• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Jangan Terlalu Lama Menjomblo

Abdul Rosyidi Abdul Rosyidi
19/04/2018
in Kolom
0
Jangan terlalu lama menjoblo

Jangan terlalu lama menjoblo

35
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sudah manusiawi siapapun orangnya akan merasa kesepian dan tersiksa jika sendiri. Maka lazim saja perempuan maupun laki-laki mempunyai keinginan untuk menjalin hubungan dengan orang lain sebagai pasangan hidup. Jangan terlalu lama menjomblo, mengapa?

Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa mereka lebih baik hidup menjomblo. Percayalah, meski menjomblo itu ada baiknya, tapi lebih baik menjomblo tak usah terlalu lama. Menjomblo itu berat, kawan. Lekaslah menikah jika memang sudah waktunya. Lalu kapan waktu yang tepat untuk memutuskan menikah? Saat kamu sudah siap, baik secara mental, fisik, maupun finansial.

Tapi ingat, kriteria kesiapan –terutama kesiapan finansial—bukanlah sesuatu yang saklek dan semuanya bisa dibicarakan dengan pasangan. Bukan tidak mungkin setiap pasangan bisa mempunyai standar berbeda tentang kriteria tersebut.

Ada beberapa keluarga yang kukuh menginginkan pernikahan anaknya dirayakan dengan resepsi yang mewah. Itu bisa jadi baik dalam standar keluarga tersebut tapi tidak semua keluarga mematok standar sedemikian tinggi. Bukankah yang terpenting adalah kedua pasangan telah menjadi pasangan yang sah?

Tak dimungkiri, tuntutan materi menjadi satu masalah bagi beberapa pasangan untuk memutuskan menikah. Kegamangan muncul saat ada ketakutan finansial baik untuk resepsi maupun untuk memenuhi kebutuhan keluarganya esok hari. Kalaupun untuk biaya resepsi bisa dikatakan sudah mampu, tapi untuk menatap hari esok masih ada kecemasan. Takut tak bisa membiayai kehidupan rumah tangga. Kegamangan ini akan terus menjadi penghalang orang untuk segera menikah.

Baca Juga:

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Menjomblo memang berat, tapi memutuskan menikah juga bukanlah hal gampang. Karena ikatan pernikahan adalah komitmen sungguh-sungguh untuk hidup bersama. Maka bisa dimaklumi jika perlu waktu agak lama untuk menentukan ikatan –kalau bisa—sekali seumur hidup. Tapi kalau kegamangan untuk memikirkan itu terlalu lama juga tidak bagus. Kegamangan untuk menikah tak lain sebagai bentuk kecemasan dan ketidakpercayaan diri. Untuk menuju pernikahan yang terpenting adalah tekad, doa dan tawakal.

Ada juga orang yang gamang memutuskan untuk menikah padahal secara mental, fisik maupun finansial sudah tak ada masalah. Kegamangan bisa terjadi karena ada ketakutan kalau-kalau setelah menikah nanti segala keluasan dan kesuksesan karir akan hilang. Maka sebaiknya pastikan calon pasangan adalah orang yang bisa memahami pasion dan pekerjaan kita.

Dalam beberapa hal, sebagai orang dewasa, pasangan yang telah menikah juga harus bisa menahan diri dan pandai berkompromi, baik dengan pasangan maupun dengan masyarakat di lingkungan sekitar. Maka tak salah kalau ada yang bilang bahwa menikah adalah seni berkompromi. Ada juga yang bilang menikah adalah seni mengalah. Seperti apa seni tersebut? Kamu tak akan mengerti kalau belum menikah.

Beberapa orang kesulitan menemukan pasangan yang cocok untuk dijadikan suami atau istri. Kesulitan itu muncul mungkin karena beberapa sebab. Tapi kebanyakan orang memasang kriteria terlalu tinggi bagi calon pasangannya. Kalau mengharapkan pasangan berkriteria sempurna maka percayalah orang semacam itu tidak ada di dunia. Jadi, cukup cari orang yang bisa diajak untuk saling mengisi kekurangan, saling menghormati, dan berkomitmen mengarungi bahtera rumah tangga bersama-sama. Menurutku, itu sudah lebih dari cukup.

Terkahir, perempuan dan laki-laki diciptakan berpasangan. “Segala sesuatu telah kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat (kebesaran Allah).” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 49). Keduanya harus bisa bekerjasama secara harmonis, saling bahu membahu dan saling menolong. Kerjasama harmonis antara perempuan dan laki-laki hanya bisa dilihat termaknai secara khidmat dalam sebuah ikatan pernikahan. Ingatlah, menjomblo boleh saja tapi sebaiknya jangan terlalu lama.[]

Tags: jomblokeluargalaki-lakimakna jomblopengen kawinperempuan
Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi, editor. Alumni PP Miftahul Muta'alimin Babakan Ciwaringin Cirebon.

Terkait Posts

Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
SAK

Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

2 Juli 2025
Wahabi Lingkungan

Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela

2 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Menstruasi

Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi

2 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Vasektomi

    Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu
  • Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2
  • Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia
  • Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID