Mubadalah.id – Menarik dicermati bahwa al-Qur’an menuturkan pesan-pesannya melalui media bahasa sastra, meskipun al-Qur’an sendiri lebih dari sebuah karya sastra.
Al-Qur’an adalah Mukjizat abadi, sebuah karya yang tidak bisa dilawan oleh siapa pun. Di dalamnya, sarat dengan bahasa majaz (metafora), kinayah, tamtsil (perumpamaan), dan sebagainya.
Lihat saja beberapa ungkapan al-Qur’an seperti berikut: “hunna libasun lakum wa antum libasun lahunn.” (Istri-istrimu adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka). Atau “fal aana basyiruhunna,” (maka kini, ber-mubasyarahlah kamu dengan istrimu).
Dalam dua ungkapan ayat di atas, libasun berarti pakaian, sedangkan al-mubasyarah yang merupakan akar kata “baasyara” secara literal bermakna bersentuhan kulit. Namun, maksud dua ungkapan tersebut adalah hubungan intim (seks). Maksud sensualitas dalam dua ayat di atas dituturkan oleh al-Qur’an dengan bahasa metafora dan etis.
Betapa indahnya bahasa yang digunakan kitab suci ini. Di situ sama sekali tidak ditemukan kata-kata vulgar yang jorok atau merangsang hasrat seksual yang kasar.
Penuturan al-Qur’an melalui media bahasa sastra sesungguhnya sejalan dengan budaya Arab ketika itu. Al-Qur’an selalu menciptakan sastra kreatif dan inovatif sekaligus menyentuh relung-relung nurani dan akal pikiran.
Sastra
Sastra adalah media manusia mengungkapkan cita-cita, ekspektasi, bahkan ekspresi keluh kesah dan kerinduan yang terungkapkan melalui simbol-simbol, isyarat, dan instrumen daya lainnya.
Al-Qur’an banyak menceritakan kisah para Nabi berikut kebudayaan umat manusia masa lalu. Kisah-kisah ini tidak sekedar menjadi cerita dan ungkapan sejarah perjalanan manusia, melainkan mengandung tujuan, pesan, dan norma kemanusiaan universal.
Dalam beberapa ayat yang berisi kisah dan perjalanan manusia tersebut. Allah biasanya menutup ayat dengan pernyataan bahwa kisah-kisah ini merupakan bahan pemikiran dan pelajaran bagi manusia.
“inna fi dzalika la’ibrah Ii uli al-albab.” Atau “Inna fi dzalika la ayaat li qawm ya’qilun.” (Di situ ada tanda-tanda (pengetahuan) bagi orang-orang yang berpikir).
Inilah sesungguhnya poin paling utama dari seluruh kisah-kisah dalam al-Qur’an. Cara demikian, paling efektif untuk mempengaruhi dan menyentuh kesadaran audiens terhadap pesan-pesan di dalamnya. []