• Login
  • Register
Rabu, 14 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Kepemimpinan Perempuan dalam Negara: Kajian atas Tiga Ayat Kontroversial

Dengan merujuk pada ayat pertama, mereka yang menolak kepemimpinan perempuan berpendapat bahwa kaum laki-laki adalah pemimpin kaum perempuan secara mutlak

Redaksi Redaksi
13/05/2025
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Kepemimpinan Perempuan

Kepemimpinan Perempuan

957
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Isu yang terpenting dan masih selalu diperdebatkan saat ini adalah kepemimpinan perempuan. Isu ini selalu mengemuka terutama jika ada sinyal seorang perempuan mendapat dukungan rakyat untuk menjadi Presiden atau Perdana Menteri. Perdebatan selalu sengit. Baik kelompok yang mendukung maupun yang menentang menjadikan dalil-dalil agama sebagai argumentasinya.

Berikut ini akan dijelaskan serba singkat dalil-dalil agama yang sering dijadikan sebagai argumen yang menentang kepemimpinan perempuan dalam suatu negara, baik sebagai presiden perdana menteri. Selanjutnya argumen itu akan diuji apakah layak dijadikan sebagai dalil yang pasti untuk menolak kepemimpinan perempuan tersebut atau tidak.

Paling tidak ada tiga ayat yang sering jadi dalil untuk menolak kepemimpinan perempuan ini yakni:

Pertama, Surat An-Nisa’ (4) ayat 34 : “Kaum laki-laki adalah pemimpin kaum perempuan … dst.” Kedua, Surat Al-Baqarah (2) ayat 228 : “Dan para perempuan mempunyai hak yang seimbang menurut cara yang baik. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya.”

Ketiga, Surat Al-Ahzab (33) ayat 33 : “Dan hendaklah kalian (wahai para istri Nabi) tetap di rumah kalian dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dulu”

Baca Juga:

Ulama Fiqh yang Membolehkan Perempuan Menjadi Hakim

Anggota Parlemen dan Hakim Perempuan

Perempuan Bekerja, Mengapa Tidak?

Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

Dengan merujuk pada ayat pertama, mereka yang menolak kepemimpinan perempuan berpendapat bahwa kaum laki-laki adalah pemimpin kaum perempuan secara mutlak, baik di sektor domestik maupun di sektor publik. Tidak ada alasan bagi kaum perempuan untuk memimpin laki-laki.

Apalagi dalam ayat kedua dinyatakan bahwa laki-laki mempunyai kelebihan atas perempuan. Kelebihan ini meneguhkan kepemimpinan laki-laki dan menafikan kemungkinan kepemimpinan perempuan.

Selanjutnya, ruang gerak perempuan terbatas pada empat arah dinding rumahnya karena ayat ketiga menyuruh perempuan untuk tinggal di rumah.

Atas dasar inilah, keterlibatan perempuan dalam dunia publik, apalagi menjadi pemimpin, sangat ditentang karena melewati batas wilayah yang diperuntukkan perempuan yakni wilayah domestik dan menentang nash yang zhahir (teks ayat yang tersurat).

Pertanyaan kita sekarang adalah apakah harus begitu memahami teks ayat? Jawabannya jelas tidak. Sebab kaedah penafsiran memberikan ruang pemahaman yang tidak sesempit itu.

Kaedah Tafsir

Dalam kaedah tafsir ada dua pendapat mengenai bagaimana menempatkan asbabun nuzul (sebab dan konteks turunnya suatu ayat).

Pertama, kaedah yang mengatakan bahwa teks umum yang tersuratlah yang menjadi pedoman dan bukan sebab yang khusus (Al-Ibrah bi Umum al-Lafzhi la bi Khusus al-Sabab).

Berdasarkan kaedah ini muncul pendapat yang menganggap bahwa asbabun nuzul tidak penting kita pertimbangkan dalam memahami ayat. Apa yang tersurat itulah yang menjadi pedoman. Atas dasar inilah ayat-ayat di atas menjadi dalil menolak kepemimpinan perempuan.

Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa peristiwa dan konteks khusus yang melatarbelakangi turunnya ayatlah yang menjadi pedoman dan bukan teks yang tersurat (al-Ibrah bi Khusus al-Sabab la bi Umum al-Lafzhi).

Kaedah ini mempertimbangkan asbabun nuzul dalam memahami teks ayat atau hadits karena seringkali terjadi kesalahan pemahaman dan penerapan teks akibat tidak melihat konteks. Padahal ayat-ayat dan hadis tidak turun di ruang hampa. Ada dinamika sosial yang melingkupinya ketika ayat atau hadis itu turun.

Oleh karena itu, agar ayat dan hadits yang turun empat belas abad yang lalu itu tetap kontekstual, ia harus di letakkan pada konteks turunnya.

Berdasarkan kaedah kedua ini muncullah pendapat yang memperbolehkan kepemimpinan perempuan merujuk kepada ketiga ayat di atas. Di samping ayat-ayat lain yang secara eksplisit mengakui kesetaraan hak politik laki-laki dan perempuan seperti Surat At-Taubah ayat 71.

Dan ayat yang secara eksplisit mengakui keberhasilan kepemimpinan seorang perempuan Ratu Negeri Saba, yakni Ratu Balqis seperti yang dikisahkan dalam Surat An-Naml ayat 15-44. []

Tags: ayatkajianKepemimpinankontroversialNegaraperempuan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Membolehkan Perempuan Menjadi Hakim

Ulama Fiqh yang Membolehkan Perempuan Menjadi Hakim

13 Mei 2025
Islam

Islam Hadir untuk Gagasan Kemanusiaan

11 Mei 2025
Menyusui

Menyusui adalah Pekerjaan Mulia

10 Mei 2025
Bekerja adalah

Bekerja adalah Ibadah

10 Mei 2025
Mengapa Bekerja

Perempuan Bekerja, Mengapa Tidak?

10 Mei 2025
perempuan di ruang domestik

Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama

9 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Membolehkan Perempuan Menjadi Hakim

    Ulama Fiqh yang Membolehkan Perempuan Menjadi Hakim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tonic Immobility: Ketika Korban Kekerasan Seksual Dihakimi Karena Tidak Melawan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kepemimpinan Perempuan dalam Negara: Kajian atas Tiga Ayat Kontroversial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemanusiaan sebelum Aksesibilitas: Kita—Difabel

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kebebasan Berekspresi dan Kontroversi Meme Prabowo-Jokowi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Muhammad Bercerita: Meninjau Ungkapan Laki-laki Tidak Bercerita dan Mitos Superioritas
  • Kepemimpinan Perempuan dalam Negara: Kajian atas Tiga Ayat Kontroversial
  • Tonic Immobility: Ketika Korban Kekerasan Seksual Dihakimi Karena Tidak Melawan
  • Ulama Fiqh yang Membolehkan Perempuan Menjadi Hakim
  • Kemanusiaan sebelum Aksesibilitas: Kita—Difabel

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version