• Login
  • Register
Selasa, 21 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Ketimpangan Gender serta Dampak terhadap Laki-laki

Tulisan ini mencoba mengajak para pembaca untuk bersama-sama menyadari bahwa ketimpangan gender juga menimbulkan tekanan yang begitu besar bagi laki-laki

Irfan Hidayat Irfan Hidayat
16/08/2021
in Publik
0
Gender

Gender

213
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ketimpangan gender pada umumnya identik dengan keberadaan perempuan yang termarjinalisasi dan dipandang sebagai kelas yang rendah dibanding laki-laki. Akan tetapi, ternyata ketimpangan gender tidak hanya berdampak buruk pada perempuan, laki-laki juga mengalami dampak buruk dari ketimpangan gender, meskipun banyak dari kita yang tidak sadar. Bahkan, ketimpangan gender menjadi salah satu penyebab laki-laki mati muda.

Terdapat suatu pernyataan yang sudah lazim di masyarakat bahwa harapan hidup perempuan lebih tinggi jika dibandingkan laki-laki. Dalam kurun waktu setengah abad terakhir, Kesenjangan harapan hidup kian melebar. Hal itu terjadi dikarenakan risiko melahirkan bagi perempuan semakin menurun. Meski begitu, faktor biologis juga tetap berpengaruh dalam menentukan harapan hidup seseorang.

Menurut ilmu fisika, perempuan memiliki hormon estrogen dan dua kromosom X yang menyebabkan lemak yang terdapat dalam tubuh perempuan lebih banyak berada di bawah sel kulit, sementara itu, lemak di dalam tubuh laki-laki berada di antara organ yang kelak bisa saja mengganggu kesehatan organ lainnya. Akan tetapi, ternyata ketimpangan gender juga memberi dampak harapan hidup yang lebih tinggi bagi perempuan.

Ketimpangan Gender dan Korelasinya dengan Harapan Hidup

Asia-Pacific Human Development Report pada Tahun 2016 dengan mengangkat judul “Shaping The Future: How Changing Demographic Can Power Human Development”, menjelaskan bahwa faktor perbedaan perilaku juga bisa mempengaruhi perbedaan angka harapan hidup selain faktor biologis. Dalam hal ini, laki-laki lebih rentan mengalami ‘kematian yang tragis’. Lebih lanjut, kematian jenis ini bisa disebabkan oleh kecelakaan, penganiayaan, pembunuhan, bahkan bisa sampai pada risiko-risiko pekerjaan, karena laki-laki selalu diidentikkan dengan pekerjaan yang keras dan kasar dibandingkan  perempuan.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam
  • Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?

Baca Juga:

Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan

Perempuan Juga Wajib Bekerja

Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?

Dalam kehidupan masa kecil kita, setuju atau tidak, doktrin bahwa laki-laki lebih kuat dari perempuan selalu diajarkan dan bahkan menjadi suatu stigma yang tidak pernah kita sadari. Karena itu, jika laki-laki berkelahi atau melakukan kenakalan-kenakalan lain, masyarakat selalu menganggap itu adalah hal yang lazim. Jika berdasar pada pandangan yang bias gender, laki-laki seolah-olah dituntut untuk lebih bekerja keras dibandingkan perempuan. Hal seperti itu menyebabkan laki-laki berada dalam posisi dengan risiko tinggi.

Seperti telah dijelaskan di awal tulisan ini, kematian ketika melahirkan sangat berkontribusi terhadap bertambahnya harapan hidup perempuan. Begitupun sebaliknya, risiko ‘kematian yang tragis’ tidak banyak berubah bahkan lebih banyak mengancam laki-laki daripada perempuan.

Berdasarkan data Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), angka harapan hidup perempuan di Indonesia pada tahun 1970 adalah 55,73 tahun dan untuk laki-laki 53,39 tahun. Sementara pada tahun 2015, perempuan 71,17 tahun dan laki-laki 67 tahun. Dari data tersebut bisa disimpulkan bahwa peningkatan angka harapan hidup bagi perempuan meningkat lebih pesat daripada laki-laki.

Tekanan bagi Laki-laki

Ketimpangan gender menimbulkan begitu tingginya tekanan yang dialami laki-laki dalam kehidupannya. Meskipun, secara status sosial maupun ekonomi, laki-laki sedikit lebih ber-privilege. Tetapi dalam hal kualitas hidup, keadaan yang lebih buruk justru lebih banyak dialami oleh laki-laki.

Kenyataannya, dalam beberapa keluarga, laki-laki menanggung lebih banyak beban keluarga daripada perempuan. Jika laki-laki berhasil, akan menjadi suatu kebanggaan tersendiri dalam keluarga. Namun jika sebaliknya, ketika ia gagal, bisa dipastikan seluruh keluarga akan menanggung akibatnya, bahkan tekanan begitu besar akan ditanggung oleh laki-laki. Situasi seperti ini tentu membuat laki-laki berada dalam posisi yang sangat tertekan.

Banyak dari kita yang belum menyadari kondisi ini. Sebagai bukti, sampai saat ini, baik perempuan atau bahkan laki-laki, masih banyak yang beranggapan bahwa suami itu bekerja, sedangkan istri cukup hanya dengan menjadi ibu rumah tangga saja. Terlepas dari alasan apapun, masih banyak orang yang melarang perempuan untuk bekerja, yang kemudian secara tidak langsung memaksa laki-laki menanggung beban keluarga. Padahal, tekanan dan risiko yang muncul dari kondisi seperti ini akan menimbulkan banyak keburukan bagi laki-laki.

Perempuan dan Laki-laki di Ruang Publik

Kondisi seperti di atas juga berlaku di ruang publik. Jabatan tinggi seolah hanya bisa dan pantas jika diemban oleh laki-laki. Padahal, baik perempuan maupun laki-laki, mampu mengemban peran dan menjalankan kepemimpinan yang sama baiknya. Bahkan, beberapa perempuan seperti Kanselir Jerman: Angela Merkel, Perdana Menteri Selandia Baru: Jacinda Ardern, Perdana Menteri Finlandia: Sanna Marin, dan masih banyak lagi, mereka dianggap memiliki jiwa dan sikap kepemimpinan yang lebih baik daripada laki-laki.

Lebih parah, masyarakat kita seringkali menyudutkan laki-laki dengan ungkapan-ungkapan seperti “perempuan itu memutuskan dengan mengedepankan perasaannya, sedangkan laki-laki dengan otaknya.” Ungkapan semacam itu bukan hanya salah kaprah, tetapi bahkan secara tidak langsung mengarahkan pada anggapan bahwa seorang perempuan menyalurkan emosinya adalah suatu hal yang lazim, sedangkan laki-laki tidak. Dalam hal ini, emosi yang dimaksud ialah emosi dalam arti luas yang mencakup perasaan secara general.

Perempuan menangis adalah hal wajar, tetapi laki-laki tidak. Perempuan bersimpati adalah wajar, sedangkan laki-laki harusnya lebih cuek. Perempuan banyak bercerita adalah wajar, sedangkan laki-laki harus lebih banyak meredam dan memendam perasaan. Anggapan-anggapan seperti itu menyebabkan laki-laki yang lebih banyak mengalami tekanan menjadi semakin sulit dalam menjalani dan menanggung beban hidupnya.

Sebagai buktinya, secara global potensi bunuh diri laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Pada tahun 2017 saja, Our World in Data mencatat bahwa kasus bunuh diri laki-laki dari 100.000 penduduk di seluruh dunia terdapat 13,89 kasus, sedangkan perempuan bahkan tidak sampai setengahnya , yaitu hanya 6,28 kasus. Kasus bunuh diri tersebut pada umumnya ialah dampak dari depresi serta tekanan kehidupan yang beragam.

Tulisan ini mencoba mengajak para pembaca untuk bersama-sama menyadari bahwa ketimpangan gender juga menimbulkan tekanan yang begitu besar bagi laki-laki. Atau dengan kata lain, bisa dibilang laki-laki lebih berpotensi untuk mati muda karena bias gender. Disebabkan tekanan mental atau bahkan risiko fisik yang beragam yang dialami, baik di dalam dunia kerja ataupun kehidupan lain secara umum.

Sudah waktunya bagi kita, baik perempuan maupun laik-laki, bersama-sama menyadari bahwa keadilan gender merupakan kebutuhan dan kewajiban bagi setiap orang tanpa memandang jenis kelamin. Jika hal itu terwujud, keadilan gender juga akan menjadi kebaikan bagi kita semua, bagi laki-laki dan perempuan, siapapun, dari manapun, dan dalam kondisi seperti apapun. []

Tags: bias genderGenderkeadilanKesalinganKesetaraanlaki-lakiperempuan
Irfan Hidayat

Irfan Hidayat

Alumni Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga, Kader PMII Rayon Ashram Bangsa

Terkait Posts

Travel Haji dan Umroh

Bagaimana Menghindari Penipuan Biro Travel Umroh dan Haji?

20 Maret 2023
Perempuan Harus Berpolitik

Ini Alasan, Mengapa Perempuan Harus Berpolitik

19 Maret 2023
Pembahasan Childfree

Polemik Pembahasan Childfree Hingga Hari Ini

18 Maret 2023
Bimbingan Skripsi, Kekerasan Seksual

Panduan Bimbingan Skripsi Aman dari Kekerasan Seksual

17 Maret 2023
Kekerasan Simbolik

Bibit Kekerasan Simbolik di Lembaga Pendidikan

16 Maret 2023
Berbuat Baik pada Non Muslim

Meneladani Akhlak Nabi dengan Berbuat Baik pada Non Muslim

16 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kerja Istri

    Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami
  • Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas
  • Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan
  • Tips Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil dan Menyusui
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist