Kamis, 23 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Resolusi Jihad

    Resolusi Jihad Santri: Dari Angkat Senjata hingga Media Sosial

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: KUPI Tegaskan Semua Manusia Adalah Subjek Kehidupan, Termasuk Disabilitas

    Ulama Perempuan Disabilitas

    Nyai Hj. Badriyah Fayumi: Ulama Perempuan Harus Menjadi Pelopor Keulamaan Inklusif dan Ramah Disabilitas

    Hak-hak Disabilitas

    UIN SSC Gelar Konferensi Nasional KUPI untuk Memperkuat Peran Keulamaan bagi Hak-hak Disabilitas

    Disabilitas

    PSGAD UIN SSC Dorong Kolaborasi Akademisi, Komunitas, dan Pesantren untuk Advokasi Disabilitas melalui Tulisan

    Isu Disabilitas

    Zahra Amin: Mari Menulis dan Membumikan Isu Disabilitas

    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Perundungan

    Kita, Perempuan, Membentengi Generasi dari Perundungan

    Konferensi Nasional KUPI 2025

    Disabilitas di Konferensi Nasional KUPI 2025: Sebuah Refleksi

    Perempuan Disabilitas

    Refleksi Perempuan Disabilitas di Hari Santri Nasional

    Fiqh al-Murūnah

    KUPI Mengenalkan Fiqh al-Murūnah bagi Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

    Hak Politik Penyandang Disabilitas

    Hak Politik Penyandang Disabilitas: Antara Jaminan Konstitusi dan Prinsip Keadilan Islam

    Moral Solidarity

    Makna Relasi Afektif di Pesantren: Collective Pride dan Moral Solidarity Santri

    Periwayatan Hadis

    Difabel dalam Periwayatan Hadis : Melihat Islam Inklusif di Zaman Nabi

    Hak-hak Disabilitas

    UIN SSC Gelar Konferensi Nasional KUPI untuk Memperkuat Peran Keulamaan bagi Hak-hak Disabilitas

    Kekerasan di Sekolah

    Kekerasan di Sekolah, Kekacauan di Media: Saatnya Membaca dengan Bijak

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Resolusi Jihad

    Resolusi Jihad Santri: Dari Angkat Senjata hingga Media Sosial

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: KUPI Tegaskan Semua Manusia Adalah Subjek Kehidupan, Termasuk Disabilitas

    Ulama Perempuan Disabilitas

    Nyai Hj. Badriyah Fayumi: Ulama Perempuan Harus Menjadi Pelopor Keulamaan Inklusif dan Ramah Disabilitas

    Hak-hak Disabilitas

    UIN SSC Gelar Konferensi Nasional KUPI untuk Memperkuat Peran Keulamaan bagi Hak-hak Disabilitas

    Disabilitas

    PSGAD UIN SSC Dorong Kolaborasi Akademisi, Komunitas, dan Pesantren untuk Advokasi Disabilitas melalui Tulisan

    Isu Disabilitas

    Zahra Amin: Mari Menulis dan Membumikan Isu Disabilitas

    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Perundungan

    Kita, Perempuan, Membentengi Generasi dari Perundungan

    Konferensi Nasional KUPI 2025

    Disabilitas di Konferensi Nasional KUPI 2025: Sebuah Refleksi

    Perempuan Disabilitas

    Refleksi Perempuan Disabilitas di Hari Santri Nasional

    Fiqh al-Murūnah

    KUPI Mengenalkan Fiqh al-Murūnah bagi Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

    Hak Politik Penyandang Disabilitas

    Hak Politik Penyandang Disabilitas: Antara Jaminan Konstitusi dan Prinsip Keadilan Islam

    Moral Solidarity

    Makna Relasi Afektif di Pesantren: Collective Pride dan Moral Solidarity Santri

    Periwayatan Hadis

    Difabel dalam Periwayatan Hadis : Melihat Islam Inklusif di Zaman Nabi

    Hak-hak Disabilitas

    UIN SSC Gelar Konferensi Nasional KUPI untuk Memperkuat Peran Keulamaan bagi Hak-hak Disabilitas

    Kekerasan di Sekolah

    Kekerasan di Sekolah, Kekacauan di Media: Saatnya Membaca dengan Bijak

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Kedatangan Paus Fransiskus dan Iktikad Menginsafi Dosa Bangsa

Kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia, misalnya, haruslah pemerintah arifi sebagai sebuah momentum untuk merenung dan berkaca diri

Ahmad Thohari Ahmad Thohari
14 September 2024
in Pernak-pernik
0
Kedatangan Paus Fransiskus

Kedatangan Paus Fransiskus

309
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ada banyak alasan tentunya untuk bersama-sama, sebagai bagian dari warga negara Indonesia, kita mesti beriktikad untuk menginsafi bangsa. Karena saking banyaknya dosa-dosa struktural yang terjadi dalam gelanggang perjalanan hidup bangsa. Hingga membuat Indonesia sulit sekali untuk maju. Dan, alasan untuk itu memuncak pada momen akhir menjelang berakhirnya rezim pemerintahan Pak Jokowi.

Jelas sekali sudah, melihat apa yang sedang terjadi akhir-akhir ini dalam eskalasi persoalan-persoalan politik Indonesia. Sampai-sampai Bahlil Lahadalia yang berhasil menjadi ketum baru di Partai Golkar, menyebut sosok Pak Jokowi sebagai “Raja Jawa”—yang kita mesti berhati-hati terhadapnya. Fakta ini merupakan gendang alarm yang sedang berbunyi untuk mengumumkan bahwa bangsa ini sedang mengalami: “darurat demokrasi”. Perkataan yang cukup menyulut api kemarahan konstitusional.

Konsekuensi dari perkataan semacam itu jelas sangat menyakiti hati rakyat, dan membikin rakyat kebanyakan muak. Pertama, karena ada indikasi bahwa terjadi pengkhianatan terhadap konstitusi bangsa Indonesia, yakni demokrasi itu sendiri. Persis seperti ungkapan Guru Besar UGM, Prof. Koentjoro. Kedua, jelas sekali, jika demokrasi itu kita khianati, maka mekanisme pemerintahan yang berjalan sangat memungkinkan tidak lagi: dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.

Dan, kita semua bisa menerka-nerka bahwa berhasilnya Gibran Rakabuming Raka, anak pertama Presiden Jokowi menjadi bakal wapres, hingga adanya koalisi KIM plus di momen-momen menjelang Pilkada 2024 merupakan indikasi pula bahwa layaknya istri yang sudah kita pinang, rakyat hendak—bahkan sudah—diselingkuhi dan dikhianati habis-habisan oleh si pemerintah.

Rekam Jejak

Tentulah, saya tidak perlu memaparkan ulang apa yang telah Tempo.co paparkan, yang telah memberikan rekam jejak dari dosa struktural yang dilakukan oleh rezim Pak Jokowi untuk bangsa. Hingga, kita, sebagai rakyat biasa ini, mesti berbondong-bondong menyiapkan hati dan kekusyukan karena mendapatkan pekerjaan baru—di tengah sulitnya mencari lapangan pekerjaan—untuk berkenan menginsafi dosa-dosa struktural tersebut demi nasib masa depan bangsa. Merepotkan memang.

(**)

Padahal, dalam komitmen nilai demokrasi yang sehat, pemerintah mestinya bertanggung jawab penuh untuk mendengarkan suara hati rakyat dan menghormati hak-hak rakyat sama sekali. Tapi, yang terjadi malah sebaliknya. Ketika pemerintah mulai mengejar kekuasaan dengan mengabaikan suara rakyat dan prinsip-prinsip keadilan, hal ini sama saja pemerintah sedang melakukan tindakan intoleransi terhadap rakyatnya sendiri.

Sebuah bentuk tindakan di mana perintah melakukan kekerasan moral dan etis terhadap hak rakyat. Kalau demikian itu yang pemerintah lakukan, lantas bagaimana mungkin pemerintah dengan lugunya—untuk tidak menyebutnya dungu—akan berkampanye menolak segala tindakan intoleran dan anti-kekerasan?

Karena itulah, pemerintah mestilah menginsafi dirinya sendiri, sebelum rakyat bersama-sama juga akan menginsafi bangsa. Tujuannya  agar terbebas dari dosa-dosa struktural yang telah pemerintah lakukan demi masa depan bangsa yang lebih baik, dan maju.

Menilik Kembali Kedatangan Paus Fransiskus

Kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia, misalnya, haruslah pemerintah arifi sebagai sebuah momentum untuk merenung dan berkaca diri. Apakah yang selama ini telah mereka lakukan adalah sesuatu yang adil dan demokratis, atau justru mengkhianati rakyat dan mengorbankan cita-cita demokrasi demi kepentingan elit dan keluarganya sendiri?

Lebih-lebih untuk memahami arti penting menjadi manusia yang mesti memanusiakan manusia. Inilah saatnya pemerintah—dan tentu, kita semua—harus menginsafi dosa-dosa struktural yang telah melucuti dan memperkosa martabat demokrasi di Indonesia itu, untuk kemudian berusaha memperbaikinya.

Bahkan, secara personal, siapapun yang duduk dalam kursi pemerintahan beserta yang bersangkutan—mulai dari presiden, DPR, juga anak-cucunya, termasuk para elit-elit politik yang terkonsolidasi sebagai ‘oligarki’ di Indonesia—sudah wajib hukumnya merefleksikan sikap dan prinsip hidupnya kepada kemurnian pribadi dan kesederhanaan sosok Paus Fransiskus.

Misalnya, untuk tidak ugal-ugalan dalam membangun citra diri dan politik. Untuk tidak jegal-jegalan hanya demi memenuhi dahaga kekuasaan dunia. Dan, untuk tidak sibuk mengancam sana-sani demi terbangunnya dinasti politik yang akan menciptakan otoritarianisme kekuasaan absolut—menindas rakyat kecil.

Otoritarianisme Kekuasaan

Akan terjadi ketimpangan yang semakin menjadi-jadi apabila otoritarianisme kekuasaan benar-benar terbangun dalam bangsa ini. Merujuk pada novel 1984 karya George Orwell, misalnya, tentang akibat adanya kekuasaan absolut.

Ketika pemerintahan menjalankan kekuasaannya secara absolut, maka yang akan terjadi selanjutnya adalah bentuk-bentuk penindasan terhadap rakyat. Yakni melalui pengawasan ketat, manipulasi informasi, dan penindasan kebebasan berpikir.

Novel tersebut memberikan ilustrasi yang cukup jelas tentang bagaimana kekuasaan yang tidak terkendali akan merampas kebebasan individu, menghancurkan martabat manusia, dan merusak kehidupan rakyat kecil, yang semua itu dalam banyak hal mirip sekali dengan apa yang terjadi pada eskalasi persoalan politik Indonesia akhir-akhir ini.

(***)

Sesungguhnya, dalam kengerian semacam itu, yang mengkhawatirkan sekali adalah apa yang nantinya akan dialami oleh si pelaku itu sendiri. Dalam kasus ini adalah Pak Jokowi. Sebagai “Raja Jawa”, misalnya, yang memiliki “dua tangan” sebagai alat untuk mengkonsolidasikan kekuatan serta kekuasaannya melalui: pertama, mengatur dengan ancaman kasus (menjerat). Kedua, mengatur dengan memberikan suap (jabatan).

Dalam skala aturan waktu yang terus berjalan, “dua tangan” tersebut bukan tak mungkin akan menjadi boomerang bagi Pak Jokowi sendiri. “Hukum alam” pasti akan mengadili. Begitulah filosofi timbal-balik kelakuan dalam khazanah Jawa.

Toh, misalnya, seandainya Pak Jokowi benar-benar merefleksikan kehadiran Paus Fransiskus ke Indonesia sebagai momentum untuk menginsafi dosa-dosa struktural secara lahir-batin dan moral-spiritual. Pak Jokowi mestilah pertama-tama menghayati—sambil berinsaf dengan sebenar-benarnya insaf—nasihat dari Ali bin Abi Thalib: “hendaklah engkau takut kepada ketamakan dalam kekuasaan, karena ketamakan itu akan menghilangkan keadilan dan mengantarkan(mu) kepada kezaliman.”

Hasrat untuk Berkuasa

Nasihat tersebut tentulah menggambarkan sekali tentang betapa berbahayanya hasrat untuk berkuasa apabila kita turuti secara berlebihan. Karena sering kali justru akan menyebabkan seseorang dengan sembrononya bertindak tidak adil dan merugikan orang-orang lain yang tidak bersalah, yang itu hanya akan mengundang balak-bahaya bagi dirinya sendiri.

Baiklah, mungkin Pak Jokowi bisa menang melawan siapapun itu, termasuk terhadap rakyat. Merasa biasa-biasa saja dan baik-baik saja. Akan tetapi, sebagaimana sewajarnya manusia yang dhaif dan penuh kedurhakaan, Pak Jokowi tidaklah mungkin dapat menang melawan “hukum alam”. Dan, beliau tidak semestinya lantas terus merasa biasa-biasa saja, karena “balak” dari perbuatannya sendiri selalu menanti di depan gerbang pintu rumahnya.

Saya merasa sangat khawatir dan iba, tentunya. Karena itu, satu-satunya hal yang mesti segera Pak Jokowi lakukan adalah berinsaf dari segala dosa-dosa yang telah ia lakukan. Sesuatu yang benar-benar harus disegerakan. Tidak ada lagi waktu untuk menunda-nunda.

Kedatangan Paus Fransiskus, saya pikir menjadi semacam atmsal pengingat bagi seluruh warga negara Indonesia—khususnya bagi para elit-elit pemerintahan, hingga rakyat biasa—untuk segera menginsafi bangsa, sekaligus bersegera dengan sungguh-sungguh menyudahi segala bentuk tindakan intoleran dan perilaku-perilaku kekerasan baik yang bersifat fisik, moral, dan konstitusional. []

Tags: IndonesiaKedatangan Paus FransiskuskekuasaanpemerintahRezimVatikan
Ahmad Thohari

Ahmad Thohari

Ahmad Miftahudin Thohari, lulusan mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Raden Mas Said Surakarta, punya minat kajian di bidang filsafat, sosial dan kebudayaan. Asal dari Ngawi, Jawa Timur.

Terkait Posts

Siti Ambariyah
Figur

Menelaah Biografi Nyai Siti Ambariyah; Antara Cinta dan Perjuangan

18 Oktober 2025
Multitafsir Pancasila
Publik

Multitafsir Pancasila Dari Legitimasi Kekuasaan ke Pedoman Kemaslahatan Bangsa

4 Oktober 2025
Makan Bergizi Gratis
Publik

Program Makan Bergizi Gratis: Janji Mulia dan Realitas yang Meragukan

3 Oktober 2025
Konflik Agraria
Publik

Konflik Agraria: Membaca Kembali Kasus Salim Kancil hingga Raja Ampat

29 September 2025
Ensiklik Laudato Si
Publik

Bumiku Semakin Membaik: Refleksi 10 Tahun Ensiklik Laudato Si

24 September 2025
Kekerasan Pada Perempuan
Publik

Menilik Kasus Kekerasan pada Perempuan: Cinta Harusnya Merangkul Bukan Membunuh!

26 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hijroatul Maghfiroh Abdullah

    Kiprah Hijroatul Maghfiroh Abdullah dalam Gerakan Lingkungan di Indonesia dan Dunia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Disabilitas di Konferensi Nasional KUPI 2025: Sebuah Refleksi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Resolusi Jihad Santri: Dari Angkat Senjata hingga Media Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hak Politik Penyandang Disabilitas: Antara Jaminan Konstitusi dan Prinsip Keadilan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Mengenalkan Fiqh al-Murūnah bagi Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Memaknai Kebahagiaan Lewat Filosofi Mulur Mungkret Ki Ageng Suryomentaram
  • Kita, Perempuan, Membentengi Generasi dari Perundungan
  • Disabilitas di Konferensi Nasional KUPI 2025: Sebuah Refleksi
  • Kiprah Hijroatul Maghfiroh Abdullah dalam Gerakan Lingkungan di Indonesia dan Dunia
  • Refleksi Perempuan Disabilitas di Hari Santri Nasional

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID