalah bagi beberapa pasangan untuk memutuskan menikah. Kegamangan muncul saat ada ketakutan finansial baik untuk resepsi maupun untuk memenuhi kebutuhan keluarganya esok hari. Kalaupun untuk biaya resepsi bisa dikatakan sudah mampu, tapi untuk menatap hari esok masih ada kecemasan. Takut tak bisa membiayai kehidupan rumah tangga. Kegamangan ini akan terus menjadi penghalang orang untuk segera menikah.
Menjomblo memang berat, tapi memutuskan menikah juga bukanlah hal gampang. Karena ikatan pernikahan adalah komitmen sungguh-sungguh untuk hidup bersama. Maka bisa dimaklumi jika perlu waktu agak lama untuk menentukan ikatan –kalau bisa—sekali seumur hidup. Tapi kalau kegamangan untuk memikirkan itu terlalu lama juga tidak bagus. Kegamangan untuk menikah tak lain sebagai bentuk kecemasan dan ketidakpercayaan diri. Untuk menuju pernikahan yang terpenting adalah tekad, doa dan tawakal.
Ada juga orang yang gamang memutuskan untuk menikah padahal secara mental, fisik maupun finansial sudah tak ada masalah. Kegamangan bisa terjadi karena ada ketakutan kalau-kalau setelah menikah nanti segala keluasan dan kesuksesan karir akan hilang. Maka sebaiknya pastikan calon pasangan adalah orang yang bisa memahami pasion dan pekerjaan kita.
Dalam beberapa hal, sebagai orang dewasa, pasangan yang telah menikah juga harus bisa menahan diri dan pandai berkompromi, baik dengan pasangan maupun dengan masyarakat di lingkungan sekitar. Maka tak salah kalau ada yang bilang bahwa menikah adalah seni berkompromi. Ada juga yang bilang menikah adalah seni mengalah. Seperti apa seni tersebut? Kamu tak akan mengerti kalau belum menikah.
Beberapa orang kesulitan menemukan pasangan yang cocok untuk dijadikan suami atau istri. Kesulitan itu muncul mungkin karena beberapa sebab. Tapi kebanyakan orang memasang kriteria terlalu tinggi bagi calon pasangannya. Kalau mengharapkan pasangan berkriteria sempurna maka percayalah orang semacam itu tidak ada di dunia. Jadi, cukup cari orang yang bisa diajak untuk saling mengisi kekurangan, saling menghormati, dan berkomitmen mengarungi bahtera rumah tangga bersama-sama. Menurutku, itu sudah lebih dari cukup.
Terkahir, perempuan dan laki-laki diciptakan berpasangan. “Segala sesuatu telah kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat (kebesaran Allah).” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 49). Keduanya harus bisa bekerjasama secara harmonis, saling bahu membahu dan saling menolong. Kerjasama harmonis antara perempuan dan laki-laki hanya bisa dilihat termaknai secara khidmat dalam sebuah ikatan pernikahan. Ingatlah, menjomblo boleh saja tapi sebaiknya jangan terlalu lama.[]